Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Campak Merebak, Bisakah Seseorang Terkena Campak Dua Kali?

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/Prostock-studio
Ilustrasi bintik-bintik merah campak.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Kasus campak meningkat sepanjang dua tahun terakhir. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan 58 persen kasus konfirmasi campak terjadi di 2022.

Pelaksana tugas (Plt) Direktur Pengelolaan Imunisasi Ditjen P2P Kemenkes Prima Yosephine mengatakan, mayoritas penderita campak adalah anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi.

"Kasus sebagian besar tidak pernah diimunisasi. Beberapa ada yang diimunisasi tapi enggak lengkap. Yang lengkap hanya sebagian kecil. Sedangkan beberapa juga tidak diketahui status imunisasinya," ujarnya, dilansir dari Kompas.com, Jumat (20/1/2023).

Sementara itu, Kepala Staf Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Dr. Djatnika Setiabudi menuturkan bahwa munculnya wabah campak salah satunya dipengaruhi oleh pandemi Covid-19.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Karena pandemi Covid-19 awal-awal, maka sekarang ‘panennya’,” ujarnya, dalam Kompas.com (22/1/2023). 

Selama ini, masyarakat beranggapan bahwa campak hanya bisa terjadi sekali seumur hidup. Artinya, mereka yang sudah terkena campak tidak akan mengalaminya lagi.

Namun, di tengah merebaknya kasus campak di Indonesia saat ini, bisakah seseorang terkena campak dua kali atau bahkan lebih?

Baca juga: Kasus Campak Naik 32 Kali Lipat, Ketahui Gejala dan Penularannya


Penjelasan dokter

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan bahwa seseorang sangat mungkin terinfeksi campak dua kali atau lebih.

"Bisa (terinfeksi dua kali)," ujarnya, saat dikonfirmasi oleh Kompas.com, Rabu (25/1/2023).

Kendati demikian, Nadia mengatakan bahwa kasus terinfeksi campak dua kali sangat jarang terjadi.

"Tapi sangat jarang terutama mereka yang sudah mendapatkan imunisasi," imbuh dia.

Hal serupa juga disampaikan oleh dokter sekaligus direktur RSU PKU Muhammadiyah Prambanan, Dien Kalbu Ady.

Dien berkata, seseorang yang sudah pernah menderita campak, tubuhnya akan memiliki antobodi atau imunitas terhadap campak.

"Orang yang sudah pernah menderita campak maka tubuh dapat memiliki antibodi atau imunitas terhadap campak sehingga umumnya hanya terjadi satu kali," terang dia, saat dihubungi oleh Kompas.com, Rabu (25/1/2023).

Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan seseorang terkena campak lebih dari sekali.

Baca juga: 31 Provinsi Laporkan KLB Campak, Kenali Gejala dan Penanganannya

Kenapa bisa kena campak 2 kali?

Menurut Dien, seseorang bisa terkena campak dua kali atau lebih ketika daya tahan tubuhnya kurang baik.

"Pada keadaan tertentu misalnya pada mereka yang daya tahan tubuhnya kurang baik, penyakit ini (campak) dapat terjadi kembali," terang Dien.

"Terutama jika ada yang menderita penyakit serupa di sekitar lingkungannya," imbuh dia.

Selama ini, pencegahan penyakit campak dilakukan dengan imunisasi.

Dokter umum di Puskesmas Sibela Kota Surakarta, Dessy Tri Pratiwi mengatakan bahwa vaksin efektif untuk mencegah penularan campak.

"Jika sudah divaksinasi campak, dia (tubuh seseorang) sudah mendapat antibodi atau kekebalan," katanya, kepada Kompas.com, Rabu (25/1/2023).

Baca juga: Kenapa WHO Sebut Campak Ancaman Global yang Segera Datang?

Dessy mengatakan bahwa seseorang yang sudah mendapatkan vaksin campak masih berpotensi terkena campak. Meskipun begitu, kasus tersebut sangat jarang terjadi.

"Sangat jarang banget prevalensi anak yang sudah vaksinasi campak kena campak," kata dia.

Kalaupun terjadi, Dessy mengatakan bahwa gejala yang diderita tidak separah mereka yang belum mendapatkan imunisasi.

"Kalau sudah imunisasi (campak) memang masih ada kemungkinan terkena, gejalanya akan lebih ringan dan juga akan melindungi anak dari komplikasi penyakit campak," jelas dia.

Selama dirinya bertugas, Dessy mengatakan bahwa pihaknya kerap menemukan kendala pemberian imunisasi campak kepada anak-anak.

Hal ini karena larangan dari orang tua untuk memberikan vaksin kepada anaknya.

"Kendala yang kita sering dapat, pasien anak yang enggak boleh divaksin sama orang tuanya dengan alasan keyakinan," tandas dia.

Baca juga: Kenapa WHO Sebut Campak Ancaman Global yang Segera Datang?

Gejala campak

Penyakit campak merupakan infeksi virus yang ditandai dengan timbulnya ruam di seluruh tubuh. Penyakit ini bersifat sangat menular.

Dessy mengatakan, penderita campak pada umumnya akan merasakan beberapa gejala, di antaranya:

  • Demam
  • Mata merah
  • Batuk pilek
  • Nyeri tenggorokan
  • Timbul bercak putih pada mulut dan tenggorokan
  • Timbul ruam pada tubuh.

Adapun ruam di kulit yang muncul karena campak tidak akan meninggalkan bekas.

"Kalau campak tidak berbekas," kata dia.

Baca juga: Dinkes Sebut Kasus Campak di 2 Kabupaten di Madura Tertinggi di Jatim pada 2022

12 provinsi berstatus KLB

Kemenkes melaporkan terdapat 55 status Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di 34 kabupaten/kota di 12 provinsi.

Dilansir dari Kompas.com (20/1/2023), berikut daftar kabupaten/kota di 12 provinsi yang berstatus KLB campak:

1. Provinsi Sumatera Barat
  • Kabupaten Tanah Datar (2 kasus campak)
  • Kabupaten Agam (3 kasus campak)
  • Kota Bukittinggi (11 kasus campak)
  • Kota Pariaman (KLB ke-1, 2 kasus campak)
  • Kota Pariaman (KLB ke-2, 3 kasus campak)
  • Kabupaten Pasaman Barat (7 kasus)
  • Kabupaten Solok (2 kasus)
  • Kota Padang (4 kasus)
  • Kabupaten Agam (KLB ke-2, 3 kasus campak)
  • Kabupaten Agam (KLB ke-3, 3 campak)
  • Kabupaten Agam (KLB ke-4, 7 kasus campak)
  • Kota Padang (KLB ke-2, 2 kasus campak)
  • Kota Padang (KLB ke-3, 2 kasus campak)
  • Kota Padang (KLB ke-4, 2 kasus campak)
  • Kota Padang (KLB ke-5, 2 kasus campak)
  • Kota Padang (KLB ke-6, 2 kasus campak)
  • Kota Padang (KLB ke-7, 2 kasus campak)
  • Padang Pariaman (2 kasus)
  • Solok (KLB ke-2, 2 kasus)
  • Kota Sawah lunto (3 kasus)
  • Kota Padang (KLB ke-8, 2 kasus )
  • Kota Padang Panjang (KLB ke-1, 2 kasus)
  • Kota Padang Panjang (KLB ke-2, 2 kasus)
2. Provinsi Aceh
  • Kabupaten Bireun
3. Provinsi Sumatera Utara
  • Kabupaten Tapanuli Tengah (3 kasus)
  • Kota Sibolga (6 kasus)
  • Kota Medan (KLB ke-1, 3 kasus)
  • Kota Medan (KLB ke-2, 5 kasus)
  • Kota Medan (KLB ke-3, 2 kasus)
  • Kota Medan (KLB ke-4, 2 kasus)
  • Kabupaten Batu Barat (2 kasus)
  • Kabupaten Sedang Bedagai (2 kasus)
4. Provinsi Jambi
  • Bungo (5 kasus)
  • Tanjab Barat (5 kasus)
5. Provinsi Banten
  • Lebak (3 kasus)
  • Serang (3 kasus)
  • Kota Serang (3 kasus)
  • Pandeglang (KLB ke-1, 8 kasus)
  • Pandeglang (KLB ke-2, 10 kasus)
  • Pandeglang (KLB ke-3, 2 kasus)
  • Serang (KLB ke-2)
  • Serang (KLB ke-3)
6. Provinsi Jawa Barat
  • Bogor (6 kasus)
  • Bandung Barat (2 kasus)
7. Provinsi Jawa Tengah
  • Sukoharjo
  • Boyolali
8. Provinsi Jawa Timur (KLB mix campak-rubella)
  • Sampang
  • Pamekasan
  • Bangkalan
  • Sumenep
9. Provinsi Kalimantan Utara
  • Kabupaten Nunukan
10. Provinsi NTT
  • Kabupaten Sumba Timur (2 kasus)
11. Provinsi Papua
  • Kabupaten Mimika
12. Provinsi Riau
  • Kota Pekanbaru (5 campak)
  • Kota Dumai (KLB ke-1, 2 campak)
  • Kota Dumai (KLB ke-2, 2 campak).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi