Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pegawai Negeri Sipil
Bergabung sejak: 22 Jan 2023

Pemerhati masalah lingkungan dan sumber daya air

Banjir Tak Harus Jadi Bencana Rutin Tahunan

Baca di App
Lihat Foto
PIXABAY/J LLOA
Ilustrasi banjir.
Editor: Egidius Patnistik

SENSUS penduduk tahun 2020 mencatat, jumlah penduduk Indonesia 270,2 juta jiwa, meningkat 32,56 juta dibandingkan hasil sensus penduduk 2010. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, dari jumlah tersebut 56,7 persen tinggal di perkotaan, dan diprediksi akan terus meningkat pada tahun 2035 menjadi 66,6 persen.

Ada resonansi antara pertumbuhan jumlah penduduk di wilayah perkotaan dengan peningkatan potensi terjadinya banjir. Tahun 2022, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sedikitnya 1.500 peristiwa banjir di seluruh wilayah Indonesia.

Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan mengakibatkan kebutuhan lahan permukiman dan lahan untuk aktivitas sosial ekonomi lainnya meningkat. Akhirnya, banyak lahan hijau yang dikonversi menjadi kawasan terbangun.

Baca juga: Pemkot Semarang Segel Enam Bangunan yang Bisa Menyebabkan Bencana Banjir

Konsekuensinya, daya resap air ke dalam tanah menjadi jauh berkurang. Air yang seharusnya meresap ke dalam tanah, akan mengalir di permukaan tanah, masuk ke saluran drainase, dan akhirnya ke sungai. Debit aliran sungai pun meningkat dibandingkan waktu-waktu sebelumnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di wilayah hilir, debit sungai yang terlalu besar dapat melebihi kapasitas alir sungai atau saluran sehingga meluap dan terjadi banjir. Menjadi tugas pemerintah daerah untuk mengelola wilayahnya dengan merencanakan dan melaksanakan program yang dapat mengurangi risiko banjir.

KZDQ, Sistem Menahan Air Hujan

Bangunan pengendali banjir perlu terus dilengkapi dengan memperhitungkan perlindungan kawasan permukiman dan kawasan aktivitas sosial dan ekonomi lainnya. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengurangi debit banjir adalah dengan menahan air hujan di lokasi di mana hujan terjadi.

Untuk itu, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) telah mengatur Kebijakan Zero Delta Q (KZDQ). Di dalam penjelasan Peraturan itu disebutkan bahwa yang dimaksud dengan KZDQ adalah keharusan agar tiap bangunan tidak boleh mengakibatkan bertambahnya debit air ke sistem saluran drainase atau sistem aliran sungai.

Hal itu perlu diatur karena dalam setiap pembangunan fisik, terjadi perubahan koefisien aliran permukaan, yang merupakan nisbah antara besarnya aliran di permukaan tanah dibanding dengan curah hujan penyebabnya. Dengan berubahnya tutupan lahan dari tutupan vegetasi menjadi tutupan terbangun berbahan beton atau aspal, maka terjadi peningkatan koefisien aliran permukaan dan mengakibatkan debit banjir yang keluar dari area tersebut menjadi makin besar.

Makin cepat pertumbuhan jumlah penduduk terjadi, kebutuhan lahan permukiman makin cepat, akibatnya debit banjir meningkat dengan cepat. Bila kapasitas alir sistem drainase dan sungai terlampaui, terjadilah luapan saluran drainase atau sungai dan terjadilah banjir.

Dalam KZDQ, setiap persil dan bangunan tidak boleh menambah debit air ke sistem drainase atau sistem aliran sungai. Debit banjir yang ada di suatu persil harus dikelola secara mandiri di dalam persil tersebut dengan menggunakan teknik areal peresapan air hujan, lubang resapan biopori, modifikasi lanskap, penampungan air hujan, saluran resapan biopori, sumur injeksi, sumur resapan, dan kolam-kolam lain yang berfungsi untuk menampung debit banjir yang timbul pada persil tersebut.

Baca juga: Bencana Banjir di Cianjur, 3 Kampung Terendam hingga Warga Terjebak

Pada kondisi tertentu, di mana curah hujan melampaui curah hujan rencana, maka diizinkan untuk mengalirkan kelebihan debit banjir ke sistem drainase keluar area persil. Tujuan dari konsep ini adalah supaya tidak terjadi penambahan debit banjir pada sistem drainase dan sistem sungai walaupun dilakukan perubahan konversi lahan.

Sejarah mencatat, KZDQ pada skala wilayah telah diterapkan sejak zaman Belanda dengan membangun banyak situ di sekeliling dan di dalam kota. Salah satu fungsi dari situ-situ yang dibangun tersebut adalah untuk menampung debit banjir sehingga tidak langsung masuk ke sungai.

Penerapan konsep ini pada skala yang lebih kecil dapat dilakukan pada skala perumahan, kompleks gedung perkantoran, atau rumah tinggal dengan prinsip tampung, resapan, manfaat dan alirkan (TRMA) kelebihan air hujan ke luar kawasan.

Sarana yang digunakan dalam menjalankan prinsip ini terdiri atas kolam penampung air hujan, sumur resapan, kolam retensi/kolam detensi, saluran terbuka maupun tertutup, pompa dan peralatan lainnya.

Secara teknis, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 11/PRT/M/2014 tentang Pengelolaan Air Hujan pada Bangunan Gedung dan Persilnya seharusnya menjadi acuan dalam pelaksanaan pengelolaan air hujan. Prinsip yang diperlu ditekankan adalah memaksimalkan pemanfaatan air hujan yang ditampung pada bangunan gedung dan persilnya, memaksimalkan infiltrasi air hujan, dan menahan air hujan sementara waktu untuk menurunkan limpasan air.

Peraturan tersebut juga mengatur bahwa volume andil banjir harus dikelola di kawasan yang dibangun.

Belajar dari Kota Malang dan Singapura

Kota Malang adalah salah satu contoh kota yang telah mengimplementasikan kebijakan mengatur pengelolaan air hujan dengan meresapkan ke dalam tanah, dialirkan ke dalam sumur resapan atau resapan biopori sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota.

Jakarta pada beberapa tahun terakhir juga secara masif membangun sumur resapan dan kolam retensi secara terdistribusi di wilayahnya.

Implementasi KZDQ akan berdampak positif terhadap wilayah perkotaan. Dampak yang pertama adalah dampak terhadap pelestarian lingkungan hidup dan mitigasi banjir di wilayah perkotaan.

Dengan memaksimalkan proses infiltrasi air hujan ke dalam tanah, maka secara langsung telah dilakukan proses konservasi air tanah sebagai bagian dari upaya pelestarian lingkungan hidup dan sekaligus memitigasi bencana banjir. Pengambilan air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih rumah tangga yang masih terjadi, dapat diimbangi dengan proses imbuhan air tanah secara lebih masif melalui kebijakan ini.

Debit banjir yang timbul pada saat hujan lebat, akan terdistribusi di tempat jatuhnya hujan, sehingga kapasitas infrastruktur pengendali banjir dapat dijaga untuk tidak terlampaui dan banjir tidak terjadi.

Peningkatan populasi di wilayah perkotaan yang secara langsung berkorelasi dengan konversi lahan sudah saatnya diantisipasi dengan tindakan yang relevan. Kebijakan Kota Malang dan kota-kota lain yang telah mewajibkan penanganan air hujan adalah contoh nyata yang dapat diterapkan secara masif di seluruh kota di Indonesia.

Contoh nyata yang terjadi di negara tetangga kita, Singapura, sudah saatnya menjadi bahan refleksi, mengapa upaya pengelolaan debit banjir di Republik ini tidak mampu bersaing dengan yang terjadi di sana. Di sana, konversi lahan terus terjadi seiring dengan kebutuhan lahan permukiman dan bisnis, tetapi genangan banjir juga secara empiris dapat dikurangi secara masif.

Public Utility Board Singapura mengeklaim bahwa wilayah banjir justru berhasil mereka tekan dari 629 hektare pada tahun 1990 menjadi 56 hektare tahun 2010. Untuk mencapai hal tersebut, mereka telah secara serius merancang sistem drainase yang dilengkapi dengan kolam-kolam retensi yang memperhitungkan volume andil banjir, di samping infrastruktur pengendali banjir lainnya.

Semoga pemerintah kita makin memberikan perhatian terhadap upaya mereduksi risiko banjir melalui perencanaan pembangunan yang komprehensif. Jangan sampai banjir menjadi ritual rutin tahunan yang selalu terjadi di musim hujan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi