Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Mario Dandy dan Bentuk dari Simbolik Eksternalitas Power...

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/DZAKY NURCAHYO
Mario Dandy Satriyo (mengenakan baju oranye), pelaku yang menganiaya pria berinisial D (17) di Kompleks Grand Permata, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Mario dihadirkan dalam konferensi pers di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Rabu (22/2/2023).
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Kasus Mario Dandy Satrio (20), anak mantan pejabat di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan berbuntut panjang.

Diketahui, Mario ditetapkan tersangka dan ditahan terkait kasus dugaan penganiayaan terhadap D (15).

D merupakan putra dari seorang pengurus Gerakan Pemuda (GP) Ansor, badan otonom Nahdlatul Ulama (NU) yang bergerak di bidang kepemudaan.

Mario diduga melakukan penganiayaan pada Senin (20/2/2023) sekitar pukul 20.30 WIB hingga D mengalami koma selama dua hari.

Lokasi dugaan penganiayaan berada di Kompleks Grand Permata Cluster Boulevard, Pesanggarahan, Jakarta Selatan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Perbandingan Harta Kekayaan dan Gaji Pejabat Pajak yang Anaknya Aniaya Orang


 Baca juga: Nilai Prestise Motor Harley Davidson...

Lantas, apa yang terjadi?

Simbolik eksternalitas power

Sosiolog asal Universitas Sebelas Maret Drajat Tri Kartono mengungkapkan, kasus kriminal yang melibatkan anak pejabat merupakan bentuk dari simbolik eksternalitas power atau eksternalitas simbolik power.

"Yang punya kekuasaan adalah bapaknya, bisa memberikan perintah atau larangan. Tetapi orang-orang di sekitar bapaknya bisa mendapatkan manfaat dari kekuasaan itu," jelasnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (23/2/2023).

Drajat menjelaskan, orang-orang yang mendampingi atau berada di sekitar penguasa dan pejabat juga akan dihormati serta memiliki hak-hak istimewa.

Baca juga: Apa yang Terjadi pada Seseorang Saat Koma?

Orang seperti ini sebenarnya tidak memiliki kekuasaan dalam dirinya. Namun, ia menjadi ikut dianggap penting akibat terkena pengaruh kekuasaan yang dimiliki pejabat di dekatnya.

"Kekuasaan itu bisa konkret, bisa simbolik," lanjutnya.

Kekuasaan konkret dimiliki orang-orang yang memang menjabat atau berkuasa di suatu tempat. Sementara kekuasaan simbolik bisa didapatkan anak pejabat yang terkena kekuasaan konkret dari orang tuanya.

Saat berada dalam lingkup jabatan orang tuanya, sang anak akan mendapatkan penghormatan yang sama dengan pejabat itu.

Baca juga: Buntut Kasus Anaknya, Rafael Alun Trisambodo Mengundurkan Diri dari ASN Ditjen Pajak

Drajat mengaku kalau kondisi ini sebenarnya bisa saja tidak menimbulkan masalah apa-apa di antara anak pejabat dan orang sekitarnya. Namun, di sisi negatifnya, hal ini juga bisa menyebabkan muncul masalah dengan orang lain.

"Ini bisa jadi masalah jika ada kuasa yang dimanfaatkan oleh dia di dalam hubungan dengan orang lain. Misalnya, ke mitra kerja bapaknya, teman-temannya, atau masyarakat umum," ujarnya.

Orang semacam ini, menurutnya, punya akses, fasilitas, dan kuasa dalam melakukan tindakan yang tidak benar.

Saat ditangkap oleh pihak kepolisian yang dianggap punya pangkat lebih rendah, dia juga tetap akan bersikap seolah berkuasa.

Baca juga: Ketika Anak Pejabat Maju di Pilkada...

Jarang dilarang

Drajat mengakui sikap arogan seperti itu tetap tergantung kepada setiap individu anak pejabat. Ada juga anak pejabat yang tidak semena-mena dengan statusnya.

Selain itu, sikap orang tua dan orang-orang di sekitarnya juga akan mempengaruhi kepribadian anak pejabat tersebut.

"Bagaimana orang tua dan orang-orang di sekitar orang tuanya memperlakukan dan mengajarkan kepada anak bahwa kekuasaan orang tuanya tidak bisa dimanfaatkan secara praktis sesuai kebutuhannya sendiri," jelasnya.

Baca juga: Gelar Profesor Kehormatan untuk Pejabat Publik dan Upaya Menjaga Marwah UGM...

Sayangnya, ia mengakui tidak terlalu banyak orang yang mau mengingatkan anak pejabat yang berbuat buruk.

Hal ini karena orang-orang tersebut berada di bawah kekuasaan sang pejabat dan ikut memperoleh manfaat darinya.

Mereka akan menghormati dan mendukung apa pun perbuatan anak pejabat tersebut demi keuntungan yang akan kembali didapatkan.

Baca juga: Membaik tapi Belum Sadar, Korban Penganiayaan Anak Pejabat Ditjen Pajak Terkena Diffuse Axonal Injury

Untuk mengatasi ini, Drajat menyarankan perlu ada orang tua, masyarakat sekitar, dan teman-temannya yang mau mengingatkan anak pejabat atas tindakannya.

Selain itu, peran keluarga dan kesadaran dari dalam diri si anak pejabat sangat penting untuk memisahkan antara hak publik dan hak pribadi yang dimiliki setiap orang.

"Dalam hal lain, ya butuh kontrol dari pihak kantor atau inspektorat. Untuk mengkontrol penggunaan kendaraan, pengawal, atau fasilitas-fasilitas negara yang digunakan oleh keluarga supaya tidak terjadi pelanggaran," tambahanya.

Baca juga: 5 Fakta Kasus Penganiayaan yang Dilakukan Anak Pejabat Ditjen Pajak

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi