Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amoeba Pemakan Otak, Mungkinkah Jadi Pandemi dan Masuk ke Indonesia?

Baca di App
Lihat Foto
CDC
ilustrasi amoeba pemakan otak atau Naegleria fowleri.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com – Kasus infeksi amoeba pemakan otak atau Naegleria fowleri ramai menyedot perhatian publik.

Kasus nfeksi amoeba pemakan otak ini mencuat usai Korea Selatan melaporkan kematian pertama pada Senin (26/12/2022).

Dikutip dari HindustanTimes, pria berusia 50-an tahun yang meninggal karena amoeba pemakan otak ini terinfeksi setelah sebelumnya berada di Thailand.

Ia kemudian kembali ke Korsel, namun empat bulan setelahnya mengalami sejumlah gejala meningitis.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: 3 Negara Ini Catatkan Kematian akibat Amoeba Pemakan Otak, Bagaimana Indonesia?

Lantas, apakah infeksi amoeba pemakan otak ini berpotensi masuk ke Indonesia dan menjadi pandemi berikutnya?

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menjelaskan bahwa sebutan 'pemakan otak' tersebut bukan berarti amoeba tersebut benar-benar memakan otak.

“Hanya istilah saja (pemakan otak), karena patogen ini menyebabkan infeksi pada otak yang mengakibatkan pembengkakan hingga kematian. Bahkan kemungkinan kematiannya 90-97 persen,” ujar Dicky saat dihubungi Kompas.com, Jumat (30/12/2022).

Baca juga: Ramai soal Kasus Amoeba Pemakan Otak, Kemenkes: Belum Ada Laporan


Amoeba pemakan otak bukanlah penyakit baru

Dicky menyampaikan bahwa kasus Amoeba pemakan otak yang baru-baru ini ramai bukanlah penyakit baru.

Penyakit tersebut imbuhnya telah terdeteksi sejak 1980-an.

Selain itu menurutnya, amoeba ini merupakan patogen yang mudah didapatkan di seluruh dunia meskipun sifatnya spesifik didapatkan di danau, sungai hangat, serta di dasar laut.

Baca juga: 7 Gejala Terinfeksi Amoeba Pemakan Otak yang Perlu Diwaspadai

Saat disinggung terkait kemungkinan kasus amoeba pemakan otak tersebut akan menjadi pandemi berikutnya, pihaknya menilai kecil kemungkinannya. Pasalnya kasus infeksi amoeba tersebut tidak mudah menular.

“Walaupun fatalitasnya tinggi, tapi tak mudah menular. Umumnya terutama pada orang yang suka menyelam di kedalaman,” kata dia.

"Selain itu amoeba ini gampang mati karena kaporit, sehingga sebetulnya jika sanitasi air baik maka akan mudah untuk menghindarinya," sambungnya.

Baca juga: Mengenal Amoeba Pemakan Otak yang Menewaskan Satu Orang di Korsel

Masyarakat diminta tidak perlu terlalu khawatir

Oleh karena itu, pihaknya meminta masyarakat tidak perlu terlalu khawatir.

Terkait dengan kasus infeksi amoeba pemakan otak di Indonesia, menurutnya hal tersebut mungkin saja terjadi.

Ada kemungkinan amoeba ini tidak terdeteksi karena keterbatasan Indonesia dalam pendeteksian.

Namun ia mengatakan, kemungkinan kejadian tersebut kecil.

Sejauh ini, hanya ada beberapa negara di ASEAN yang mendeteksi, yakni Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Baca juga: 7 Gejala Terinfeksi Amoeba Pemakan Otak yang Perlu Diwaspadai

Pencegahan

Untuk pencegahan, pihaknya meminta seseorang yang biasa berenang atau menyelam di danau, sungai, atau laut untuk tidak lupa mengenakan pelindung hidung.

Selain itu, Dicky juga mengingatkan agar tidak menggali-gali dasar danau, sungai, atau laut karena lokasi amoeba tersebut berada di sana.

Ia juga mengingatkan agar mandi yang bersih ketika sehabis melakukan aktivitas di sungai dan laut.

“Kalau ada gejala demam atau apa pun dan punya riwayat menyelam, harus ke dokter walaupun kasus amoeba pemakan otak ini kasus yang jarang,” terangnya.

 

Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadi Tarmizi menyampaikan, belum ada temuan infeksi amoeba pemakan otak di Indonesia.

"Sampai saat ini belum ada laporan dari fasilitas kesehatan maupun organisasi profesi yang melaporkan adanya kasus ini," katanya, Kamis (29/12/2022).

Baca juga: Kenali Penyebab dan Gejala Pendarahan Otak seperti yang Dialami Indra Bekti

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi