KOMPAS.com - Sebuah unggahan video yang memperlihatkan polisi memeriksa paksa ponsel warga, kembali viral di media sosia, Selasa (24/1/2023).
Dalam video itu, tampak seorang polisi meminta pemilik untuk membuka ponselnya. Namun, permintaan itu ditolak dengan alasan privasi.
"Masa periksa hape, Pak? Kalau kejahatan periksa aja, Pak. Saya enggak melakukan kejahatan," kata pemilik ponsel dalam video.
Namun, polisi tersebut masih tetap memaksa untuk mengakses ponsel tersebut, karena mengklaim memiliki wewenang. Perdebatan pun tak terhindarkan.
Polisi bahkan mengatakan bahwa ponsel merupakan bagian dari identitas seseorang, dan polisi dinilai berhak untuk melakukan pemeriksaan.
Baca juga: Polisi Tidak Bisa Asal Memaksa Periksa Handphone Warga di Jalan, Simak Ulasannya
Hingga Kamis (26/1/2023), video tersebut telah tayang sebanyak 3,6 juta kali dan mendapat 4.457 retweet dan disukai 13.300 warganet.
Dari penelusuran Kompas.com, video dan kejadian tersebut adalah peristiwa lama pada medio Oktober 2021.
Lantas, bagaimana aturan pemeriksaan atau penggeledahan ponsel warga oleh petugas kepolisian?
Penjelasan aturan pemeriksaan ponsel
Dikutip dari pemberitaan Kompas.com pemeriksaan ponsel termasuk kategori penggeledahan badan, karena termasuk benda yang dibawa oleh terduga pelaku tindak pidana.
Penggeledahan badan ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam Pasal 1, disebutkan bahwa penggeledahan badan merupakan tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga kuat ada pada badannya atau dibawanya, untuk disita.
Selain itu, petugas polisi yang berhak melakukan penggeledahan badan adalah seorang penyidik dan wajib memiliki surat perintah penggeledahan.
Surat perintah itu ditandatangani oleh penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik.
Baca juga: Viral, Video Pelaku Penganiayaan di Banjarmasin Tabrak Motor Polisi dengan Pikap, Begini Kejadiannya
Penggeledahan ponsel dalam UU ITE
Selain itu, mengakses ponsel orang lain juga diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Dalam Pasal 30 berbunyi, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apa pun merupakan perbuatan yang dilarang dan memiliki konsekuensi hukum.
Pelanggar pasal tersebut bahkan bisa dipidana maksimal 6 tahun atau denda paling banyak Rp 600 juta.
Penggeledahan badan juga memiliki pedoman yang tertuang dalam Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009.
Salah satu tata cara tersebut menyatakan petugas wajib meminta maaf dan meminta kesediaan orang yang digeledah atas terganggunya hak privasi karena harus dilakukannya pemeriksaan.
Petugas juga wajib menunjukkan surat perintah tugas dan atau identitas petugas, serta memperhatikan dan menghargai hak orang yang digeledah.
Tak hanya itu, petugas dilarang menggeledah secara berlebihan hingga mengakibatkan terganggunya hak privasi seseorang.
Selain itu yang penting juga diperhatikan bahwa penggeledahan hanya dapat dilakukan apabila seseorang diduga kuat melakukan suatu tindak pidana yang diatur dalam peraturan perundangan.
Penggeledahan tanpa dasar tersebut berakibat pelanggaran hak asasi seseorang.
Respons Kompolnas
Diberitakan Kompas.com, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengatakan bahwa tindakan anggota kepolisian yang mengambil ponsel orang lain tanpa ada dasar hukum dan surat perintah merupakan hal yang keliru.
"Itu keliru. Bahkan di KUHAP, untuk penyitaan barang yang diduga berkaitan dengan kejahatan saja harus dengan ijin pengadilan," kata Poengky.
"Pemeriksaan juga harus ada surat perintah, tidak boleh main ambil begitu saja. Harus ada sangkaannya dulu. Polisi di video TikTok tadi dalam kapasitas apa mengambil ponsel?" sambungnya.
Poengky berharap agar seluruh anggota Polri harus berhati-hati dalam menjalankan tugasnya.
Sebab, tugas polisi adalah mengayongi, melindungi masyarakat, dan menegakkan hukum guna mewujudkan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas).
Ia mengingatkan, bahwa pengawas Polri tidak hanya berasal dari internal dan eksternal seperti Kompolnas, tetapi juga masyarakat luas.
- Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polisi Tidak Bisa Asal Memaksa Periksa Handphone Warga di Jalan, Simak Ulasannya"
(Sumber: Kompas.com/Justika | Editor: Sandro Gatra)




