Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 15 Feb 2022

Silvanus Alvin adalah dosen di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan penulis buku Komunikasi Politik di Era Digital: dari Big Data, Influencer Relations & Kekuatan Selebriti, Hingga Politik Tawa.

Partai Digital di Indonesia, Mungkinkah?

Baca di App
Lihat Foto
PIXABAY/LARS PETER WITT
Ilustrasi partai politik.
Editor: Egidius Patnistik

ERA digital saat ini memungkinkan suara dari tiap individu didengar. Contoh yang sering ditemui sehari-hari adalah orang memberi tanggapan atau menyatakan tingkat kepuasan (bersuara) setelah menikmati layanan jasa aplikasi daring. Ketika puas dengan layanan tertentu maka aplikasi seperti ojek daring akan mendapat rating bintang lima.

Namun sebaliknya, bila ada ketidakpuasan, maka tidak segan-segan rating bintang satu diberikan, plus komentar pedas. Baik atau buruk, suara tersebut akan terekam dan menjadi bahan pertimbangan bagi individu lain yang akan menggunakan layanan itu.

Situasi demikian, rasanya perlu diterapkan di ranah politik. Suhu politik di Indonesia sudah terasa "panas". Publik sudah mengetahui partai mana saja yang akan berkompetisi di Pemilu 2024 mendatang. Pemilu pun kerap diibaratkan sebagai pesta demokrasi.

Baca juga: Mayoritas Masyarakat Belum Tahu, Kenali 24 Partai Politik Peserta Pemilu 2024

Nah, pesta ini ditujukan kepada siapa? Rakyat sebagai pemegang hak suara kadangkala hanya dipandang sebagai obyek politik. Suara mereka diperebutkan tiap lima tahun. Bahkan, ada yang tidak mengenal politisi yang dipilihnya. Sudah tidak kenal, tidak tahu pula cara berkomunikasi dengan mereka. Lantas, pesta untuk siapa?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkembangan teknologi komunikasi yang masif saat ini tentunya harus dimanfaatkan tidak hanya oleh partai atau politisi, tetapi juga melibatkan rakyat secara menyeluruh.

Pertanyaan berikutnya, bagaimana caranya? Jawaban paling sederhana yang bisa ditawarkan adalah transformasi partai-partai politik saat ini menjadi partai digital.

Partai Digital

Dr Paolo Gerbaudo dari King College London adalah pencetus konsep partai digital, partai yang tidak sekadar mengadopsi digitalisasi teknologi komunikasi. Ketika partai politik memiliki media sosial, belum bisa disebut partai politik.

Ide utama dari partai digital adalah menghadirkan partai yang menjunjung dan menerapkan filosofi digital baik dalam komunikasi internal maupun eksternalnya, dengan mengedepankan transparansi, disintermediasi, interaktif, mudah beradaptasi, dan respon cepat.

Baca juga: Optimalisasi Kerja Partai lewat Dunia Digital, PDI-P Luncurkan Aplikasi MPP Jelang HUT ke-50

Secara sederhana, partai digital berpusat pada partisipasi internal (anggota partai) serta eksternal (rakyat). Pola pikir partai digital harus progresif. Teknologi komunikasi tidak sebatas alat kampanye, melainkan harus menjadi medium untuk peningkatan kultur politik yang lebih demokratis.

Partai digital sudah hadir di Barat. Antara lain adalah Pirate Parties dari Swedia, the Five Star Movement dari Italia, the France Insoumise dari Prancis, Momentum dari Inggris, dan Podemos dari Spanyol.

Kehadiran partai digital itu berkaitan erat dengan keberadaan generasi muda, terutama dari kelompok milenial dan gen-z. Kedua kelompok ini memang punya karakteristik umum yang beririsan. Misalnya saja, kelompok ini memiliki pola pikir pragmatis, idealis, dan memiliki kecenderungan konfrontatif atau berani berdebat.

Keberanian untuk konfrontatif itu tidak lepas dari fenomena online all the time, di mana ada ketergantungan dari kedua kelompk tersebut untuk mencari tahu informasi baru secara daring. Hal ini berimplikasi pada level edukasi yang masuk dalam kategori mumpuni, karena mampu mengoperasikan teknologi komunikasi di atas level minimum.

Dalam buku The Digital Party: Political Organisation and Online Democracy, Gerbaudo (2019) menjelaskan, partai digital diminati generasi muda (generasi milenial dan gen-z). Salah satu daya tarik adalah inklusivitas yang tinggi, struktur organisasi ramping, dan minim birokrasi.

Pemikat lainnya adalah partai digital tidak terbangun dari ideologi tertentu. Sebaliknya, semangat pergerakan berasal atas isu per isu yang dirasakan penting untuk direspon. Dan, yang menjadi pembeda adalah keputusan untuk merespon isu tertentu berasal dari hasil penyerapan suara. Bisa dibilang ada referendum mini dalam tiap pengambilan keputusan.

Mungkin hal ini belum lazim di Indonesia, karena mayoritas partai politik lahir dari ideologi dan hidup hingga saat ini demi memperjuangkan ideologi masing-masing.

PSI Menuju Partai Digital

Dalam penelitian yang penulis lakukan, salah satu partai politik di Indonesia yang punya visi, semangat, serta potensi untuk menjadi partai digital adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Namun, perlu ditegaskan, PSI belum menjadi partai digital sepenuhnya.

Pasca-pemilu 2019, PSI meluncurkan Aplikasi Solidaritas dengan tujuan utama mendekatkan para anggota dewan terpilih mereka dan konstituen.

Aplikasi tersebut memiliki enam fungsi utama, yaitu memantau jadwal kerja anggota legislatif PSI; mengikuti kegiatan anggota PSI; menyampaikan aduan kepada anggota legislatif PSI; memberikan masukan yang berkaitan dengan fungsi, tugas dan wewenang anggota legislatif PSI dalam hal legislasi, anggaran dan pengawasan seperti pembahasan RAPBD, Raperda dan lainnya; memberikan penilaian terhadap kinerja anggota legislatif PSI; dan melaporkan anggota legislatif PSI yang tidak bekerja dengan baik.

Baca juga: PSI Anggap Sistem Proporsional Tertutup Khianati Demokrasi Rakyat

Fitur di atas memang masih disesuaikan untuk level daerah karena PSI belum memenuhi syarat masuk ke Senayan.

Dari fitur-fitur yang tersedia di Aplikasi Solidaritas itu, fitur penilaian kinerja anggota dewan menarik perhatian. Hal ini penting bagi konsituten, bagi rakyat, agar berani mengapresiasi maupun memberi sanksi kepada anggota dewan.

Dari sisi anggota dewan, maka rating tersebut dapat menjadi penyemangat bila diberi rating baik atau pecutan agar bekerja lebih baik lagi bila ratingnya kurang baik. Sementara, dari sisi rakyat, ada data yang jelas untuk mengetahui sepak terjang dari anggota dewan tertentu.

Selain itu, fitur yang tidak kalah menarik adalah laporan pengaduan. Beberapa jurnal akademis telah meriset bahwa anggota DPR responsif dalam menyerap aspirasi masyarakat. Langkah positif itu bisa semakin apik bila laporan pengaduan bisa dilakukan dari gawai pintar tiap individu.

Tiap laporan pun sepatutnya memakai sistem ticketing. Dengan demikian, bisa diketahui sejauh mana laporan tersebut direspon.

Laporan dari sebuah kantor agensi digital Galactic Fed, salah satu tren digital 2023 adalah personalisasi. Dua fitur dari Aplikasi Solidaritas di atas tentunya bermuara pada personalisasi.

Personalisasi ini penting terutama dalam merawat hubungan politik dan generasi muda bangsa, di mana politik itu harus bisa dijangkau dari layar sentuh gawai pintar mereka.

Visi dan semangat PSI menuju partai digital sudah ada, tapi kembali dalam hasil penelitian saya bahwa partai tersebut belum menjelma sebagai partai digital. Faktor utama yang menjadi penghambat adalah keterbatasan dana.

Komunikasi Politik Akan Bisa Lebih Bakk

Partai-partai politik lainnya di Indonesia, perlu mengadopsi langkah PSI. Memang sudah ada beberapa partai yang memiliki aplikasi seperti Nasdem, Golkar, dan Perindo. Harus diakui perlu ada kajian tersendiri secara mendalam untuk menentukan apakah partai-partai tersebut sudah memasukkan roh partai digital di dalamnya.

Komunikasi politik di Indonesia barangkali bisa lebih baik bila partai politik mencoba untuk mengadopsi semangat partai digital.

Kinerja partai politik akan lebih dituntut untuk transparan. Partisipasi masyarakat, terutama dari generasi muda, akan lebih tinggi. Tidak hanya itu, ada rasa keterikatan secara emosional terhadap kebijakan karena tiap kebijakan melibatkan para anggotanya.

Sudah saatnya partai digital dihadirkan di Indonesia, mungkinkah (atau maukah)?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi