Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Penulis dan Konsultan Publikasi
Bergabung sejak: 4 Okt 2022

Penulis Buku diantaranya UN, The End..., Suara Guru Suara Tuhan, Bergiat pada Education Analyst Society (EDANS)

Jeritan Anak: Habis Etilen Glikol, Terbitlah Nitrogen Ngebul

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Mayapada
Ilustrasi anak sakit
Editor: Sandro Gatra

KASUS Gangguan Ginjal Akut Pada Anak (GGAPA) menjadi salah satu tragedi yang mewarnai perjalanan bangsa di sepertiga akhir tahun 2022.

Meskipun beberapa bulan sejak kasus ini mencuat, pemerintah berhasil menghentikan hadirnya kasus baru yang sebelumnya sempat sangat melaju. Tidak tanggung-tanggung, dampak dari kasus ini telah menyebabkan ratusan anak meninggal dunia.

Duka ini tentu tidak bisa disubtitusi dengan ‘sekadar’ memusnahkan obat yang terindikasi tercemar senyawa tertentu dan melahirkan para tersangka.

Pemerintah, dalam hal ini di antaranya Kementerian Kesehatan, BPOM, dan lembaga terkait harus menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk selalu optimal menjalankan fungsinya.

Mulai dari pencegahan, pengawasan, sampai pada titik akhir, yaitu hukuman yang memberikan efek jera.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keberadaan senyawa Etilen Glikol/Dietilen Glikol (EG/DEG) yang melebihi ambang batas pada obat-obatan yang dikonsumsi anak, menambah catatan kepiluan kita akan fakta hilangnya rasa kemanusian para pelaku.

Obat yang seharusnya berfungsi sebagai penyembuh, namun diubah khasiatnya sehingga menjadi pembunuh.

Hadirnya para pelaku ini — baik dilakukan secara sengaja atau tidak — bisa dicegah jika setiap jalur peredaran obatnya diawasi dengan baik. Bahkan pencegahannya bisa dimulai sebelum kehadiran bahan baku obat.

Artinya ketika kita saling abai dalam menjalankan fungsinya. Baik pemerintah, industri obat-obatan, serta masyarakat selaku konsumen.

Dapat dipastikan berdampak pada munculnya kasus-kasus baru yang sangat berpotensi merugikan masyarakat. Dan berujung maut kembali.

Pastinya belum reda kesedihan serta ingatan kita terkait nestapa GGAPA ini, sekarang keberlangsungan hidup anak-anak kita kembali terancam dengan hadirnya jajanan yang disensasikan dengan liquid nitrogen (nitrogen cair).

Kasus yang bermula dari laporan terkait adanya siswa SD mengalami keracunan usai menikmati jajanan yang mengepulkan asap tersebut masih menjadi perbincangan.

Pemerintah, meskipun terlambat (lagi), namun per 6 Januari 2023, telah mengeluarkan edaran tentang pengawasan terhadap penggunaan nitrogen cair pada produk pangan siap saji. Melalui edaran ini dijelaskan juga dampak nitrogen cair pada makanan yang dikonsumsi.

Di antara dampak tersebut adalah radang dingin dan luka bakar pada jaringan lunak, memicu kesulitan bernapas yang parah, dan menyebabkan tenggorokan terasa seperti terbakar.

Bahkan, dampak terparahnya bisa menyebabkan kerusakan internal organ tubuh. Akhirnya, bukan tidak mungkin akan menimbulkan korban jiwa.

Meskipun jumlah kasus yang dilaporkan tidak sebanyak kasus GGAPA, tetapi melihat realitas viral dan larisnya jajanan ini harus menjadi perhatian bersama untuk kemudian direspons segera. Sebelum semuanya terlanjur terlambat.

Apalagi jika dikorelasikan dengan kondisi masyarakat sebagaimana yang pernah dirilis tim jurnalisme data Kompas akhir tahun 2022 bahwa 68 persen tidak mampu mengonsumsi makanan bergizi.

Potret anak-anak yang demikian ini persis seperti pepatah ‘sudah jatuh tertimpa tangga pula.’ Organ-organ pencernaannya tidak hanya disusupi senyawa-senyawa berbahaya, ketahanan tubuh dan aktivasi otaknya bisa bertambah rapuh ketika asupan yang diberikan jauh dari standar gizi harian.

Padahal, di saat yang sama kita sedang berkoar membangun cita-cita besar. Melahirkan generasi emas, generasi cerdas dan berkarakter.

Oleh karena itu, dua hal ini harus segera disejalankan. Upaya untuk menciptakan anak-anak Indonesia agar terbebaskan dari asupan makanan yang berbahaya juga harus diiringi dengan usaha mencukupi gizi pangannya.

Selanjutnya, edukasi yang diberi harus disejalankan dengan pengawasan teratur. Himbauan saja tidak cukup, apalagi ketika kondisinya sudah darurat.

Perlu langkah-langkah taktis yang simultan dan berkelanjutan. Bukan hanya menunggu kasusnya datang.

Bayangkan saja, ketika ada perusahaan besar yang notabene karyawannya adalah orang-orang berpendidikan, tapi tetap saja kita masih kecolongan atas beredarnya obat-obatan yang tercemar zat berbahaya.

Nah, bagaimana dengan para penjual jajanan anak yang di antaranya memiliki pengetahuan terbatas tentang kandungan isi makanan yang dijualnya?

Begitu juga halnya dengan jajanan di sekolah. Jika di sekolah saja jajanan di kantin-kantin itu masih belum terverifikasi aman, bagaimana kita berharap jajanan yang terpajang di pinggir-pinggir jalan bisa menyehatkan?

Agaknya, pemerintah dengan segala kementerian atau lembaga terkaitnya sedang memiliki berjibun agenda kerja. Belum lagi ditambah kondisi tahun politik yang kadang banyak pesan-pesan politis harus ditunaikan.

Hingga, persoalan keamanan, kenyamanan, dan masa depan anak agak sedikit tersisihkan. Tertutupi oleh isu dan persoalan lain yang dianggap lebih prioritas dan prestisius.

Maka, di tengah kondisi yang demikian, sebenarnya kita masih memiliki harapan pada dua entitas yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan anak. Keluarga dan sekolah.

Selain terus berikhtiar untuk menyiapkan makanan bergizi di rumah, sudah saatnya para orangtua menjadi role model bagi anak-anaknya untuk tidak terjebak dengan gaya hidup yang di antaranya berwujud pada menu-menu makanan.

Mengikuti atraksi-atraksi dalam melahap makanan kekinian. Tidak peduli santapannya itu miskin gizi dan membawa bibit penyakit.

Membangun kebiasaan untuk menjaga keamanan pangan memang sulit. Tidak hanya cukup dengan memahami paparan teori saja.

Menghadapi iklan-iklan fantastis yang hadir di layar kaca, tampilan foto dan video yang mendeskripsikan kelezatan di berbagai akun media sosial, sampai pada hadirnya diskon-diskon khusus untuk para pembeli. Semua ini menjadi tantangan untuk kita berkata tidak.

Sementara itu, sekolah juga jangan menunda untuk mengambil langkah agar melakukan asesmen terhadap kantin-kantinnya.

Silih berganti kasus-kasus keracunan massal akibat jajanan sekolah jangan dianggap hal yang wajar. Pengelolaan kantin sekolah jangan sampai terjebak pada obsesi untung rugi semata.

Kantin sekolah jangan dipisahkan dari bagian pembelajaran yang berlangsung di sekolah. Ketika di kelas anak-anak itu diajarkan menu empat sehat lima sempurna, kantin-kantin sekolahlah yang menjadi medium untuk menyajikan contoh menu-menu sehat tersebut.

Harapannya, dengan kolaborasi aktif antara sekolah dan orangtua bisa menumbuhkan keseharian anak-anak yang bebas dari santapan tidak sehat serta membahayakan.

Kalau bukan kita yang peduli, berharap sama siapa lagi?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi