Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Pesawat Boeing 757 Birgenair Jatuh di Samudra Atlantik, 189 Tewas

Baca di App
Lihat Foto
Wikimedia
Pesawat Birgenair Flight 301
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com – Pesawat Boeing 757 yang dioperasikan Birgenair jatuh di Samudra Atlantik tidak lama setelah lepas landas dari Republik Dominika pada 6 Februari 1996. 

Dalam kecelakaan tersebut sebanyak 189 penumpang tewas. 

Birgenair adalah perusahaan penerbangan charter Turki yang didirikan pada tahun 1988 dengan kantor pusat di Istanbul, Turki.

Baca juga: Sejarah Cap Go Meh dan Ragam Tradisi yang Mengiringinya...

Kronologi kejadian

Dilansir dari Washington Post, tragedi yang terjadi pada Selasa malam waktu setempat menewaskan 189 orang, termasuk 13 kru di dalamnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesawat sewaan tersebut jatuh dengan membawa pulang turis Jerman dari liburan di Karibia dengan tujuan Berlin dan Frankfurt.

Sebelum jatuh, pesawat tersebut telah terbang mencapai 7.000 kaki di udara kemudian tiba-tiba berbelok kembali ke darat dan menghilang dari layar radar.

Penyelidikan dilakukan oleh berbagai pihak, seperti dewan keselamatan penerbangan negara setempat, pihak Boeing, dan produsen mesin Rolls-Royce.

Penyelidikan sempat mengalami kesulitan karena perekam data pesawat tersebut tenggelam ke dalam dasar laut Karibia.

Dilansir dari New York Times, perekam data pesawat tersebut tenggelam sekitar 3.000 kaki yang menelan banyak biaya untuk evakuasinya. Pesawat juga hancur berantakan dengan puing-puing tersebar di perairan.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Boeing 737 Air Florida Jatuh di Sungai Potomac, Washington

Penyebab kecelakaan

Dilansir dari simpleflying, diketahui bahwa terdapat sarang tawon yang ada di dalam salah satu tabung pitot di dalam pesawat.

Sebelum digunakan pada penerbangan tersebut, pesawat tidak digunakan selama 20 hari dan terparkir di Bandara Internasional Gregorio Luperón (POP) Puerto Plata, Republik Dominika.

Selama dua hari sebelum hari kecelakaan, tabung pitotnya dibiarkan terbuka.

Tabung pitot berfungsi untuk mengukur faktor operasional seperti kecepatan udara dan ketinggian pesawat.

Sarang tawon tersebut memblokir kemampuan tabung untuk mencatat kecepatan udara dengan benar dan berakibat fatal.

 

Mesin mati

Setelah meninggalkan Puerto Plata, indikator kecepatan udara atau air speed indicator (ASI) kapten terlalu banyak membaca karena penyumbatan, menunjukkan kecepatan 350 knot (650 km per jam).

Hal tersebut mendorong autopilot untuk mengurangi kecepatan pesawat dan mengarahkan hidung pesawat ke atas, meskipun ASI perwira pertama dengan benar menunjukkan kecepatan pesawat 200 knot (370 km per jam).

Autopilot kemudian dinonaktifkan dan pilot sengan manual mengurangi daya dorong.

Hal tersebut menyebabkan pesawat mogok, serta mesin sebelah kiri mati karena aliran udara yang tidak memadai.

Pilot pun meningkatkan daya dorong pesawat, tetapi hanya mesin sebelah kanan yang bekerja sehingga pesawat berputar.

Pesawat pun terbalik dan jatuh ke Samudra Atlantik.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Boeing 767-300 Jatuh, 223 Orang Tewas

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi