Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD
Bergabung sejak: 25 Sep 2022

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Kontroversi Penggunaan Robot Pengacara di Pengadilan

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/Zapp2Photo
Ilustrasi artificial intelligence (AI), kecerdasan buatan.
Editor: Sandro Gatra

PERKEMBANGAN spektakuler Artificial Intelligence (AI) telah merambah ke berbagai sisi kehidupan. Terakhir AI telah menjadi isu menarik terkait pelayanan jasa hukum, bahkan sebagai kuasa hukum dalam proses beracara di pengadilan dalam bentuk chatbot.

Chatbot adalah program komputer dengan menggunakan kecerdasan buatan (AI) dan pemrosesan bahasa secara natural (Natural Language Processing/NLP) untuk memahami instruksi dan pertanyaan pelanggan, mengotomatisasi tanggapannya, dan mensimulasikan percakapan manusia.

Chatbot infrastruktur kantor hukum

Sebagaimana dilansir The Global Legal Post, dalam laporannya berjudul, Allen & Overy integrates ChatGPT-style chatbot to boost legal work, 16 Februari 2023, Kantor Pengacara Allen & Overy (A&O) telah mengintegrasikan chatbot yang tipenya seperti ChatGPT, untuk meningkatkan pekerjaan layanan hukum mereka.

The Global Legal Post menyebutkan bahwa A&O telah bermitra dengan startup yang didukung oleh pembuat ChatGPT OpenAI. Mereka memperkenalkan chatbot untuk membantu para pengacara kantor hukum itu, dalam melakukan berbagai tugas di bidang hukum.

Dengan menggandeng Perusahaan Magic Circle, mereka kemudian meluncurkan platform digital yang diberi nama Harvey. Chatbot ini dioperasikan pada seluruh jaringan yang terdiri atas 43 kantor.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Platform ini digunakan untuk otomatisasi dan meningkatkan kinerja termasuk analisis kontrak, uji tuntas (due diligence), dan kepatuhan terhadap regulasi (regulatory compliance).

Satu hal yang menarik, David Wakeling dari A&O, menggambarkan Platform Harvey sebagai sebuah game changer yang dapat bekerja dalam berbagai bahasa, dan berbagai bidang praktik.

Chatbot ini juga menghasilkan efisiensi dan kecerdasan yang belum pernah terjadi sebelumnya, ungkapnya.

Dalam pernyataannya, Wakeling menambahkan, Firma Hukum tersebut telah melihat "beberapa hasil yang luar biasa" selama uji coba yang dimulai November lalu.

Uji coba ini setidaknya telah melibatkan 3.500 pengacara yang mengajukan sekitar 40.000 pertanyaan kepada Harvey, terkait pekerjaan klien mereka sehari-hari.

A&O mengatakan bahwa hasil Harvey masih memerlukan pengamatan cermat dan mengakui bahwa hal tersebut bisa saja memberikan hasil tidak akurat atau menyesatkan. Cek ricek dan editorial berbasis komparasi data sangat diperlukan.

Namun demikian, firma hukum itu mengatakan bahwa Harvey dapat membantu memberikan wawasan, rekomendasi, dan prediksi berdasarkan volume data yang besar.

Hal ini memungkinkan para pengacara memberikan solusi yang lebih cepat, lebih cerdas, dan lebih hemat biaya untuk klien mereka.

Platform Harvey, menurut mereka, mampu memproses dengan bahasa natural dan fungsi machine learning, serta melakukan analisis data (data analytic). Chatbot pun dapat menjawab pertanyaan yang diajukan secara natural.

Machine learning merupakan salah satu cabang dari AI. Kecerdasan buatan berbasis algoritma, yang sudah sering digunakan untuk berbagai keperluan.

Dengan pengembangan algoritma dan model statistik, platform digital ini dapat menjalankan tugas tanpa instruksi eksplisit, mengandalkan pola serta inferensi sebagai gantinya.

Aplikasi berbasis algoritma machine learning, digunakan untuk memproses data historikal dalam jumlah besar dengan mengidentifikasi pola data.

"Robot pengacara" di pengadilan

Berbeda dengan pemanfaatan chatbot untuk para pengacara di kantor hukum yang relatif tanpa kontroversi, pemanfaatan chatbot di pengadilan akhir-akhir ini menjadi isu panas di Amerika Serikat.

Hal ini terjadi setelah Joshua Browder menciptakan chatbot berupa “Robot Pengacara” yang bisa berperan sebagai "kuasa hukum" di pengadilan.

Dilansir dari The San Francisco Standard, 25 Januari 2023, dengan tajuk laporan ‘Robot Lawyer’ Yanked From Courtroom After Legal Outcry, bahwa Joshua Browder, CEO startup DoNotPay, menawarkan untuk memberi 1 juta dollar AS kepada pengacara mana pun yang bersedia memasang sepasang AirPods dan memperdebatkan kasus di depan Mahkamah Agung dengan mengulangi persis apa yang disampaikan oleh “robo-lawyer”.

Joshua, CEO startup DoNotPay yang berbasis di New York, menciptakan cara bagi orang-orang berargumen di pengadilan yang dihasilkan melalui AI.

Perusahaannya didirikan pada 2015. DoNotPay telah mengumpulkan 28 juta dollar AS, termasuk pendanaan dari perusahaan modal ventura terkemuka, Andreessen Horowitz.

Bagaimana cara kerja Robot Pengacara itu di pengadilan? Dijelaskan bahwa orang yang berperkara dalam kasus tilang lalu lintas akan memakai kacamata pintar yang merekam proses pengadilan.

Platform akan mendiktekan tanggapan ke telinga terdakwa melalui speaker kecil.

Sistem mengandalkan beberapa generator teks AI terkemuka, termasuk ChatGPT dan DaVinci. Melalui model aplikasi seperti ini, maka terdakwa bisa menyampaikan apa yang dia dengar kepada hakim di pengadilan.

Terkait keabsahan dan kebolehan penggunaan robot pengacara secara hukum, dalam sebuah pernyataan, Pimpinan Pengadilan Negara Bagian California, George Cardona, menolak mengomentari penyelidikan terhadap DoNotPay, tetapi mengatakan bahwa organisasi, memiliki kewajiban untuk menyelidiki kemungkinan praktik hukum yang tidak sah.

"Kami secara teratur memberi tahu calon pelanggar bahwa mereka dapat menghadapi tuntutan di pengadilan perdata atau pidana, yang sepenuhnya tergantung pada penegakan hukum," kata Cardona dalam sebuah pernyataan.

Dilansir dari WUSF Public Media, 25 Januari 2023, dalam laporan berjudul A robot was scheduled to argue in court, then came the jail threats, Leah Wilson, Direktur Eksekutif State Bar of California mengatakan, bahwa baru-baru ini telah terjadi lonjakan dalam kuasa hukum berbasis teknologi untuk memenuhi ketiadaan nasihat hukum yang terjangkau.

Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana layanan ini harus diatur.

Penggunaan AI DoNotPay di pengadilan juga diprediksi memiliki hasil yang beragam, termasuk risiko atas hasil yang buruk dan tidak akurat.

Namun demikian, sebagaimana dilansir Business Insider, 26 Januari 2023, dalam laporannya bertajuk DoNotPay's CEO says threat of 'jail for 6 months' means plan to debut AI 'robot lawyer' in courtroom is on ice , bahwa “robot pengacara” aplikasi DoNotPay tidak akan hadir di pengadilan dalam waktu dekat.

Hal ini terjadi setelah CEO perusahaan itu Joshua Browder, seorang milenial berusia 19 tahun menyatakan bahwa dia mendapat ancaman akan dipenjara selama 6 bulan, jika ambisinya menggunakan aplikasi tersebut di ruang sidang dilaksanakan.

Browder sebelumnya berencana menguji aplikasi tersebut dalam sidang tilang lalu lintas pada bulan Februari.

Program AI DoNotPay secara diam-diam akan menasihati terdakwa melalui penutup telinga. Browder tidak mengungkapkan kasus atau tempat pada saat itu, mengutip sifat rahasia dari percobaan yang direncanakan.

Dilansir WUSF Public Media, Browder juga intinya masih berharap ini bukan akhir dan jalan buntu penerapan AI di ruang sidang.

Ia mengatakan bahwa sebenarnya banyak orang tidak mampu membayar pengacara. Hal ini bisa mengubah keseimbangan dan memungkinkan orang menggunakan platform seperti ChatGPT di ruang sidang yang mungkin bisa membantu mereka memenangkan kasus.

Masa depan “robot pengacara” menghadapi ketidakpastian. Di AS, merekam audio selama proses hukum secara langsung memang tidak diizinkan di pengadilan Federal dan seringkali dilarang di pengadilan negara bagian.

Bahwa 'robot pengacara' benar-benar membuat marah banyak pengacara. Browder kemudian mengatakan bahwa teknologi semakin maju dan aturan ruang sidang sudah sangat ketinggalan zaman.

Praktik di AS, terdapat badan pengatur di Negara Bagian yang berwenang memberi lisensi, menerapkan sanksi disiplin dan mengawasi para pengacara.

Hukum di berbagai negara juga mengatur siapa saja yang boleh berpraktik sebagai kuasa hukum di pengadilan.

Gagasan untuk bereksperimen dengan nasihat hukum bukanlah hal baru. Negara-negara bagian seperti Utah melonggarkan beberapa batasan untuk memungkinkan non-pengacara mencoba cara baru untuk memberikan layanan hukum.

Namun regulator mungkin masih perlu waktu lama untuk mempertimbangkan pengacara AI di pengadilan.

Hukum Indonesia

Fenomena ini tentu bisa merambah ke berbagai negara termasuk Indonesia. Dengan pengguna internet mencapai 212 juta orang lebih, dan dikenal sebagai negara yang sangat adaptif terhadap teknologi digital, maka hal ini perlu segera diantisipasi.

Penggunaan AI dalam berbagai sisi kehidupan, tanggung jawab atas akurasi serta dampaknya menjadi hal yang perlu dikaji dari berbagai sisi tidak saja teknologi, tetapi juga hukum.

Terkait proses beracara di pengadilan, hukum kita juga mengenal pembatasan-pembatasan siapa saja yang bisa menjadi kuasa hukum beserta segala formalitasnya.

Untuk dapat menjadi kuasa hukum di pengadilan dilakukan oleh Advokat, yaitu orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

UU ini secara tegas membatasi, bahwa kuasa hukum adalah orang, atau bisa ditafsirkan sebagai individu (natuurlijk persoon) yang tentunya tidak termasuk AI.

Di saat dunia memasuki Industry 5.0, dan transformasi digital menjadi sebuah keniscayaan, serta di sisi lain masyarakat banyak yang memerlukan jasa hukum yang terjangkau, maka platform digital pada saatnya akan menjadi perhatian. Para pakar hukum kita sudah saatnya mengkaji secara mendalam soal ini.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi