Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Garut Umumkan KLB Difteri, Kemenkes Ungkap Penyebabnya

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Tangkapan layar Zoom meeting dengan Kementerian Kesehatan
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers secara daring membahas Kinerja Kementerian Kesehatan RI Tahun 2022, Kamis (5/1/2023).
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkap alasan Kabupaten Garut, Jawa Barat, menetapkan kejadian luar biasa (KLB) difteri.

Garut menetapkan KLB difteri setelah mendapat laporan warganya meninggal dunia setelah diduga terjangkit penyakit menular ini.

Penetapan KLB merupakan langkah untuk mencegah pertambahan kasus.

Hal itu disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Penanganan difteri agar KLB tidak meluas, menetapkan status KLB difteri sebagai pemberitahuan bahwa situasi sudah darurat," kata Siti, dilansir dari Kompas TV, Kamis (23/2/2023).

Lantas, bagaimana awal mula kemunculan kasus difteri di Garut sampai pemerintah setempat menetapkan KLB?

Tujuh orang meninggal

Garut menetapkan KLB difteri setelah tujuh warga Desa Sukahurip, Kecamatan Pangantikan, meninggal dunia setelah diduga terinfeksi difteri.

Diberitakan Kompas.com, Rabu (22/2/2023), ketujuh orang tersebut dilaporkan meninggal pada 6-19 Februari 2023.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Garut membeberkan awal mula kasus penyakit menular ini bertambah dalam beberapa pekan terakhir.

Sekretaris Dinkes Garut Leli Yuliani menyampaikan, terdapat empat kasus observasi difteri yang sudah tercatat dan empat kasus suspek diferti.

Dinkes Garut juga mencatat dua kasus sudah terkonfirmasi positif dan 55 orang dilaporkan kontak erat dengan pasien yang dinyatakan positif.

Sementara, laporan terbaru Labkesda Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa kasus difteri di Garut bertambah menjadi tiga orang.

Pasien positif terdiri dari dua anak berusia tujuh tahun dan seorang remaja berusia 19 tahun.

"Kami menerima laporan ada penambahan tiga orang yang terkonfirmasi positif, jadi jumlah sampai hari ini lima orang," kata Leli, dikutip dari Kompas TV, Kamis (23/2/2023).

Baca juga: 31 Provinsi Laporkan KLB Campak, Kenali Gejala dan Penanganannya

Leli menyampaikan, tujuh orang yang dilaporkan meninggal diduga terjangkit difteri belum diketahui riwayat kesehatannya.

Dengan alasan itu, dia belum dapat memastikan penyebab kematian tujuh orang tersebut karena difteri atau penyakit lain.

Dinkes, kata Leli, juga menunggu hasil laporan uji laboratorium terhadap 72 orang untuk mendeteksi difteri.

Apabila mereka terbukti terjangkit difteri, Dinkes bakal mengambil langkah penanganan yang tepat dan cepat untuk menangani pasien positif.

"Mereka yang diambil sampel adalah kontak erat dengan penderita difteri, dan masih menunggu hasil pemeriksaannya," ujarnya.

Baca juga: Kembali Menjangkit, Kenali Bahaya dan Penanganan Difteri

Lihat Foto
Shutetrstock/wisely
Ilustrasi vaksinasi Covid-19.

Keterlambatan vaksinasi

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap penyebab Garut menetapkan KLB difteri.

Dilansir dari Antara, penyakit menular tersebut dapat menjangkiti warga Garut karena keterlambatan vaksinasi.

"Difteri di Garut memang vaksinasinya kurang," kata Budi di Jakarta, Rabu (22/2/2023).

"Gara-gara Covid-19 jadi agak berkurang (vaksinasi difteri)," sambungnya.

Lebih lanjut, Budi menyampaikan bahwa Kemenkes akan mengejar ketertinggalan Imunisasi Dipheria Tetanus (DPT).

Tujuannya, untuk mencegah penyakit infeksi, seperti pertusis atau bak rejan, tetanus, termasuk difteri.

"Akan kami tangani. Sudah kirim tim ke sana. Daerah sana (Garut) imunisasi difterinya kurang," katanya.

Baca juga: Pemerintah Gulirkan Vaksinasi Booster Kedua untuk Masyarakat Umum, Akankah Dijadikan sebagai Syarat Perjalanan?

(Sumber: Kompas.com/Fika Nurul Ulya I Editor: Icha Rastika)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi