KOMPAS.com - Wacana jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP) bakal diterapkan di 25 jalan di ibu kota sesuai usulan Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Penerapan jalan berbayar elektronik itu dimaksudkan untuk mengurai kemacetan ibu kota.
Wacana yang diharapkan dapat diujicobakan mulai 2023 ini tercantum dalam draf Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas secara Elektronik.
Kendati demikian, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan bahwa rancangan tersebut masih mentah.
"Rancangan itu baru berupa usulan saja, jadi belum menjadi sebuah regulasi atau peraturan daerah (perda)," tuturnya, dilansir dari Kompas.com, Selasa (10/1/2023).
Baca juga: Akan Diterapkan Mulai 2020, Apa Itu ERP?
Lalu, apakah penerapan jalan berbayar ini efektif untuk mengurai kemacetan?
Penjelasan pengamat transportasi
Pakar transportasi Universitas Indonesia (UI) Tri Cahyono mengatakan bahwa penerapan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) bisa menjadi salah satu upaya untuk mengurai kemacetan di Jakarta.
Hanya saja, hal itu bisa terjadi apabila Pemprov DKI mengalokasikan uang penerimaan ERP untuk investasi angkutan publik.
"Baru akan efektif bila uang penerimaan erp diinvestasikan ke angkutan publik sehingga handal, terjangkau serta aman dan selamat," tutur Tri, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (11/1/2023).
Baca juga: Mengenal Apa Itu Sistem MLFF di Jalan Tol dan Bagaimana Nasib E-Toll?
Baca juga: Ramai soal Pelecehan Penumpang Pria di TransJakarta, Ini Kronologinya
Beralih ke transportasi umum
Pasalnya, hal tersebut dapat mendorong masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.
Dengan begitu, tingkat kemacetan di ibu kota bisa teratasi.
Hal serupa juga disampaikan oleh Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno.
"ERP itu menjadi salah satu instrumen untuk mengatasi dan pergerakan pribadi, baik itu sepeda motor atau mobil," jelasnya kepada Kompas.com, Rabu (11/1/2023).
Sejauh ini Pemprov DKI telah melakukan beberapa upaya untuk mengurai permasalahan ibu kota itu, misalnya dengan penerapan ganjil genap dan beberapa aturan lainnya.
Djoko mengatakan, melalui penerapan ERP Pemprov DKI bisa mendapatkan sejumlah uang.
"Nah, uangnya untuk apa nanti? Ya bisa untuk subsidi angkutan umum. Jadi tidak hanya mengandalkan dari APBD tapi bisa dari pengguna transportasi pribadi," papar dia.
Baca juga: Jakarta Akan Terapkan ERP, Bagaimana Skema Jalan Berbayar di Negara Lain?
Pull and push strategy
Menurut Djoko, wacana penerapan ERP di Jakarta ini bisa menjadi strategi untuk mengatasi permasalahan transportasi kota yang sering dikenal dengan pull and push strategy.
"Pull-nya menyediakan public transportation, jalur sepeda, kemudian pedestriannya," kata Djoko.
"Nah, push-nya untuk mendorong orang agar beralih (dari kendaraan pribadi ke transportasi publik). ERP salah satunya," imbuh dia.
Selain penerapan ERP, push strategy bisa dilakukan melalui sejumlah aturan, misalnya pajak kendaraan pribadi, biaya parkir hingga kewajiban memiliki garasi.
Baca juga: Mulai Ramai, Ini Penjelasan Kapan ERP Jakarta Diterapkan
Diterapkan di beberapa negara dan efektif
Penerapan ERP di DKI Jakarta bukan menjadi hal baru.
Sebelumnya, beberapa negara seperti Singapura dan Hong Kong juga telah menerapkan hal yang sama.
Di Singapura misalnya, Djoko mengungkapkan bahwa penerapan ERP di negara tersebut efektif.
"Sampai sekarang masih diberlakukan, berarti efektif," ucapnya.
Baca juga: Video Viral Pemotor di Grobogan Berubah Hitam Pekat Usai Terperosok Comberan, Diduga Bonceng Tiga
Pelaksanaan dan usulan tarif ERP
Sistem ERP ini diharapkan dapat diterapkan pada waktu tertentu mellaui studi berdasarkan kondsi jalan dan lalu lintas.
Hal itu sebagaimana tertulis pada Pasal 10 Ayat (1).
"Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik pada Kawasan Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik diberlakukan setiap hari dimulai pukul 05.00 sampai dengan pukul 22.00 WIB," demikian bunyi Pasal 10 Ayat (1) dalam raperda tersebut.
Namun, pada Ayat (2) dijelaskan dalam kondisi tertentu, gubernur dapat memberikan persetujuan untuk sementara waktu tidak memberlakukan ERP sebagaimana yang dimaksud dalam Ayat (1).
Baca juga: Sejarah Jagorawi, Jalan Tol Pertama di Indonesia Dibuka 9 Maret 1978
Menurut Syafrin Liputo, besaran tarif ERP yang diusulkan sebsar Rp 5.000 sampai Rp 19.000.
"Ada rincian kemarin, kalau enggak salah, di angka Rp 5.000-Rp 19.000. Akan di antara angka itu," tutur Syafrin kepada Kompas.com, Selasa (10/1/2023).
Kendati demikian, Dishub DKI Jakarta bakal menyesuaikan tarif usai peraturan berkait ERP disahkan.
Baca juga: Mengenal ERP atau Jalan Berbayar Elektronik, Daftar Jalan yang Diterapkan hingga Tarifnya
Daftar jalan yang termasuk ERP
Diberitakan Kompas.com, Selasa (10/1/2023), terdapat 25 jalan yang kemungkinan akan diberlakukan sistem jalan berbayar, berikut rinciannya:
- Jalan Pintu Besar Selatan
- Jalan Gajah Mada
- Jalan Hayam Wuruk
- Jalan Majapahit
- Jalan Medan Merdeka Barat
- Jalan M Husni Thamrin
- Jalan Jend Sudirman
- Jalan Sisingamangaraja
- Jalan Panglima Polim
- Jalan Fatmawati (Simpang Jalan Ketimun 1-Simpang Jalan TB Simatupang)
- Jalan Suryopranoto
- Jalan Balikpapan
- Jalan Kyai Caringin
- Jalan Tomang Raya
- Jalan Jend S Parman (Simpang Jalan Tomang Raya-Simpang Jalan Gatot Subroto)
- Jalan Gatot Subroto
- Jalan MT Haryono
- Jalan DI Panjaitan
- Jalan Jenderal A Yani (Simpang Jalan Bekasi Timur Raya-Simpang Jalan Perintis Kemerdekaan)
- Jalan Pramuka
- Jalan Salemba Raya
- Jalan Kramat Raya
- Jalan Pasar Senen
- Jalan Gunung Sahari
- Jalan HR Rasuna Said.
Dikutip dari Kompas.com, Senin (9/1/2023), penerapan ERP ditargetkan bisa dimulai pada 2023 dan diujicobakan ke titik tertentu seperti Bundaran HI sepanjang 6,12 kilometer.
Baca juga: Jakarta Akan Terapkan ERP, Bagaimana Skema Jalan Berbayar di Negara Lain?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.