KOMPAS.com - Kecelakaan yang melibatkan Pajero TNI dengan truk pasir di Cibubur sempat ramai menjadi perbincangan.
Mobil dinas Pajero TNI tertimpa truk pasir diduga karena memotong jalan untuk berbalik arah. Sopir truk mengaku kaget karena mobil Pajero TNI tiba-tiba berbelok dan menyalakan sirine.
Kapuspen TNI Laksamana Muda TNI Kisdiyanto mengatakan, kecelakaan yang melibatkan mobil dinas TNI jenis Pajero itu terjadi pada Jumat (23/12/2022) sekitar pukul 05.30 WIB.
Saat kejadian, mobil Pajero yang dikemudikan oleh Brigjen TNI Eko Setyawan Airlangga belok ke kanan dengan maksud putar balik dan menyalakan lampu sen dan membunyikan sirene.
Akibatnya tindakan mobil Pajero tersebut, pengemudi truk yang akan menuju Cilengsih terkejut dan membanting stir ke kanan.
"Truk menabrak beton pembatas jalan dan mobil terguling sehingga menimpa mobil Mitsubhisi Pajero yang dikemudikan Brigjen TNI Eko Setyawan Airlangga," ujar Kisdiyanto.
Baca juga: Video Viral Pajero TNI Tertimpa Truk Pasir, Diduga Potong Jalur dan Bunyikan Sirine
Terkait kasus tersebut, bagaimana aturan penggunaan penggunaan sirene di jalan raya dan siapa saja yang berhak menggunakannya?
Aturan penggunaan sirine
Dikutip dari Kompas (26/3/2021), penggunaan lampu strobo dan sirene sudah diatur pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Dalam Pasal 134 UU LLAJ, disebutkan ada tujuh pengguna jalan yang memiliki hak utama. Kendaraan sipil atau berpelat nomor hitam tidak termasuk dalam pengguna jalan yang memiliki hak utama.
Selain itu, Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, penggunaan strobo dan sirene hanya diperuntukkan kendaraan yang sudah tercantum sesuai dengan Pasal 134.
Kendaraan itu antara lain pemeliharaan sarana dan prasarana umum, petugas kebersihan, dan petugas perbaikan jalan tol dengan warna kuning.
Lalu, kendaraan dinas Polri dengan warna biru.
“Sehingga, kalau ada kendaraan pelat hitam yang menggunakan rotator berarti itu menyalahi UU. Karena yang boleh menyalakan rotator itu adalah ketika mereka menggunakan kendaraan dinas,” ujar Sambodo dikutip dari NTMCPolri, Rabu (24/3/2021).
Larangan pemakaian sirine
Dalam Pasal 58 dijelaskan, setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan, dilarang memasang perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas.
Pemasangan perlengkapan yang dimaksud antara lain bumper tandung dan lampu menyilaukan.
Sementara Pasal 59 menyebutkan, kendaraan bermotor dapat dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene untuk kepentingan tertentu terdiri dari warna merah, biru, dan kuning.
Untuk lampu isyarat warna merah atau biru dan sirene, berfungsi sebagai tanda kendaraan bermotor yang memiliki hak utama.
Kendaraan yang berhak pakai sirine
Kendaraan bermotor yang memiliki hak utama dalam hal ini dijelaskan dalam Pasal 134. Mereka adalah:
- Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas
- Ambulans yang mengangkut orang sakit
- Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas
- Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia
- Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara
- Iring-iringan pengantar jenazah
- Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Polri
Sementara kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134, harus dikawal oleh petugas polisi dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru disertai dengan sirine, bunyi Pasal 135.
Selain itu, alat pemberi isyarat lalu lintas dan rambu lalu lintas juga tidak berlaku bagi kendaraan yang mendapatkan hak utama dalam Pasal 134.
Pidana dan denda
Apabila pengendara melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi kendaraan bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar, dapat dipidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000.
Sementara pengemudi kendaraan bermotor di jalanan yang dipasangi perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas, dapat dipidana dengan kurungan maksimal dua bulan atau denda maksimal Rp 500.000.