Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentara Nasional Indonesia
Bergabung sejak: 17 Mei 2022

Indonesian Air Force Officer, and International Relations Enthusiast

Urgensi Peran Aktor Nonpemerintah dalam Proses Resolusi Konflik

Baca di App
Lihat Foto
Dok Humas Polres Pegunungan Bintang
Puluhan warga Oksibil mengungsi ke Jayapura. Tampak beberapa warga sedang menaiki Pesawat CN TNI AU di Bandara Oksibil, Pegunungan Bintang, Papua Pegunungan, Jumat (1/1/2023)
Editor: Egidius Patnistik

PADA situasi konflik berskala besar, negara seringkali mengambil peran paling dominan untuk proses penyelesaiannya. Dalam situasi konflik di Papua saat ini, misalnya, peran negara terasa sangat mendominasi. TNI-Polri merupakan aktor paling aktif yang menjadi representasi negara di tengah konflik masyarakat Papua.

Tentu merupakan suatu kewajiban bagi negara untuk hadir dalam setiap penyelesaian konflik di tengah masyarakat, karena memang sudah tertuang dalam Undang-Undang Dasar, "demi terciptanya perdamaian dan ketertiban dunia".

Akan tetapi, di tengah dominasinya dalam setiap konflik, peran negara tidak selalu dapat muncul sebagai solusi penyelesaian konflik. Di Indonesia, hal ini setidaknya tercermin dari kondisi konflik Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB)  di Papua saat ini. Meskipun TNI-Polri aktif dalam menumpas gerakan-gerakannya, situasi keamanan di Papua tidak kunjung kondusif.

Baca juga: Perubahan Penanganan Konflik Papua Dinilai Jadi Batu Ujian Yudo Margono

Begitu pula yang terjadi saat konflik Timor Timur meletus tahun 1999 - 2001. Pendekatan penyelesaian konflik yang dilakukan negara saat itu dinilai kurang efektif.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena konflik yang telah terjadi maupun yang saat ini masih berlangsung di Indonesia sebenarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di dunia internasional. Sengketa antara Indonesia dengan Malaysia atas Pulau Sipadan dan Ligitan, misalnya, penyelesaiannya justru berakhir di Mahkamah Internasional.

Hal itu semakin menegaskan adanya keterbatasan peran negara dalam menyelesaikan berbagai permasalahan atas konflik teritorial.

Di Eropa, fenomena Perang Dingin dan runtuhnya Tembok Berlin yang memisahkan pengaruh Barat maupun Eropa Timur seakan menegaskan bahwa negara tidak mampu bertindak sendirian dalam mewujudkan perdamaian dunia, seperti yang diimpikan oleh masyarakat internasional.

Di Timur Tengah, di mana setiap konflik kerap kali didominasi oleh peran negara, aktor-aktor yang menjadi representasi bagi negara justru tidak muncul sebagai solusi. Terkadang, negara malah menjadi pemantik perseteruan baru di kawasan tersebut.

Konsep Multi Track Diplomacy

Bila negara terbukti tidak dapat mewujudkan kondisi damai secara kontinyu bagi masyarakat secara holistik, apakah metode alternatif, seperti pelibatan aktor informal, lebih efektif dalam proses resolusi konflik? Dalam perspektif ilmu hubungan internasional, setidaknya hal ini tercermin sebagai kritik bagi track one diplomacy, di mana berbagai aktor yang merepresentasikan peran negara seperti diplomat, negosiator negara, personel militer, maupun kepolisian, tidak cukup efektif dalam proses resolusi konflik.

Hal itu di kemudian hari melahirkan sebuah jalur baru bernama track two diplomacy. Dalam jalur baru itu, aktor nonpemerintah seperti akademisi, praktisi, maupun non-govermental organization (NGO), berperanan penting dalam proses diplomasi maupun negosiasi.

Istilah track two diplomacy pertama kali digagas Joseph V Montville tahun 1981. Dia menggambarkan suatu metode lain yang dapat dilakukan dalam proses diplomasi selain oleh aktor-aktor formal negara.

Adapun berbagai kegiatan dalam ranah track two diplomacy berfungsi untuk mengurangi tensi ataupun segala bentuk kekerasan dalam konflik, membuka komunikasi nonformal dan aspirasi dari pihak-pihak lain seperti kelompok masyarakat, akademisi, dan praktisi, serta memengaruhi pengambilan keputusan formal yang dilakukan aktor-aktor negara, sehingga menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan bagi seluruh pihak.

Dalam perkembangannya, keterlibatan berbagai unsur civil society dalam penyelesaian konflik menjadi semakin luas, sehingga kehadiran track two diplomacy saja dirasa tidak cukup. Hal inilah yang menjadi cikal bakal terlahirnya konsep multi track diplomacy.

Dalam konsep terbaru itu terdapat sembilan aktor yang merupakan perluasan dari aktor-aktor lain, sehingga dapat mendukung proses peacebuilding dalam resolusi konflik. Berbagai jalur dan metode yang dapat diterapkan dalam resolusi konflik pada konsep ini antara lain adalah melalui government, non-government (professionals), business, private citizens, researchers (educators), activists, religious actors, philanthropists (funding), serta media.

Pada kenyataanya, berbagai implementasi multi track diplomacy berhasil menawarkan jalan alternatif dan menghasilkan terobosan baru dalam proses resolusi konflik.

Salah satu kisah sukses dari aktor non-negara dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia yang paling terkenal tercatat pada peranan Komunitas Sant’Egidio, sebuah komunitas Katolik yang berkedudukan di Roma, Italia. Pencapaian terbesar komunitas tersebut adalah keberhasilannya dalam mediasi di Mozambik dan memotori lahirnya perjanjian perdamaian di negara tersebut pada 4 Oktober 1992 bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Baca juga: Diskriminasi hingga Pelanggaran HAM Dinilai Akar Masalah Papua yang Belum Tersentuh

Pencapaian itu sekaligus mengakhiri perang saudara yang telah terjadi di negara sebelah tenggara Benua Afrika tersebut selama kurun waktu 16 tahun.

Tahun 2014, Komunitas Sant'Egidio bahkan melakukan kerja sama dengan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah, untuk turut serta membantu mengakhiri konflik Bangsamoro di wilayah Mindanao, Filipina, yang telah terjadi selama puluhan tahun terakhir.

Tahun 2017, PBB akhirnya menjalin komunikasi dan kerja sama secara formal dengan Sant’Egidio atas berbagai pencapaian yang berhasil diraih komunitas tersebut.

Meskipun demikian, metode informal yang melibatkan civil society dalam proses penyelesaian konflik masih jauh dari kata sempurna. Tidak sedikit cerita kegagalan yang dialami oleh aktor-aktor informal dalam membantu mewujudkan perdamaian dan resolusi konflik di dunia.

Salah satu yang terkenal di Indonesia adalah kegagalan peran Henry Dunant Centre (HDC) dalam memfasilitasi proses perdamaian pada konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Akan tetapi, setidaknya pencapaian HDC dapat menjadi batu acuan bagi proses perdamaian selanjutnya.

Alhasil, prosesnya berhasil dilanjutkan dengan dibantu oleh NGO lain, yaitu Crisis Management Iniative (CMI) dari Martti Ahtisaari Centre.

Salah satu kelemahan HDC dalam memfasilitasi perundingan antara Pemerintah RI dengan GAM teridentifikasi dengan dilaksanakannya dialog justru di ruangan yang terpisah, tidak seperti CMI yang memfasilitasi perundingan di satu ruangan yang sama. 

Negara Perlu Kurangi Peran

Maka dari itu, dalam setiap proses penyelesaian konflik, agaknya pemerintah perlu mempertimbangkan untuk tidak mendominasi peran. Dominasi negara dalam resolusi konflik justru tidak akan memperluas cakrawala maupun cara pandang masyarakat terhadap konflik yang sedang berlangsung, serta tidak membuka kemungkinan ataupun alternatif solusi baru bagi penyelesaiannya.

Baca juga: Bisnis Senjata di Tengah Konflik Papua

Metode penyelesaian konflik oleh negara yang cenderung bersifat represif, seperti pengerahan personel militer maupun kepolisian secara kontinyu, tidak selalu menciptakan kondisi perdamaian yang sustainable.

Meski proses resolusi konflik akan semakin rumit ketika semakin banyak pihak yang terlibat didalamnya, semakin luasnya keterlibatan civil society akan mendekatkan berbagai pihak kepada perspektif solusi baru, yang turut membantu proses terwujudnya perdamaian.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi