KOMPAS.com - Beijing, China diperkirakan akan menghadapi lonjakan kasus Covid-19 yang parah selama dua minggu ke depan.
Hal itu diungkapkan seorang ahli pernapasan di China, di tengah kekhawatiran atas kemungkinan mutasi Covid-19.
Dilansir dari Al Jazeera, pelonggaran pembatasan di seluruh China bertepatan dengan lonjakan infeksi yang menurut para ahli kemungkinan akan meningkat selama musim dingin.
Dari beberapa proyeksi, menunjukkan bahwa China dapat menghadapi lebih dari satu juta kematian pada tahun depan.
"Kita harus bertindak cepat dan menyiapkan sumber daya perawatan darurat dan parah," ujar Wang Guangfa, pakar pernapasan dari Rumah Sakit Universitas Peking.
Baca juga: Gejala Covid-19 Subvarian Omicron BN.1 yang Sudah Masuk Indonesia
Memperluas tempat tidur di ICU
Wang mengatakan, rumah sakit harus memperluas tempat tidur di ICU sebagai prioritas.
Diperkirakan, puncak Covid-19 kemungkinan akan berlangsung hingga akhir Festival Musim Semi China, yang akan jatuh pada 22 Januari 2023.
Ia menambahkan, kasus Covid-19 kemudian akan menurun dan kehidupan secara bertahap akan kembali normal sekitar akhir Februari dan awal Maret 2023.
Baca juga: Ketahui, Ini Efek Samping Vaksin Covid-19 Booster
Setelah masa puncak, orang tidak boleh lengah.
"Strain Covid-19 saat ini mungkin kurang ganas, tetapi mungkin tidak sama pada hewan. Mungkin tampaknya tidak terlalu parah untuk hewan, tetapi pada titik tertentu, virus masih dapat menular ke manusia, dengan konsekuensi yang mengerikan," kata Wang.
Menyusul protes yang meluas di China pada awal Desember 2022, negara berpenduduk 1,4 miliar orang itu mulai melonggarkan penguncian.
Baca juga: Fakta dan Sebaran Covid-19 Varian Omicron BN.1 di Indonesia
WHO khawatirkan gelombang baru Covid-19 di China
Dilansir dari BBC, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa rumah sakit di China tampaknya mulai penuh di tengah kekhawatiran tentang gelombang baru Covid-19 yang melanda negara itu.
Kepala Kedaruratan WHO Michael Ryan menuturkan, unit perawatan intensif (ICU) sibuk meskipun pejabat mengatakan jumlahnya "relatif rendah".
Dalam beberapa hari terakhir rumah sakit di Beijing dan kota-kota lain telah terisi karena gelombang Covid-19 terbaru yang melanda China.
Sejak 2020, China memberlakukan pembatasan kesehatan yang ketat sebagai bagian dari kebijakan nol Covid-nya.
Baca juga: Virus Mirip Penyebab Covid-19 Ditemukan di China, Kemungkinan Bisa Menginfeksi Manusia
Namun, pemerintah mengakhiri sebagian besar tindakan tersebut dua minggu lalu setelah protes penting terhadap kontrol ketat.
Sejak saat itu, jumlah kasus melonjak dan menimbulkan kekhawatiran akan tingginya angka kematian di kalangan orangtua yang sangat rentan.
Meski meningkat, angka resmi menunjukkan hanya lima orang meninggal akibat Covid-19 pada Selasa (20/12/2022) dan dua pada Senin (19/12/2022).
Ini telah menyebabkan Kepala Kedaruratan WHO Ryan mendesak China untuk memberikan lebih banyak informasi tentang penyebaran virus terbaru.
Baca juga: Kenaikan Kasus Covid-19 Didorong Varian XBB, Ini Imbauan Kemenkes