Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ferdy Sambo Divonis Mati, Bagaimana Proses Hukuman Mati di Indonesia?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo.

Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu diputus bersalah dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

"Menjatuhkan terdakwa dengan pidana mati," kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam persidangan, dikutip dari Kompas.com, Senin (13/2/2023).

Menurut majelis hakim, Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Vonis majelis hakim ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum yang sebelumnya meminta hukuman seumur hidup. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lalu, bagaimana proses pelaksanaan hukuman mati di Indonesia?

Baca juga: Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati

Apa itu hukuman mati?

Hukuman mati merupakan jenis pidana terberat menurut hukum positif Indonesia.

Dikutip dari Kompas.com, hukuman ini termasuk jenis hukuman yang banyak menuai pro dan kontra.

Jurnal Lex Crimen (2017) menyebut, mereka yang pro dengan pidana mati beralasan karena adanya peningkatan kualitas dan kuantitas kejahatan dari waktu ke waktu sehingga perlu diberi terapi kejut bagi penjahat tertentu yang tak bisa diharapkan berubah.

Sementara mereka yang kontra menilai alasan pidana mati bersifat final, sehingga jika dijatuhkan sekali tidak dapat diperbaiki meski terjadi kekeliruan terhadap terpidana.

Pidana mati juga dinilai menutup kemungkinan bagi terpidana untuk memperbaiki kesalahannya di masa yang akan datang.

Pelaksanaan hukuman mati di Indonesia

Hukuman mati tercantum dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Disebutkan, pidana mati atau hukuman mati merupakan salah satu jenis pidana pokok.

Ia adalah pidana pokok terberat disusul pidana penjara, kurungan, denda dan pidana tutupan.

Sesuai dengan Pasal 11 KUHP, pidana mati akan dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana.

Selanjutnya papan tempat terpidana berdiri akan dijatuhkan.

Namun ketentuan Pasal 11 KUHP kemudian diubah dengan Undang-Undang (UU) Nomor 02/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Pengadilan Umum dan Militer.

Sesuai dengan Pasal 1 UU tersebut diatur bahwa pelaksanaan hukuman mati yang dijatuhkan Peradilan Umum maupun Peradilan Militer dilakukan dengan ditembak sampai mati.

Baca juga: Mengenal Hukuman Mati di Indonesia: Dasar Hukum dan Detail Pelaksanaannya

Kemudian pada ketentuan UU Nomor 02/Pnps/1964 ini disempurnakan dengan Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.

Berikut ini beberapa sebab adanya hukuman mati yang diatur dalam KUHP:

  • Pasal 104: makar dengan maksud membunuh presiden dan wakil presiden
  • Pasal 111 ayat (2): melakukan hubungan dengan negara asing sehingga terjadi perang
  • Pasal 124 ayat (3): pengkhianatan memberitahukan atau menyerahkan kepada musuh di waktu perang, serta menghasut dan memudahkan terjadinya huru-hara atau pemberontakan di kalangan angkatan perang
  • Pasal 340: pembunuhan berencana
  • Pasal 365 ayat (4): pencurian dengan kekerasan secara bersekutu mengakibatkan luka berat atau mati
  • Pasal 444: pembajakan di laut yang menyebabkan kematian
  • Pasal 149 K ayat (2) dan Pasal 149 O ayat (2): kejahatan penerbangan dan saranan penerbangan.

Aturan mengenai hukuman mati selain dalam KUHP juga diatur dalam peraturan lain seperti pada UU Narkotika, UU Terorisme dan UU Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga: Sepak Terjang Ferdy Sambo, dari Jenderal Bintang Dua Polri hingga Divonis Hukuman Mati

Tahapan pelaksanaan hukuman mati

Sebelum pelaksanaan eksekusi, nantinya jaksa akan memberitahukan kepada terpidana mengenai rencana hukuman mati.

Sesuai dengan UU Nomor 02/Pnps/1964 pemberitahuan ini dilakukan dalam waktu tiga kali 24 jam sebelum eksekusi.

Bagi terpidana yang hamil maka hukuman mati dilakukan 40 hari usai anaknya dilahirkan.

Sebelum pelaksanaan eksekusi maka Kapolda akan membentuk regu tembak yang terdiri dari 1 Bintara, 12 Tamtama yang berada di bawah pimpinan seorang Perwira. Regu tembak berasal dari Korps Brigade Mobil atau Brimob.

Sesuai dengan Peraturan Kapolri Tahun 12 Tahun 2010, berikut ini proses pelaksanaan hukuman mati di Indonesia:

  • Terpidana diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati
  • Pada saat dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana dapat didampingi oleh seorang rohaniawan
  • Regu pendukung telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 (dua) jam sebelum waktu pelaksanaan pidana mati
  • Regu penembak telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 (satu) jam sebelum pelaksanaan dan berkumpul di daerah persiapan
  • Regu penembak mengatur posisi dan meletakkan 12 (dua belas) pucuk senjata api laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada jarak 5 (lima) meter sampai dengan 10 (sepuluh) meter dan kembali ke daerah persiapan
  • Komandan Pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada Jaksa Eksekutor dengan ucapan "Lapor, Pelaksanaan Pidana Mati Siap,".
  • Jaksa Eksekutor mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati;
  • Setelah pemeriksaan selesai, Jaksa Eksekutor kembali ke tempat semula dan memerintahkan kepada Komandan Pelaksana dengan ucapan "Laksanakan." Kemudian Komandan Pelaksana mengulangi dengan ucapan, "Laksanakan."
  • Komandan Pelaksana memerintahkan Komandan Regu Penembak untuk mengisi amunisi dan mengunci senjata ke dalam 12 pucuk senjata api laras panjang dengan 3 butir peluru tajam dan 9 butir peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi 1 butir peluru, disaksikan oleh jaksa eksekutor.
  • Jaksa eksekutor memerintahkan Komandan Regu 2 dengan anggota regunya untuk membawa terpidana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol lalu mengikat kedua tangan dan kaki terpidana ke tiang penyangga pelaksanaan pidana mati dengan posisi berdiri, duduk, atau berlutut, kecuali ditentukan lain oleh jaksa.
  • Terpidana diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 menit dengan didampingi seorang rohaniawan.
  • Komandan Regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika terpidana menolak.
  • Dokter memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi jantung sebagai sasaran penembakan, kemudian dokter dan Regu 2 menjauhkan diri dari terpidana.
  • Komandan Regu 2 melaporkan kepada jaksa eksekutor bahwa terpidana telah siap untuk dilaksanakan pidana mati.
  • Jaksa eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Pelaksana untuk segera melaksanakan penembakan terhadap terpidana.
  • Komandan Pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Regu Penembak untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata dengan posisi depan senjata dan menghadap ke arah terpidana.
  • Komandan Pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak untuk membidik sasaran ke arah jantung terpidana.
  • Komandan Pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai isyarat kepada regu penembak untuk membuka kunci senjata.
  • Komandan Pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara serentak.
  • Setelah penembakan selesai, Komandan Pelaksana menyarungkan pedang sebagai isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata.

Setelah penembakan, Komandan Pelaksana, jaksa eksekutor, dan dokter memeriksa kondisi terpidana.

Apabila dokter mengatakan terpidana masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan, maka jaksa memerintahkan Komandan Pelaksana untuk melakukan penembakan pengakhir.

Pelaksanaan hukuman mati dinyatakan selesai saat dokter tidak lagi menemukan tanda-tanda kehidupan pada terpidana.

Kemudian, Komandan Pelaksana pun melaporkan hasil penembakan kepada jaksa eksekutor dengan mengucapkan, "Pelaksanaan pidana mati selesai".

Baca juga: Ferdy Sambo Divonis Mati Jadi Trending Topic

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi