KOMPAS.com - Hari ini 75 tahun yang lalu, atau tepatnya pada 17 Januari 1948, dilakukan penandatanganan naskah dari sebuah perjanjian penting pada masa pasca-kemerdekaan Republik Indonesia.
Perjanjian tersebut adalah Perjanjian Renville.
Disebut Renville karena sesuai dengan lokasi perundingan yang dilakukan di atas geladak Kapal USS Renville.
Kapal ini adalah kapal milik Angkatan Laut Amerika Serikat yang saat itu tengah berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta.
Dipilih karena dianggap sebagai tempat yang netral.
Baca juga: Sejarah Perjanjian Salatiga 17 Maret 1757: Tanah Mataram Terbagi Jadi 3 Kekuasaan
Sejarah perjanjian Renville
Berdasarkan laman Museum Perumusan Naskah Proklamasi, perundingan mulai dilakukan antara Indonesia dan Belanda pada 8 Desember 1947.
Delegasi Indonesia terdiri dari:
- Amir Sjarifuddin sebagai Perdana Menteri
- Mr Ali Sastroamidjojo dan Agus Salim sebagai Wakil
- Dr Leimena, Mr Latuharhary, juga Kolonel TB Simatupang sebagai anggota.
Sementara itu, delegasi Belanda dipimpin oleh Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo.
Baca juga: Kisah Juliane Koepcke, Terlempar dari Pesawat dan Terdampar di Hutan Amazon Selama 11 Hari
Pokok utama yang dibicarakan dalam perundingan itu terkait dengan wilayah kedaulatan Republik Indonesia.
Dalam kesempatan itu, selain terdapat perwakilan Indonesia dan Belanda sebagai dua pihak yang terlibat langsung, ada juga Komisi Tiga Negara (KTN) sebagai penengahnya.
KTN meliputi Amerika Serikat, Belgia, dan Australia.
Amerika Serikat dipilih atas persetujuan Indonesia dan Belanda, Belgia menjadi negara yang dihendaki Belanda, sementara Australia adalah pihak luar yang ditunjuk Indonesia.
Baca juga: Kisah Tiko Rawat Ibunya di Rumah Terbengkalai, Jual Perabot hingga Jadi Supir Tetangga
Hasil perundingan Renville
Berikut hasil dari perundingan di atas Kapal Renville, berdasarkan Arsip Nasional Republik Indonesia:
- Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan segera
- Republik Indonesia merupakan negara bagian dalam RIS
- Belanda tetap menguasai seliruh Indonesia sampai RIS terbentuk
- Wilayah Indonesia yang diakui Belanda hanya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera
- Wilayah kekuasaan Indonesalia dan Belanda dibatasi garis demarkasi yang disebut Van Mook. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur
- Uni Indonesia-Belanda dikepalai oleh Raja Belanda akan dibentuk
- Referendum untuk menentukan nasib wilayah di dalam RIS akan diadakan
- Pemilihan umum untuk membentuk Dewan Konstituante RIS akan diadakan.
Baca juga: Meninggal Dunia, Begini Kisah Perjalanan Hidup Sipon Istri Wiji Thukul
Selanjutnya, pada 17 Januari 1948, Perdana Menteri Amir Sjarifuddin menandatangani naskah perundingan tersebut dan sekarang dikenal sebagai Perjanjian Renville.
Perjanjian Renville menjadi tindak lanjut dari Perjanjian Linggarjati (1946) yang dilanggar oleh Belanda.
Dalam Perjanjian Linggarjati, disepakati wilayah de facto Republik Indonesia Serikat (RIS), tetapi Belanda tak menepatinya.
Belanda tetap meneruskan operasi militernya, bahkan bergerak ke Jawa dan Madura yang merupakan wilayah RIS.
Langkah Belanda ini dikenal dengan Agresi Militer Belanda I.
Bukan cuma Perjanjian Linggarjati yang dikhianati, Belanda juga mengingkari isi Perjanjian Renvile dengan melakukan serangan ke Ibu Kota Indonesia yang saat itu di Yogyakarta.
Serangan ini yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II.
Baca juga: Kisah Anisah Nurul Izzah, Sukses Turunkan Berat Badan dari 100 Kg Menjadi 54 Kg
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.