Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komisaris Bank Syariah Indonesia
Bergabung sejak: 24 Nov 2022

Dokter gigi, saat ini menjabat sebagai Komisaris Bank Syariah Indonesia | Ketua Umum PB HMI periode 2013-2015 | “70 Tokoh Berpengaruh di Indonesia 2015” versi majalah Men’s Obsession | Pendiri Inisiatif Ekonomi Masjid | Konsistensinya mengembangkan ekosistem ekonomi syariah, masuk dalam "30 Tokoh Muda Inspiratif Republika" | Tokoh Penggerak Ekonomi Syariah Indonesia versi Bank Indonesia | JCI Ten Outstanding Young Persons | Saat ini tengah menyelesaikan pendidikan doktoral.

Sains dan Pemuda sebagai Masa Depan Islam

Baca di App
Lihat Foto
Wikipedia Commons
Baitul Hikmah, perpustakaan era Dinasti Abbasiyah yang menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan di dunia
Editor: Sandro Gatra

SAINS merupakan sejarah pemikiran umat manusia, terlepas dari asal-usul kebangsaan, agama, dan bahasa. Sumbangan Islam terhadap sains sungguh besar, tercermin pada zaman Umayyah (661-750), Abbasiyah (750-1258), dan Ottoman (1299-1922).

Sejarawan C.W. Bosworth dalam bukunya “The Islamic Dinasties” menyampaikan kejayaan Islam disebabkan keberadaan ilmu pengetahuan. Buktinya ditandai berbagai literatur ilmu pengetahuan yang eksis saat itu, seperti kitab Kesusasteraan, Teologi, Filsafat, dan Ilmu Alam.

Perkembangan sains yang pesat dimulai dari kegiatan penerjemahan secara besar-besaran (kolektif) karya monumental bangsa Yunani Klasik dan bangsa lain ke dalam bahasa Arab yang dipelopori oleh Khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M).

Penerjemahan-penerjemahan itu dikumpulkan dalam suatu tempat yang disebut Baitul Hikmah.

Penerjemahan manuskrip dari berbagai bahasa itu, secara tidak langsung telah terjadi persentuhan kultur, pemikiran, dan keilmuan dengan Islam yang pada akhirnya melahirkan peradaban intelektualistik-religius yang khas ditandai dengan munculnya para saintis Muslim.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proses akulturasi itu menandakan adanya keterbukaan dan toleransi yang tinggi terhadap nilai, perkembangan pengetahuan, dan budaya dari seluruh penjuru dunia.

Banyak sekali ilmuan dan filsuf Muslim, dalam bidang ilmu filsafat antara lain al-Kindi (801-866 M), al-Farabi (850-950 M), ar-Razi (864-926 M), Ibnu Sina (908-1037 M), Ibnu Miskawaih (941-1030 M) dan al-Ghazali (1051-1111 M).

Dalam ilmu pengetahuan alam (kimia), terdapat saintis Muslim yang terkenal sebagai tokoh ahli kimia Muslim pada awal perkembangan ilmu kimia, yaitu Jabir Ibnu Hayyan.

Dalam ilmu pengetahuan alam terdapat berbagai tokoh terkenal seperti al-Khawariz¬mi (780-850 M), al-Biruni (973-1051 M), al-Khayyani (1045-1123 M), dan Nashirudin al-Thusi (1200-1274 M).

Selanjutnya, dalam ilmu kedokteran tokohnya Ali bin Rabban at-Tabari, ar-Razi, Ali bin al-Abbas, Ibnu Sina, al-Kindi dan al-Farabi.

Sementara ilmu astronomi (Falak), dikembangkan oleh para saintis Muslim antara lain: al-Biruni, Nasirudin at-Tusi al-Khawariz¬mi, al-Fazari dan lain sebagainya.

Pembahasan di atas membuktikan bahwa pada saat Eropa berada pada abad pertengahan (zaman kegelapan), umat Islam tengah mengalami kejayaan dan kemajuan peradabannya.

Kemajuan sains dan teknologi serta semangat intelektualisme yang berkembang begitu pesat di Barat pada saat ini tidak terlepas dari kontribusi kemajuan umat Islam pada masa sebelumnya.

Terdapat beberapa spekulasi bahwa orang-orang Eropa, sebelum menghancurkan dinasti-dinasti kecil di Andalusia mereka terlebih dahulu menggali, mempelajari dan menerjemahkan hasil-hasil pemikiran intelektual Muslim yang berjaya pada waktu itu.

Kemunduran sains semakin merosot saat terjadi serangan Hulagu Khan terhadap Baghdad (1258).

Sejarawan mencatat Sungai Tigris berwarna hitam karena begitu banyak buku yang dibakar saat serangan spektakuler tentara Hulagu Khan.

Kemudian, berlanjut dengan ditemukannya mesin cetak di Eropa mempercepat laju distribusi pemikiran komunitas mereka ke seluruh penjuru dunia hingga hari ini.

Faktor lain juga, yakni konflik internal dalam pemerintahan Islam. Syekh Said Ramadhan Al-Buthi, seorang ilmuwan Suriah di bidang ilmu-ilmu agama Islam juga menilai di tengah hegemoni peradaban Barat, umat Islam sedikit demi sedikit kehilangan jati dirinya yang dampaknya adalah umat Islam tidak mengenali lagi peradabannya.

Yang dapat kita pelajari dari sejarah gemilang peradaban Islam dan kemajuan sains teknologi pada masa itu, utamanya pada era Abbasiyah adalah keterbukaan dan toleransi.

Jika tak ada penerjemahan buku-buku dari zaman Yunani Klasik mungkin tak akan ada ibn Sina, al-Kindi, ataupun al-Farazi.

Begitupun jika pemerintah tidak mendukung para ilmuwan dan anak mudanya untuk mempelajari beragam bahasa, menerjemahkan, dan mencatatnya, proses akulturasi dan kekayaan intelektual maka kita tidak akan merasakannya hari ini.

Indonesia sebagai negara dengan penduduk Islam terbanyak, perlu menjadikan sejarah emas itu sebagai catatan dan pelajaran penting.

Sejarah telah membentangkan bagaimana kegemilangan sains dapat terwujud, juga faktor-faktor yang menyebabkan kemundurannya.

Jika kita bisa berkaca dari peristiwa itu, dan membuka diri untuk belajar, berkonstribusi secara sosial apapun bidang kita, bukanlah hal yang mustahil era gemilang sains dan teknologi dapat terulang kembali.

Islam di Indonesia menjadi unik dan menarik karena mampu hidup di tengah keragaman suku, ras, adat dan budaya. Terjadi akulturasi serta meresap dalam pergaulan sosial sebagian besar masyarakat Indonesia, baik berbentuk norma sosial maupun tradisi.

Hal ini yang menjadi atensi kami, sebagai Tim Satgas Digital Masjid Agung Sunda Kelapa berkolaborasi Universitas Islam Internasional Indonesia melaksanakan kegiatan Muslimverse: Konektivitas Pemuda terhadap Wacana Islam Global selama 2 hari, yakni 23-24 September 2022, di Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK), Menteng, Jakarta Pusat.

Sebanyak 50 peserta yang hadir berdiskusi langsung dengan para tokoh-tokoh penting Islam di Indonesia hingga para intelektual dari UIII.

Beragam topik pun dibahas termasuk bagaimana penetrasi teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari mendorong terciptanya demokratisasi informasi.

Betapa pentingnya generasi muda Islam Indonesia mampu menghadapi tantangan zaman dengan mengakar pada nilai-nilai Islam serta berpegang teguh pada identitas keindonesiaan.

Salah satu yang menjadi catatan penting adalah ketertinggalan kita pada bidang pengetahuan, terutama cendekiawan Muslim yang bisa dilihat dari para peraih Nobel.

Jika kita secara kolaboratif dari berbagai bidang terus bergerak, penghargaan Nobel sebagai salah satu standar dalam bidang kedokteran, fisika, kimia, sastra, dan perdamaian bukan tidak mungkin akan didominasi oleh kelompok Islam.

Seperti diketahui, peraih penghargaan nobel terbesar dipegang oleh Kristen (68,3 persen), Yahudi (20,8 persen), Islam (1,3 persen), Hindu (0,8 persen), dan Budha (0,4 persen).

Dalam kategori Islam, ada tiga orang yang pernah menang, yakni Abdus Salam (1979) di bidang Fisika, Ahmad Zewail (1999), dan Azis Sancar (2015) di bidang Kimia.

Capaian mereka harus dilanjutkan oleh kita sebagai pemuda Islam di Indonesia, sebagai negara dengan 87 persen penduduknya Muslim dan 12,5 persen penduduk Islam terbesar di dunia. Semoga!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi