Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Video Penganiayaan Mario Dandy Viral, Kenapa Pelaku Merekam Aksinya?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Dzaky Nurcahyo
Shane Lukas (19) tertunduk malu saat wajahnya terpampang di hadapan awak media pada Jumat (24/2/2023)
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Tindakan penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio atau MDS (20) kepada D (17) mendapatkan sorotan publik. Terlebih setelah video aksi penganiayaan yang dilakukan anak mantan pegawai pajak itu beredar di media sosial. 

Dalam kejadian ini, Mario Dandy Satrio diduga meminta temannya Shane Lukas alias SLR (19) untuk mengambil video penganiayaan tersebut dengan ponsel milik pelaku.

Terkait tindak penganiayaan tersebut, Mario Dandy Satrio dan Shane Lukas ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 76c juncto Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 ayat 2 KUHP.

Polres Jakarta Selatan menetapkan Shane sebagai tersangka karena perannya sebagai orang yang merekam kejadian tersebut.

Berkaca dari kasus tersebut, mengapa pelaku penganiayaan merekam aksi yang ia lakukan, apa alasannya?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Peran 2 Tersangka dalam Kasus Penganiayaan Anak Pengurus GP Ansor


Bukti eksistensi pelaku

Menurut kriminolog Universitas Padjadjaran Yesmil Anwar, tindakan pelaku merekam aksi penganiayaan yang dilakukannya bisa disebabkan karena sejumlah faktor. Salah satunya menurut Anwar sebagai bukti eksistensinya.

Selain itu, dia juga menyebut, latar belakang pelaku juga dapat membuatnya merasa tidak takut merekam aksi penganiayaan. Padahal, video aksi penganiayaan itu besar kemungkinan sebagai bukti di pengadilan. 

Yesmil menyebut pola asuh dari orangtua pelaku yang memanjakan bisa membuatnya cenderung bersikap kekanakan meskipun saat ini usianya sudah masuk kategori orang dewasa.

"Dia mungkin belum dewasa perkembangannya walaupun berusia 20 tahun," ujar Yesmil kepada Kompas.com, Minggu (26/2/2023).

Jika dibiarkan, menurutnya, hal ini akan membuat pelaku bersikap anti-sosial serta mengutamakan ego dan diri sendiri.

Saat emosinya terpancing, ia akan terangsang untuk berbuat kriminal. Pelaku akan melakukan tindakan apapun untuk memenuhi keinginannya, termasuk merekam perbuatan kekerasan yang dilakukan.

Selain itu, Yesmil mengatakan bahwa pelaku merekam tindakan kekerasannya untuk membuktikan eksistensi dirinya.

"Biasanya ingin menunjukkan kegagahan. Dia ingin menunjukkan kegagahan di hadapan pacarnya," lanjutnya.

Yesmil mengungkapkan jika pelaku tidak memperhatikan risiko yang akan muncul dari rekaman semacam itu. Selama keinginannya terpenuhi, ia tidak akan mempedulikan hal lain.

"Ciri remaja itu nggak kepikiran risikonya. Orang dewasa juga kadang gitu. Dengan direkam, cuma dilihat keuntungannya. Risiko ini nomor dua," pungkasnya.

Baca juga: Pasal dan Ancaman Pidana Mario Dandy Satrio, Tersangka Penganiayaan Anak Kader GP Ansor

 

Motivasi melukai korbannya

Sementara itu, alumnus Program Studi Krimonologi FISIP Universitas Indonesia M. Ridha Intifadha menjelaskan alasan lain di balik tindakan seorang pelaku kejahatan yang merekam tindakannya.

Pengguna akun Twitter @RidhaIntifadha ini membagikan informasi tersebut dalam unggahan ini.

"Perekaman kejahatan oleh pelaku tidak terlepas dari perkembangan teknologi digital yang mengubah cara kita dalam memproduksi dan berinteraksi melalui media gambar/video," ujarnya.

Hingga Minggu malam, utas tersebut telah tayang sebanyak 611.100 kali, disukai 8.221 akun, dan di-retweet 2.238 kali.

Dalam utas yang diunggah pada Jumat (24/2/2023), ia menjelaskan alasan pelaku tindak kriminal mendokumentasikan aksi kejahatannya. Informasi ini berdasarkan studi British Journal of Criminology tulisan Sveinung Sandberg dan Thomas Ugelvik asal Universitas Oslo yang terbit Juli 2016.

Merendahkan korban

Ridha menyatakan, pelaku memiliki motivasi yang sangat kuat untuk menyakiti korban. Hal ini lalu membuatnya merekam kejadian penganiayaan tersebut.

"Saya menduga motif perekaman pelaku kekerasan ini adalah untuk merendahkan, melecehkan, bahkan menyakiti korban secara lebih dalam," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (25/2/2023).

Motivasi ini, menurutnya, sangat besar sehingga menutupi ketakutan pelaku kalau rekaman aksi kekerasannya ketahuan.

Saking besarnya motivati tersebut, ia tidak mempertimbangkan kemajuan era digital saat ini di mana seharusnya aksi kejahatannya atau jejaknya disembunyikan.

Ridha menambahkan, tindakan perekaman ini memang bagian yang tidak terpisahkan dalam aksi kekerasan.

"Kejahatan kekerasan itu harus disertai perekaman agar motif pelaku tersebut dapat tercapai atau terpuaskan," lanjutnya.

Ridha menyebutkan, permintaan pelaku merekam aksi penganiayaanya menurutnya bukanlah aksi spontan melainkan sudah direncanakan.

Produksi konten kekerasan dan merendahkan orang lain

Sementara itu, dari jurnal yang sama, Ridha menjelaskan alasan-alasan lain dari pelaku tindak kriminal yang merekam aksinya.

Pertama, pelaku kekerasan seksual merekam kejahatan karena ingin memproduksi konten atas perbuatannya dan merasakan kenikmatan dari situ.

Pelaku bisa juga melakukannya karena ada dorongan ekonomi untuk memeras uang korban. Selain itu, video itu juga menjadi bahan ancaman agar korban diam saja atas kekerasan yang ia alami.

Kedua, tindakan tersebut muncul berkat adanya budaya merendahkan orang lain di tengah masyarakat umum.

Saat ada satu konten yang isinya menyakiti korban, orang-orang lain lalu membagikan konten itu lagi. Pelaku ingin semakin merendahkan korban lewat konten yang dibagi-bagikan itu.

Ketiga, seorang penjahat yang merekam aksinya merupakan salah satu contoh dari kebudayaan merekam suatu kejadian secara instan dan spontan.

Dalam beberapa kasus, tindakan mengambil gambar atau merekam tindak kejahatan dilakukan secara impulsif.

Pelaku menganggap tindakan kejahatan yang ia lakukan sebagai momem baru, tidak biasa terjadi, atau layak dibagikan ke orang lain. Hal ini membuat ia tergerak mendokumentasikan peristiwa tersebut.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi