Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merosotnya Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia 2022, Warisan Buruk Jokowi

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/AJI YK PUTRA
Delapan terdakwa yang telribat kasus korupsi dana hibah Bawaslu Kabupaten Muratara saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri Palembang, Rabu (2/11/2022).
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Berdasarkan data Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK) pada 2022 mengalami penurunan paling tajam dalam sepanjang sejarah, yakni 4 poin.

Sebelumnya, Indonesia mencatatkan skor 38 dan turun menjadi 34 pada 2022. Ini sekaligus menyamai skor pada 2014, ketika Joko Widodo (Jokowi) pertama kali menjabat sebagai presiden.

Dengan penurunan ini, maka Indonesia terlempar ke peringkat 110 dari 180 negara, jauh di bawah sejumlah negara Asia Tenggara lainnya.

Baca juga: Ongkos Politik Mahal, Inikah Penyebab Pejabat Korup?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Skor 0 menunjukkan bahwa negara itu korup, sementara skor 100 adalah bersih korupsi.

Singapura menjadi negara Asia Tenggara paling bersih dengan skor 83 poin, disusul Malaysia 47 poin, Timor Leste 42 poin, Vietnam 42 poin, dan Thailand 36 poin.

Dari 9 indikator yang diukur, ada tiga indikator yang mengalami penurunan, termasuk paling tajam adalah political risk service (PRS) yang merosot dari 48 menjadi 35.

Penurunan tersebut menyumbang angka kemerosotan Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia pada 2022.

Baca juga: 10 Negara Paling Korup di Dunia, Adakah Indonesia?


Warisan buruk Pemerintahan Jokowi

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman menilai, penurunan tajam ini menegaskan kegagalan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam memberantas korupsi di Indonesia.

"Skor 34 artinya sama dengan 2014 ketika Jokowi pertama kali menjabat. Ini legasi sangat buruk dari Pemerintahan Jokowi," kata Rohman kepada Kompas.com, Rabu (1/2/2023).

Ia menuturkan, merosotnya indikator penilaian PRS mengindikasikan bahwa sepanjang 2022 terjadi banyak korupsi terkait dengan politik.

Baca juga: Hukuman Mati Koruptor yang Selalu Jadi Wacana

Selain itu, konflik kepentingan antara para politisi yang memegang kewenangan di bidang eksekutif dan legislatif, dengan para pebisnis juga masih marak sepanjang tahun lalu.

Pada indikator lain, Rohman menyoroti masih rendahnya skor aspek hukum dan demokrasi, meski mengalami sedikit kenaikan.

Untuk itu, ia meminta agar Jokowi segera melakukan perbaikan agar meninggalkan warisan yang baik bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.

Baca juga: Mengenal Hukuman Mati di Indonesia: Dasar Hukum dan Detail Pelaksanaannya

Reformasi penegakan hukum

Menurutnya, perbaikan yang perlu dilakukan adalah mereformasi hukum di Indonesia dan peraturan perundang-undangan bidang penegakan hukum.

"Caranya adalah reformasi KUHAP yang selama ini memberi banyak kewenangan kepada aparat penegakan hukum, sehingga kerap melakukan abuse of power, termasuk melakukan korupsi," jelas dia.

Rohman menuturkan, reformasi rekrutmen dan kesejahteraan aparat penegak hukum, serta hadirnya insititusi pengawas indepen juga diperlukan untuk perbaikan ini.

Selain itu, ia menilai pemerintah perlu segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai.

Terakhir, Rohman berharap pemerintah memperhatikan risiko korupsi politik yang mengalami kenaikan tajam menjelang Pemilu 2024.

Baca juga: Ditetapkan Tersangka oleh KPK, Ini Sepak Terjang Juliari Batubara

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi