KOMPAS.com - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, revitalisasi Lokananta di Solo akan selesai pada Juni 2023.
"Targetnya Juni mendatang, wajah baru Lokananta sudah bisa dinikmati masyarakat dan menjadi salah satu obyek wisata andalan Solo," kata Erick kepada Kompas.com, Sabtu (21/1/2023).
Setelah revitalisasi yang mulai pada Agustus 2022 ini rampung, Lokananta akan menjadi tempat pagelaran konser musik setiap bulannya.
Bahkan, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjelaskan, revitalisasi Lokananta berdampingan dengan penyelenggaraan konser-konser musik.
"Dari besok Minggu kemudian bulan-bulan depan akan ada terus konser-konser di puing-puing yang direvitalisasi," kata Gibran, pada Jumat (25/11/2022).
Lantas, apa itu Lokananta yang saat ini tengah direvitalisasi?
Baca juga: Revitalisasi Lokananta Solo, Ganjar dan Gibran Kompak Hidupkan Destinasi Wisata Baru
Studio musik pertama Indonesia
Lokananta adalah salah satu tempat bersejarah yang ada di Kota Solo, tepatnya di Jalan Ahmad Yani Nomor 379 A, Kerten, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Berada di atas lahan seluas 21.150 meter persegi, Lokananta didirikan pada 29 Oktober 1956 oleh Raden Maladi, Kepala Jawatan Radio Republik Indonesia (RRI).
Tak sendiri, Oetojo Soemowidjojo dan Raden Ngabehi Soegoto Soerjodipoero turut serta dalam pendirian studio musik ini.
Dilansir dari Kompas.com (27/8/2022), ada sekitar 53.000 keping piring hitam dan 5.670 master rekaman bersejarah yang tersimpan di Lokananta saat ini.
Dari sekian ribu rekaman tersebut, termasuk suara asli Soekarno saat membacakan teks proklamasi.
Baca juga: Revitalisasi Selesai April 2023, Lokananta Bakal Jadi Sentra Kreativitas dan Wisata Unggulan Solo
Lokananta dalam bahasa Sansekerta memiliki arti gamelan dari khayangan yang bersuara merdu.
Pembangunan studio ini sendiri bertujuan merekam materi siaran dalam bentuk piringan hitam untuk disiarkan oleh 26 stasiun RRI seluruh Indonesia.
Merujuk Lokananta Arsip Sejarah Musik Indonesia yang Terlupakan (2019) karya Gading Pramu Wijaya, pihak RRI pada 1958 mulai menjual produksi piringan hitam berupa lagu-lagu daerah kepada masyarakat umum dengan merek dagang Lokananta.
Koleksinya, termasuk musik gamelan dari Jawa, Bali, Sunda, musik Batak, serta lagu-lagu rakyat (folklore) yang tidak pernah diketahui siapa penciptanya.
Adapun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 215 Tahun 1961, Studio Lokananta berubah status menjadi perusahaan negara dengan nama baru Perusahaan Negara (PN) Lokananta.
Bidang usaha Lokananta pun semakin luas, yakni menjadi label rekaman yang berfokus pada karya lagu daerah dan pertunjukan seni, serta penerbitan buku dan majalah.
Baca juga: Mengenal Masjid Raya Sheikh Zayed Solo, Hadiah dari UEA untuk Indonesia
Rekaman untuk musisi sejak Asian Games 1962
Para musisi di Tanah Air mulai melakukan rekaman di Lokananta saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games IV pada 15 Agustus 1962.
Kala itu, sejumlah lagu daerah seperti "Rasa Sayange" dinyanyikan musisi lokal dan direkam dalam piringan hitam, kemudian dibagikan sebagai cendera mata.
Sejak itu, Lokananta pun mulai memberanikan diri memproduksi piringan hitam dari musisi terkenal, seperti Waldjinah, Titiek Puspa, Bing Slamet, Sam Saimun, dan maestro jazz Buby Chen.
Waldjinah tercatat sebagai musisi pertama yang merekam suaranya di Lokananta pada 1959.
Saat itu, ia membawakan lagu "Kembang Katjang" karya Gesang Martohartono alias Gesang, sang legendaris, pencipta Bengawan Solo.
Lokananta juga ikut merekam "Bengawan Solo" dan beberapa ciptaan Gesang lain, seperti "Jembatan Merah" dan "Sapu Tangan".
Baca juga: Profil Masjid Raya Al Jabbar, Disebut sebagai Ikon Baru Jawa Barat
Dikelola PNRI, berubah menjadi museum musik
Dikutip dari Kompas.com (31/12/2021), pengelola sekaligus pemilik dari Lokananta Solo adalah Perum Percetakan Negara RI atau PNRI.
PNRI sendiri merupakan sebuah BUMN yang bergerak di bidang percetakan dan penerbitan.
Sebelum dikuasai PNRI, aset Lokananta sempat berada di bawah pemerintah pusat melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika.
PNRI mengelola Lokananta sebagai PNRI Cabang Surakarta sejak 2004 setelah PN Lokananta dilikuidasi pemerintah pada 2001.
Lokananta saat ini menjadi salah satu obyek tujuan wisata di Surakarta, setelah difungsikan sebagai museum musik.
Di sana, pengunjung bisa melihat koleksi mesin-mesin yang pernah digunakan untuk duplikasi kaset audio, VHS, mesin pemotong pita kaset, hingga pemutar piringan hitam.
Mayoritas mesin di Lokananta merupakan produksi era 1960 sampai 1990.
Ada pula alat-alat perekam lawas yang tidak lagi terpakai, tetapi masih dirawat dengan baik, seperti konsol musik yang hanya ada dua di dunia, satu di Lokananta dan satu lagi di London, Inggris.
(Sumber: Kompas.com/Editor: Rachmawati, Muhammad Idris)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.