KOMPAS.com - Ramai soal unggahan yang menyebut cahaya bintang berasal dari cahaya puluhan tahun yang lalu.
Dalam unggahan ini, warganet tersebut menyebut bahwa bintang memancarkan sinar yang bukan berasal dari cahaya di malam hari itu, melainkan cahaya yang ada berpuluh tahun sebelumnya.
Sumber sinar bintang yang berasal dari cahaya puluhan tahun lalu ini ia sebut sebagai contoh dari relativitas atau dilatasi waktu.
Lalu, benarkah sinar yang bintang pancarkan berasal dari cahaya puluhan tahun lalu dan apa ada hubungannya dengan relativitas waktu?
Baca juga: Penjelasan BRIN soal Bintang Berjajar Melintas di Langit Gunung Semeru
Baca juga: Twit Viral Lokasi Gerai Mixue Membentuk Tanda Bintang, Apakah Sengaja?
Cahaya bintang datang terlambat
Menurut peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Andi Pangerang, bintang-bintang yang bisa diamati di langit malam memiliki jarak yang berbeda-beda menuju Bumi.
Perbedaan jarak inilah yang membuat setiap cahaya bintang akan menempuh waktu yang berbeda menuju Bumi.
Andi menyebut, Proxima Centauri adalah bintang paling dekat dengan Matahari yang memiliki jarak 4,2 tahun cahaya.
Sementara itu, bintang terjauh dari Bumi yang sudah berhasil diamati adalah Earendel yang berjarak 28 tahun cahaya.
Satu tahun cahaya kurang lebih sama dengan 9,5 triliun km. Artinya, Proxima Centauri berjarak 38 triliun km dari Matahari sementara Earendel sejauh 266 triliun km.
"Ini jarak yang cukup jauh kalau dibandingkan dengan lebar tata surya kita, sebesar 100 satuan astronomi atau sekitar 15 miliar km," jelasnya, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/2/2023).
Baca juga: Ramai soal Bintang Berjajar Melintas di Langit Gunung Semeru, Ini Kata BRIN
Jarak yang jauh membuat butuh waktu yang lama bagi cahaya bintang untuk sampai ke Bumi.
Andi mencontohkan, jika bintang berjarak 4 tahun cahaya dengan Bumi, maka akan membutuhkan waktu 4 tahun sesuai perhitungan waktu di Bumi sejak mulai bersinar hingga cahayanya terpancarkan.
Prakiraan ini muncul dengan catatan mengabaikan faktor ekspansi pada alam semesta.
Namun, untuk bintang yang berjarak ratusan tahun dengan Bumi, maka laju cahayanya akan dipengaruhi oleh ekspansi alam semesta.
Misalnya, bintang yang berjarak 33 miliar tahun cahaya bukan berarti memiliki cahaya dari 33 miliar tahun lalu.
Namun, bisa jadi cahaya ini berasal dari bintang yang mulai bersinar sejak awal terbentuknya alam semesta, sekitar 12-13 miliar tahun lalu.
"Kita tidak bisa menentukan kondisi bintang tersebut dalam kerangka waktu yang sama (dengan waktu manusia) karena menempuh jarak dengan kelajuan cahaya," lanjutnya.
Cahaya bintang bergerak sesuai kelajuan cahaya yang setara dengan 300.000 km per detik.
Meski terlihat cepat, jarak tempuhnya tetap jauh, sehingga waktu yang dibutuhkan cahaya bintang sampai ke Bumi tetap lama.
Baca juga: Viral, Video Diduga Bintang Jatuh di Gunung Merapi, Ini Penjelasan BRIN
Ekspansi alam semesta
Andi menjelaskan, alam semesta saat ini berumur 13,8 miliar tahun. Artinya, jarak bintang paling jauh seharusnya hanya sebatas usia itu.
Namun, kenyataannya, ada bintang yang memiliki jarak lebih jauh daripada usia alam semesta.
Bahkan, ada galaksi yang berdasarkan pengamatan memiliki jarak terjauh dari Bumi, yaitu 33 miliar tahun cahaya atau tiga kali lipatnya alam semesta.
"Hal ini karena alam semesta tidak statis seperti yang mula-mula diduga oleh astronom atau ilmuwan di masa itu," ujar Andi.
Ia menjelaskan, alam semesta berkembang sekitar 70 km per detik setiap jarak 1 mega per second atau 3,3 kecepatan cahaya.
Hal ini menunjukkan, meski waktu prakiraan datangnya cahaya bintang dapat diukur, alam semesta selalu berkembang. Artinya, waktu kedatangan cahaya bintang ke Bumi tidak bisa diukur pasti.
Baca juga: Video Viral Bintang Tsurayya, Ini Penjelasan Lapan
Benarkah masuk teori relativitas?
Warganet dalam unggahan ini menyebut waktu datangnya cahaya ke Bumi sebagai bagian dari teori relativitas.
Dikutip dari Kompas.com, (24/1/2021), teori relativitas adalah kondisi suatu benda yang selalu memiliki kecepatan cahaya yang sama.
Andi membantah hal tersebut. Menurutnya, masyarakat memiliki miskonsepsi dengan teori relativitas.
Ia menjelaskan, teori relativitas dapat terbagi menjadi 2, yaitu relativitas umum yang berhubungan dengan geometri alam semesta dan relativitas khusus yang berkaitan dengan saat suatu objek bergerak dalam kecepatan cahaya.
Relativitas umum berlaku saat benda yang massanya lebih ringan akan bergerak memutari benda lain yang lebih berat. Contohnya, planet yang berputar memutari Matahari.
Sementara relativitas khusus menunjukkan bahwa benda yang bergerak dengan kecepatan cahaya akan mengalami tiga kondisi, yaitu
1. Dilatasi atau perlambatan waktuIni menunjukkan benda yang bergerak cepat mengikuti kecepatan cahaya justru akan mengalami waktu tempuh yang lebih lambat.
2. Kontraksi atau pemendekan panjangBenda yang diukur dalam posisi statis atau diam akan terlihat memendek saat diukur ulang dalam kondisi bergerak sesuai kecepatan cahaya.
3. Pertambahan energi atau momentumSaat bergerak dalam kecepatan cahaya, maka benda itu butuh energi dan momentum atau gaya gerak yang lebih besar.
Baca juga: Viral, Video Diduga Bintang Jatuh di Gunung Merapi, Ini Penjelasan BRIN
Andi menegaskan, teori relativitas khusus sama sekali tidak berkaitan dengan lama waktu tempuh cahaya. Hal ini karena kelajuan cahaya selalu sama meskipun dihitung dari segala arah.
"Besarnya kelajuan cahaya baik itu di Bumi, di Matahari, di Proxima Centauri, bahkan di bintang Earendel itu sama, yaitu sebesar 300.000 km/detik, Cahaya selalu melaju dengan kelajuan konstan," jelasnya.
Meski begitu, cahaya berkaitan dengan relativitas umum. Ia menambahkan, cahaya mengikuti kelengkungan ruang dan waktu saat mengikuti benda yang bermassa besar.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.