KOMPAS.com - Air bersih merupakan sumber daya alam yang paling dibutuhkan makhluk hidup. Jika tidak ada air, sudah dipastikan tidak ada kehidupan.
Bagi manusia, kriteria air bersih adalah air yang dapat dipergunakan untuk keperluan sehari-hari, di mana kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan.
Berdasarkan data Progress on Drinking Water and Sanitation, 2021 Update and MDG Assessment yang dirilis oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF, ada 771 juta orang di dunia tidak memiliki akses air bersih.
Bahkan, waktu yang dihabiskan untuk mengumpulkan air atau mencari tempat yang aman untuk mengakses air bersih menyumbang hilangnya peluang ekonomi mencapai miliaran dollar AS.
Baca juga: Menteri BUMN Tunjuk Eks Dirjen Pajak Jadi Komisaris Danareksa
Persoalan akses air bersih juga dihadapi oleh Indonesia.
Meski termasuk negara tropis, data Dewan Sumber Daya Air Nasional (DSDAN) menyebutkan bahwa Indonesia terancam krisis air tingkat menengah pada 2025.
Indonesia juga masuk ke dalam daftar 10 negara yang akan mengalami krisis air bersih pada 2040. Pulau Jawa dan Bali menjadi daerah dengan potensi krisis tertinggi.
Ancaman ini tentu berpeluang menghambat upaya Indonesia menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat dunia pada 2045.
Baca juga: Mengenal 7 Anak Cucu Pertamina, dari Urusi Asuransi hingga Perhotelan
Proyek air bersih dalam negeri
Pada Oktober 2022, Program Indonesia Water Fund (IWF) yang diluncurkan oleh Kementerian BUMN melalui holding Danareksa merupakan aksi nyata dalam mengantisipasi memburuknya krisis air bersih.
Program ini juga sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) untuk mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan melindungi lingkungan pada 2030.
IWF akan menggarap 31 proyek air bersih dalam negeri dengan dana Rp 45 triliun.
Target awal, program ini akan mengelola dana sebesar Rp 15 triliun dari mitra strategis.
Baca juga: Kenapa Air Mata Rasanya Asin? Berikut Penjelasannya
"Sehingga dalam setiap pengerjaan proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) baru maupun SPAM eksisting melalui IWF sudah melalui pengecekan tim kami secara ketat dengan teknologi tinggi, bahkan sejak awal proyek dijalankan," kata Chris dalam keterangannya kepada Kompas.com, Jumat (10/2/2023).
Holding BUMN danareksa yang terlibat dalam IWF adalah Perum Jasa Tirta I, Perum Jasa Tirta II, dan PT Nindya Karya.
Menurutnya, Perum Jasa Tirta I dan II telah berpengalaman puluhan tahun dalam pengelolaan air, sementara PT Nindya Karya memiliki rekam jejak yang baik dalam bidang konstruksi dan infrastruktur.
Baca juga: Benarkah Air Rebusan Daun Salam Bisa Menurunkan Asam Urat?
Chris menjelaskan, IWF dalam pengerjaannya juga menggunakan teknologi standar internasional, serta menggait mitra yang berpengalaman.
"Ini dijalankan bersama dengan strategic partners dengan expertise di bidang pengelolaan air yang berperan melakukan pengelolaan aktif atas IWF bersama Danareksa dengan menggunakan teknologi yang memenuhi standar internasioal," katanya lagi..
Selain itu, pihaknya juga menerapkan skema pembiayaan inovatif, yakni konsep akses, investasi, dan replikasi (AIR) yang menjadi pilar IWF.
Ia menuturkan, IWF menjadi program pendanaan khusus pertama BUMN yang terintegrasi dan bersinergi dengan financial investors, serta global strategic partnership yang berpengalaman dalam memberikan akses air bersih.
Baca juga: Dukung Penyediaan Air Bersih, Danareksa Jalin Kerja Sama melalui Indonesia Water Fund
Tantangan perbaikan akses air bersih
Sementara itu, Ketua Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Gadjah Mada (UGM) Pramono Hadi mengatakan, Indonesia secara umum memang memiliki ketersediaan air yang banyak karena termasuk negara tropis.
Akan tetapi, kondisi geografis yang merupakan negara kepulauan ini menyebabkan storage atau penampungan air di Indonesia kecil.
"Jadi air yang jatuh, karena bukan benua, itu cepat masuk ke laut. Kalau sistem storage-nya minim, air yang jatuh tadi tidak bisa dimaksimalkan penggunaannya. Apalagi di Jawa yang penduduknya padat luar biasa," kata Pramono saat dihubungi secara terpisah, Jumat (10/2/2023).
Sebagai gambaran, estimasi penggunaan air untuk kehidupan mencapai 1.800-2.000 liter per orang per hari, sementara penggunaan air minum atau domesti sekitar 100-200 liter per orang per hari.
Baca juga: Banjir Semarang, Apa Penyebabnya? Ini Analisis Ahli Hidrologi UGM...
Sementara itu, cadangan potensi di Jawa adalah sekitar 4.000 liter, dihitung dari banyaknya curah hujan dikalikan dengan luas wilayahnya.
"Jadi dari 4.000 tadi sudah terpakai 50 persen, itulah yang kemudian disebut kritis," jelas dia.
"Kalau dibiarkan terus, sementara kebutuhan domestik semakin meningkat dan tidak diimbangi manajemen air, tidak dikelola, tidak dibikin storage, ya jelas krisisnya akan semakin nyata," sambungnya.
Karenanya, ia berharap agar kebijakan atau program pengolahan air bersih seperti IWF dapat dimulai dari daerah yang padat penduduk.
Baca juga: Banjir di Kudus, Bagaimana Kondisinya Saat Ini dan Apa Penyebabnya?
Sebab, semakin urban pemukiman suatu negara atau daerah, maka semakin besar penggunaan airnya.
Tak hanya itu, Pramono berharap agar program-program penyediaan air bersih harus lebih terjangkau.
"Sekarang ini kan ngitungnya profit. Air itu layanan, pola pikir itu harus diubah. Ini layanan yang harus didukung oleh anggaran pemerintah, ini konteksnya pembangunan. Jadi tidak bisa kebutuhan air diserahkan ke publik," pungkasnya.
Baca juga: Banjir Semarang, Apa Penyebabnya? Ini Analisis Ahli Hidrologi UGM...