KOMPAS.com - Stunting menjadi salah satu pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah Indonesia. Pasalnya anak dengan kondisi stunting di Indonesia masih tergolong tinggi.
Data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), terdapat sekitar 37 persen atau hampir 9 juta anak balita mengalami stunting.
Persentase tersebut memang menurun pada 2022 dengan tingkat prevalensi stunting di Indonesia berada di angka 21,6 persen.
Baca juga: Cegah Stunting dengan Konsumsi Telur...
Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan seluruh negara dunia hanya memiliki tingkat stunting di bawah 20 persen sementara pemerintah Indonesia memiliki target prevalensi stunting pada 2024 sebesar 14 persen.
Meski angka stunting di Indonesia masih tinggi, banyak warga yang belum memahami ciri-ciri anak stunting dan cara mengukurnya.
Padahal, jika dibiarkan, stunting dapat menyebabkan anak rentan terkena penyakit dan menganggu aktivitasnya sehari-hari.
Baca juga: Apa Itu Stunting? Ketahui Penyebab dan Pencegahannya
Lalu, apa ciri-ciri anak stunting dan bagaimana cara mengukurnya?
Baca juga: Kasus Stunting Tinggi, Ini Dia Penyebab dan Cara Mengatasinya
Apa itu stunting
Dikutip dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), stunting adalah kondisi kekurangan gizi pada bayi di usia 1000 hari pertama kehidupannya yang menghambat perkembangan otak dan tumbuh kembang anak.
Anak dengan stunting umumnya akan tumbuh lebih pendek dari anak di sekelilingnya akibat kekurangan gizi.
Untuk mencegah stunting, ibu hamil harus mengkonsumsi gizi cukup, melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum memiliki anak, dan rutin memberikan ASI pada bayinya.
Agar sehat dan terhindar dari stunting, anak harus mengkonsumsi protein hewani dan nabati serta zat besi yang cukup.
Baca juga: Usia Berapa Anak Boleh Minum Kopi?
Ciri-ciri anak stunting
Terdapat sejumlah ciri yang dimiliki oleh anak stunting, yaitu:
- Anak berbadan pendek tidak sesuai usianya.
- Proporsi tubuh anak cenderung normal tapi anak terlihat lebih muda.
- Berat badan rendah.
- Pertumbuhan tulang dan gigi terganggu.
- Anak jadi pendiam.
- Mudah mengalami penyakit infeksi.
- Memiliki kemampuan perhatian dan memori belajar yang buruk.
- Tanda pubertas terlambat.
Baca juga: Benarkah Orang Pendek Sudah Pasti Stunting?
Cara mengukur stunting pada anak
Ada cara yang dapat dilakukan untuk mengukur pertumbuhan anak dan mengindikasikannya terkena stunting.
Anak yang stunting dapat diketahui melalui pengukuran perbandingan antara tinggi, berat, serta usia anak.
Dikutip dari Antara, menurut Sekretaris Pokja IV Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi DKI Jakarta Hernalom Gultom, anak dikatakan stunting jika memiliki tinggi badan di bawah standar dari WHO.
Ia menjelaskan, perhitungan stunting dilakukan dengan cara mengurangi tinggi anak dengan angka 2 sesuai standar deviasi dari kurva pertumbuhan anak menurut WHO.
Contohnya, anak laki-laki usia dua tahun yang memiliki tinggi 87 cm. Jika anak itu berusia dua tahun, maka tinggi badan minimalnya adalah 81 cm.
Selain dari tinggi badan, anak juga harus dilihat perkembangannya sehari-hari.
Anak usia 3 bulan, contohnya, seharusnya bisa tidur telentang dan mengangkat kepalanya sendiri. Ketika anak umur 6 tahun bisa duduk sendiri.
Terpisah, berdasarkan program dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), pertumbuhan dan perkembangan anak balita rutin dilakukan setiap satu bulan sekali oleh tenaga kesehatan melalui posyandu.
Pemantauan pada anak usia 0-24 bulan dilakukan setiap tiga bulan sekali, sementara pada anak usia 24-72 bulan dilakukan setiap enam bulan.
Pengukuran panjang bayi dan tinggi badan balita dan bayi di bawah dua tahun dilakukan minimal tiga bulan sekali.
Pengukuran stunting juga dilakukan untuk mengukur panjang badan anak di bawah dua tahun dan tinggi badan anak berusia dua tahun ke atas menggunakan alat antropometri yang tersedia di puskesmas.
Baca juga: Kasus Stunting Tinggi, Ini Dia Penyebab dan Cara Mengatasinya