Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Kekesatriaan serta Kemanusian yang Adil dan Beradab

Baca di App
Lihat Foto
GETTY IMAGES via BBC INDONESIA
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte secara resmi meminta maaf atas 250 tahun keterlibatan Belanda dalam perbudakan, menyebutnya sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Editor: Egidius Patnistik

KOMPAS.COM memberitakan bahwa pada Senin, 19 Desember 2022, Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, secara resmi meminta maaf atas keterlibatan negaranya dalam perbudakan selama 250 tahun. Rutte menyebutnya sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Permintaan maaf itu datang hampir 150 tahun setelah berakhirnya perbudakan di koloni-koloni luar negeri Belanda, termasuk Suriname di Amerika Selatan, Indonesia di Asia Tenggara, serta pulau-pulau Karibia seperti Curacao dan Aruba.

Di dalam negeri Belanda sendiri, permintaan maaf itu disambut dengan pro dan kontra. Yang pro menghargai permintaan maaf tersebut sebagai pengakuan kemanusiaan dari sebuah bangsa yang adil dan beradab.

Baca juga: PM Belanda Minta Maaf soal Perbudakan, Wapres: Ajukan Resmi ke Pemerintah

Namun yang kontra menghujat permintaan maaf itu sebagai suatu sikap sama sekali tidak patriotik, bahkan merupakan pengkhianatan terhadap para warga Belanda yang telah susah payah berkorban lahir-batin mendukung Kerajaan Belanda untuk menjajah demi menghisap kekayaan bangsa lain.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebagai warga Indonesia, saya menghormati dan menghargai Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, yang telah secara resmi memohon maaf atas penindasan terhadap bangsa-bangsa di Nusantara selama ratusan tahun sebagai pengejawantahan sikap kekesatriaan serta kemanusiaan yang adil dan beradab.

Sebagai warga Indonesia yang kehilangan ayah kandung serta sanak keluarga pada masa pasca-tragedi G30S, saya berbela rasa dengan para sesama warga Indonesia yang kehilangan sanak keluarga pada masa pasca-tragedi G30S maupun tragedi Mei 1998.

Kami semua dengan penuh harapan masih sabar menunggu saat Kepala Negara Indonesia, yang telah dipilih oleh rakyat Indonesia, berkenan memohon maaf secara resmi atas malapetaka tragedi nasional yang telah menyengsarakan bangsa, negara, dan rakyat Indonesia pada 1965 dan 1998.

Sebagai warga yang cinta Indonesia, saya merasa yakin seyakin-yakinnya bahwa Presiden Republik Indonesia pasti tidak kalah kesatria dalam mewujudkan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menjadi kenyataan ketimbang Perdana Menteri Kerajaan Belanda.

Merdeka!

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi