Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

184 Pengungsi Rohingya Kembali Terdampar di Aceh, Siapa Mereka?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/DASPRIANI Y. ZAMZAMI
184 imigran rohingya kembali terdampar di perairan Aceh Besar. Mereka terdampar di Pantai Kuala Gigieng, Aceh Besar, Minggu (8/1/2023) siang. dari 184 pengungsi sebanyak 75 orang diantaranya perempuan dewasa, dan satu diantaranya dilaporkan tengah hamil.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Kelompok Rohingya kembali terdampar di perairan Aceh, tepatnya di Pantai Kuala Gigieng Lamnga, Kecamatan Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar.

Kabid Humas Polda Aceh Kombes Joko Krisdiyanto mengatakan, jumlah imigran yang terdampar pada Minggu (8/1/2023) siang ini sebanyak 184 jiwa.

"Hasil penghitungan bersama yang disaksikan pihak UNHCR, IOM, TNI, dan instansi terkait lainnya, jumlah mereka yang terdampar adalah 184 orang," kata Joko, seperti diberitakan Kompas.com, Minggu.

Terdamparnya kelompok Rohingya di Aceh bukan kali pertama ini terjadi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan Kompas.id, Rohingnya pertama kali mendarat di Aceh pada 2011. Kala itu, warga setempat menyebut mereka sebagai manusia perahu.

Kendati demikian, gelombang Rohingnya terus tiba hingga awal 2023. Tercatat, sudah belasan kali mereka masuk ke Aceh dengan total penumpang 1.802 orang sejak 2011.

Lalu, siapa itu Rohingya?

Baca juga: Lagi, Imigran Rohingya Terdampar di Aceh Besar

Siapa itu Rohingya?

Rohingya adalah kaum minoritas Muslim yang sebagian besar tinggal di negara bagian Rakhine, Myanmar.

Dilansir dari Kompas.com (28/12/2022), mereka memiliki bahasa dan budaya sendiri, berbeda dari orang Myanmar yang hampir 90 persen beragama Buddha.

Secara fisik dan budaya, etnis Rohingya lebih mirip orang-orang Bangladesh dan India daripada dengan Suku Bamar, kelompok etnis terbesar di Myanmar.

Menurut catatan beberapa sumber, Rohingya adalah keturunan pedagang dan tentara Arab, Turki, atau Mongol.

Pada abad ke-15, keturunan pedagang dan tentara itu disebut bermigrasi ke negara bagian Rakhine.

Selama berabad-abad, pedagang Muslim pun berbaur dengan para pendatang dari Bangladesh dan India, hingga membentuk etnis Rohingya.

Selama itu pula, mereka sebagai kelompok Muslim minoritas, hidup damai di wilayah Rakhine bersama umat Buddha.

Baca juga: Mengapa Rohingya Dibenci di Myanmar?

Asal mula konflik Rohingya

Konflik antara etnis Rohingya dengan penduduk asli Myanmar mulai terjadi pada akhir abad ke-18, saat Inggris datang dan menjadikan Myanmar sebagai koloni.

Kala itu, orang-orang India yang turut menjadi jajahan Inggris berdatangan ke Myanmar untuk bekerja. Namun, terkesan "merampas" hak-hak orang Myanmar.

Hal ini membuat orang Myanmar merasa dijajah dua kali, yakni oleh Inggris dan orang-orang India yang secara fisik mirip etnis Rohingya.

Pada masa Perang Dunia II antara 1939 sampai 1945, banyak Muslim Rohingya yang direkrut Inggris menjadi tentara.

Mereka beradu dengan umat Buddha Myanmar yang bersekutu dengan Jepang.

Saat Inggris berhasil diusir Jepang pada 1942, etnis Rohingya di Rakhine kemudian menjadi sasaran kemarahan orang Myanmar.

Pasalnya, etnis Rohingya dianggap sebagai sekutu Inggris. Ditambah dengan penampilan fisik yang mirip orang India, membuat mereka terjebak dalam sasaran kebencian orang Myanmar.

Orang Rohingya pun dipandang sebagai imigran ilegal yang dibawa Inggris dari India dan Bangladesh.

Baca juga: Polisi Tangkap Kapal Kayu Penyelundup 28 Warga Rohingya ke Sumut

Tak dianggap warga negara

Pada 1947, seiring kelahiran konstitusi baru di Myanmar, etnis Rohingya sempat diberi hak hukum dan suara penuh.

Namun, kudeta militer Myanmar di 1962 berujung pada era baru penindasan.

Dikutip dari Kompas.com (29/3/2022), diskriminasi etnis Rohingya memuncak saat pemerintah Myanmar menghapus etnis Rohingya dari daftar etnis dan ras negaranya.

Penghapusan ini terlihat dari disahkannya Undang-Undang Kewarganegaraan Burma 1982. Myanmar memiliki 135 etnis, dan Rohingya tidak termasuk dalam daftar etnis tersebut.

Pembantaian etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine merupakan hasil dari transformasi politik negara itu saat ini.

Penganiayaan yang mengarah pada genosida dibuktikan oleh Operation King Dragon atau Operation Naga Min 1978, yakni upaya deportasi guna pembersihan etnis terhadap ratusan ribu masyarakat Rohingya.

Tidak adanya status kewarganegaraan menyebabkan etnis Rohingya tak berada dalam perlindungan suatu negara.

Tindakan represif dari pemerintah Myanmar selama beberapa tahun terakhir turut mendorong Rohingya untuk mencari suaka ke negara-negara lain.

Dengan menggunakan kapal seadanya berisi puluhan hingga ratusan jiwa, mereka pun mengarungi samudra untuk mencari perlindungan.

(Sumber: Kompas.com/Faustina Auria | Editor: Serafica Gischa, Widya Lestari Ningsih)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi