Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Kemenkop UKM Larang "Thrifting" karena Dinilai Merusak Industri Dalam Negeri

Baca di App
Lihat Foto
PIXABAY/LINDALIOE
Ilustrasi jual beli baju bekas.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) disebut mengusulkan larangan thrifting karena dinilai merusak usaha mikro kecil menengah (UMKM) lokal.

Thrifting adalah aktivitas membeli atau menjual barang-barang bekas impor dengan tujuan untuk dipakai kembali. 

Hal itu diinformasikan akun Instagram @ussfeeds, yang kemudian dibagikan ulang akun Twitter @cudble pada Rabu (1/3/2023).

Hingga Kamis (2/3/2023), twit tersebut telah dijangkau lebih dari 1 juta kali pengguna Twitter.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Kronologi Pemilik Olshop Baju Bekas di Makassar Aniaya dan Keroyok Pembeli

Lantas, bagaimana penjelasan Kemenkop dan UKM?

Thrifting Dilarang Kemenkop UKM

Kemenkop dan UKM menegaskan bahwa secara aturan, praktik thrifting atau membeli dan menjual pakaian bekas dari luar negeri sebenarnya telah dilarang.

Deputi Bidang UKM Hanung Harimba Rachman menilai, praktik thrifting dapat merusak industri garmen dalam negeri.

"Memang di peraturan perdagangan kita yang Bea Cukai itu kan sebenarnya dilarang thrifting, impor barang-barang bekas itu kan dilarang," ujarnya, saat berbincang dengan Kompas.com, Kamis.

Baca juga: Fenomena Thrifting Sedang Digandrungi, Apa Pemicunya?

Namun, menurutnya, praktik thrifting nyatanya masih didukung adanya masyarakat Indonesia yang cenderung suka membeli produk luar negeri, meski bukan barang baru.

Terlebih, produk dari luar negeri tersebut dibanderol dengan harga jauh lebih murah. 

"Kita lihat, banyak tempat sampai di daerah-daerah itu penjualan baju-baju bekas ada di mana-mana. Nah, itu merusak industri garmen kita karena harga jauh lebih murah dan ada brand-nya, tapi bekas," kata Hanung

"Banyak masyarakat kita yang masih price sensitive, artinya kalau harganya murah dibeli, mau itu bekas sekali pun. Jadi industri kita tidak dihargai dan kalah, karena barang bekas dikasih tempat. Masyarakat kelas bawah mungkin senang. Ya otomatis rusak industri garmen kita," sambungnya.

Baca juga: Kemenkop UKM Buka Pendaftaran Tenaga Pendamping Koperasi Modern, Honor Rp 8 Juta per Bulan!

 

Berdampak buruk bagi UMKM

Hanung mengatakan, praktik thrifting juga bisa berdampak buruk bagi UMKM. Menurutnya Industri besar akan tercederai oleh praktik thrifting yang merajalela di Indonesia.

"Cuman kan kadang-kadang dihadapkan karena penjualnya ada yang UKM, sehingga kita berhadapan dengan besarnya resistensi," ujar dia.

Oleh karena itu, diperlukan langkah yang lebih tegas lagi untuk menangani hal ini.

"Tapi persoalannya banyak, ya memang harus ada langkah-langkah yang lebih tegas lagi untuk menindak pelanggaran ini, ini pelanggaran sebenarnya," kata Hanung.

Apa Itu Thrifting?

Dikutip dari Parapuan, thrifting merupakan aktivitas berbelanja barang bekas yang biasanya berasal dari barang impor. 

Barang-barang tersebut bisa berupa pakaian, tas, hingga sepatu bermerek dari impor. 

Bagi sebagian orang, thrifting menjadi alternatif berbelanja barang-barang bermerek dengan harga miring.

Di sisi lain, thrifting juga dianggap sebagai salah satu alternatif berbelanja yang memiliki manfaat tersendiri terutama untuk lingkungan.

Sebagian orang menilai industri tekstil dan garmen, khususnya fast fashion merupakan salah satu penyumbang terjadinya pencemaran lingkungan dan meningkatnya jumlah limbah tekstil.

Fast fashion merupakan tren berbagai model fashion yang selalu berganti dalam waktu singkat.

Oleh karena itu, thrifting bagi sebagian orang dinilai bisa menjadi salah satu langkah menyelamatkan bumi dengan meminimalisir dampak negatif lingkungan.

Baca juga: Pagi Lolos sebagai Penerima Bantuan UMKM, Sorenya Jadi Tidak Terdaftar, Ini Penjelasan Kemenkop

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi