Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemacetan di Jabodetabek Disebutkan Menggila, Bagaimana Solusinya?

Baca di App
Lihat Foto
Twitter
Tangkapan layar keluhan warganet atas kemacetan di Jakarta.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Sebuah unggahan berisi foto kepadatan penumpang angkutan umum di Jakarta viral di media sosial, Twitter.

Unggahan tersebut dibagikan akun Twitter ini pada Senin (30/1/2023).

Dalam unggahan tersebut, terlihat kepadatan penumpang yang ada di shelter bus Transjakarta. Warga masih terlihat berkerumun di depan pintu masuk bus meskipun penumpang di dalamnya sudah berdiri.

Warganet lain juga mengunggah keluhannya lewat akun ini atas MRT dan KRL yang disesaki penumpang padahal jalan raya Jakarta tetap macet.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Cara Pesan Tiket dan Naik KRL Solo-Yogyakarta Terbaru

Unggahan tersebut ramai mendapatkan komentar dari warganet serta telah tayang sebanyak 2,3 juta kali dan disukai 27.300 pengguna.

Diketahui, kepadatan jalan di DKI Jakarta dan sekitarnya memang bukan hal baru.

Dikutip dari Kompas.com, Kamis (2/2/2023), tingkat kemacetan jalan di Jakarta sudah mencapai level tidak nyaman, yaitu sebesar 48 persen pada Agustus 2022.

Baca juga: LinkAja Tidak Bisa Dipakai untuk Bayar KRL Mulai Hari Ini, Berikut Solusinya

Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman menyatakan, kemacetan lalu lintas di Jakarta terjadi dalam dua periode waktu.

Pada pagi hari, jalanan macet di rentang 07.00-09.00 WIB saat warga mulai beraktivitas, seperti berangkat kerja atau sekolah.

Sementara kemacetan di sore hari terjadi mulai 16.00 ke 18.00 WIB ketika masyarakat pulang ke rumah usai melakukan aktivitas.

Kondisi KRL

Kondisi serupa tidak hanya dialami kendaraan bermotor.

Diberitakan Kontan (8/6/2020), PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mencatat volume pengguna KRL mencapai 150.000 orang hingga pukul 10.00 WIB.

Data di atas menunjukkan bahwa Jabodetabek memiliki kepadatan pengguna jalan yang tinggi sehingga mempengaruhi kelancaran transportasi warganya.

Baca juga: Video Viral Penumpang Disebut Berbuat Asusila di KRL, KAI Commuter Lakukan Penyelidikan

Menilik kondisi di atas, bagaimana solusi untuk mengatasi kepadatan dan kemacetan yang semakin menggila di Jabodetabek?


Integrasi kendaraan umum

Menurut pengamat transportasi dan tata kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna, kapasitas jalan di Jabodetabek saat ini sudah terbatas.

Ia menyebut, penerapan aturan pelat kendaraan nomor ganjil-genap tidak lagi berpengaruh. Hal ini karena jumlah kendaraan pribadi sudah hampir sama banyaknya di dua pembatasan tersebut. Kondisi ini otomatis membuat kemacetan semakin parah

Meski begitu, ia menjelaskan ada solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kepadatan pengguna jalan seperti saat ini.

Cara pertama yang dapat dilakukan, menurutnya, adalah dengan mengintegrasikan angkutan umum yang ada.

"Kalau KRL MRT penuh di jam kerja, wajarlah karena itu jam padat. Tinggal bagaimana nanti angkutan umum diintegrasikan secara jadwal dan tarif," jelasnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (2/2/2023).

Baca juga: 6 Fakta soal Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Progres hingga Biayanya

Adanya integrasi antarangkutan umum ini menurutnya akan menjadi daya tarik untuk mengajak warga pindah menggunakan transportasi publik.

Sayangnya, saat ini, Transjakarta, KRL, MRT, dan nanti LRT belum benar-benar terintegrasi dan jumlah kapasitasnya masih terbatas.

"Harus di bawah satu manajemen dan satu ekosistem layanan," tambahnya.

Yayat memandang, hal ini sangat mungkin dilakukan oleh para pemangku kebijakan. Hal ini terutama karena sudah ada PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (MITJ).

PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (MITJ) merupakan perusahaan gabungan antara PT MRT Jakarta dan PT KAI yang dibuat untuk membuat transportasi terintegrasi di Jabodetabek.

Adanya transportasi yang terintegrasi, menurutnya, dapat memudahkan pekerja antarkota karena perjalannannya lancar, tepat waktu, dan tarif lebih terjangkau daripada naik kendaraan pribadi.

Baca juga: 5 Kota Paling Macet di Indonesia, Mana Saja?

Perluasan wilayah kerja

Bukan hanya dari sisi sarana transportasi, Yayat juga menyoroti adanya penumpukan lokasi perkantoran menjadi penyebab kepadatan di Jabodetabek.

"Pusat konsentrasi pergerakan di Jabodetabek adalah di wilayah Jakarta Selatan dan Pusat," ujarnya.

Pemusatan lokasi pekerjaan ini membuat pergerakan kendaraan mengarah ke dua kawasan tersebut. Padahal, kondisi jalan yang ada tidak memungkinkan untuk menampung banyak kendaraan.

Ia menjelaskan, pemindahan pusat kegiatan perkantoran perlu dilakukan untuk mengatasi kemacetan di Jakarta.

"Tidak lagi hanya di Jakarta Pusat dan Selatan saja," lanjutnya.

Baca juga: Ramai soal Mobil Dinas Jemput Pejabat Pulang Disebut Bikin Macet Jalan Bandara Soekarno-Hatta, TNI AD Minta Maaf

Yayat menyarankan agar pusat perkantoran pindah ke wilayah lainnya, seperti di Bumi Serpong Damai (BSD City) di Tangerang Selatan, Karawaci Tangerang, Kawasan Industri Jababeka di Bekasi, atau kota lain di sekitarnya.

Jika ini dilakukan, maka pihaknya berkeyakinan kepadatan di jalanan, terutama area Jakarta, akan berkurang.

"Kalau perlu warga Kota Tangerang Selatan kantornya di BSD atau warga Bekasi sebagian berkantor di wilayah Bekasi. Tidak perlu semuanya harus ke Jakarta," terangnya mencontohkan.

Pola pekerjaan ini, menurut Yayat, akan membuat pusat perkantoran dan pergerakan masyarakat menjadi merata.

Baca juga: 7 Kota Paling Macet di Dunia, London Nomor Satu

Solusi lain

Pengamat Transportasi Universitas Indonesia (UI) Tri Cahyono menambahkan, perlu adanya kebijakan lebih lanjut dari pemerintah untuk memperbanyak jumlah angkutan umum, seperti kereta api dan bus.

Di sisi lain, ia mendorong agar ada pembatasan terhadap kepemilikan mobil pribadi.

"Tidak ada gunanya ditambah bila mobil tidak dibatasi penggunaannya karena akan macet juga busnya," tegasnya.

Baca juga: Ramai soal Kenaikan Tarif KRL di 2023, Ini Kata Kemenhub dan KCI

Selain itu, menurut Tri, kebijakan membuat jalan berbayar dapat menjadi salah satu solusi yang tepat untuk mengatasi kepadatan di jalan Jabodetabek.

Kebijakan ini juga bisa menjadi sumber pemasukan untuk memperbaiki transportasi umum agar semakin nyaman dan murah bagi masyarakat.

"Uang masuk harus digunakan pelayanan angkutan umum dari mikro trans hingga bus besar serta kereta api," jelasnya.

Tri menambahkan, ojek online dan taksi tentu berhak tidak membayar tarif jalan ini ataupun diberi subsidi.

Baca juga: Viral, Video Pasangan Diduga Mesum di Kereta, Berikut Penjelasan KCI

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi