KOMPAS.com - Stroke adalah salah satu penyakit paling mematikan di dunia, selain serangan jantung.
Menurut Kemenkes RI, stroke menjadi penyebab kematian terbanyak kedua di dunia pada 2015.
Di Indonesia, penyakit ini bahkan menjadi penyebab kematian tertinggi pada 2014. Sementara diperkirakan sebanyak 2.120.362 orang Indonesia berusia di atas 15 tahun menderita stroke pada 2018.
Penyakit stroke terjadi di otak, salah satu bagian paling penting dari tubuh manusia.
UCI Health menyatakan, tindakan penanganan stroke harus segera dilakukan karena hanya dapat berlaku optimal di bawah 4 jam.
Oleh karena itu, setiap orang harus memahami stroke agar dapat segera mencari pertolongan darurat saat mengalami gejala penyakit ini.
Berikut pengertian, penyebab, gejala, dan cara penanganan penyakit stroke.
Baca juga: 13 Tanda Gejala Stroke yang Sering Diabaikan, Apa Saja?
Apa itu stroke?
Menurut Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), stroke atau serangan otak terjadi ketika ada sesuatu yang menghalangi suplai darah ke bagian otak atau ketika pembuluh darah di otak pecah.
Akibat kondisi tersebut, bagian otak berpotensi menjadi rusak atau mati. Jika terjadi dalam waktu lama, stroke bisa menyebabkan kerusakan otak, kecacatan, atau bahkan kematian.
Otak sendiri memiliki sejumlah fungsi, antara lain mengontrol gerakan, menyimpan ingatan, serta merupakan sumber pikiran, emosi, dan bahasa. Selain itu, otak juga mengontrol banyak fungsi tubuh, seperti pernapasan dan pencernaan.
Untuk bisa berfungsi dengan baik, otak membutuhkan asupan oksigen yang disebarkan melalui aliran darah.
Pembuluh darah arteri akan mengantarkan darah yang kaya oksigen ke seluruh bagian otak.
Jika proses aliran darah ini terhambat sehingga otak tidak mendapatkan oksigen cukup, maka sel-sel otak akan mati dalam hitungan menit.
Baca juga: Kebiasaan Minum Teh Hitam Bisa Turunkan Risiko Stroke, Serangan Jantung, dan Kematian Dini
Penyebab stroke
Penyebab stroke terbagi menjadi 3 sesuai dengan jenis penyakit ini, yaitu:
- Stroke iskemik: terjadi saat darah membeku sehingga menyebabkan suplai darah terhenti.
- Stroke hemoragik: terjadi saat pembuluh darah yang memasok otak menjadi lemah lalu pecah.
- Transient ischemic attack (TIA): terjadi saat pasokan darah ke otak sementara terganggu dalam waktu beberapa menit hingga 24 jam.
Berbeda dari iskemik dan hemoragik, TIA bisa hilang dengan sendirinya. Namun, stroke jenis ini menunjukkan peringatan akan risiko mengalami stroke total dalam waktu dekat.
Orang dengan kondisi tertentu dapat memiliki risiko lebih tinggi terkena stroke. Mereka umumnya menderita hipertensi, kolesterol, diabetes, dan gangguan detak jantung tidak teratur.
Baca juga: Golongan Darah yang Berisiko Terkena Stroke di Usia Muda, Anda Salah Satunya?
Gejala stroke
Dikutip dari Healthline, gejala stroke akan terlihat pada bagian tubuh yang dikendalikan oleh area otak yang rusak. Semakin cepat penderita stroke mendapatkan perawatan, maka gejalanya akan semakin cepat membaik.
Gejala stroke antara lain meliputi:
- Kelumpuhan.
- Mati rasa atau lemas pada lengan, wajah, dan kaki, terutama di satu sisi tubuh.
- Sulit berbicara atau memahami orang lain.
- Ucapan menjadi cadel.
- Mengalami kebingungan, disorientasi, atau kurang merespons.
- Mendadak mengalami perubahan perilaku.
- Masalah penglihatan, seperti sulit melihat dengan satu atau kedua mata, penglihatan menghitam atau kabur, atau penglihatan ganda.
- Sulit berjalan.
- Kehilangan keseimbangan atau berkoordinasi.
- Pusing.
- Tiba-tiba sakit kepala parah tanpa tahu penyebabnya.
- Kejang.
- Mual atau muntah.
Baca juga: Kopi Bisa Mencegah Stroke dan Pikun? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Cara penanganan
Saat mengalami gejala stroke, penderita harus sesegera mungkin menuju rumah sakit dan meminta penanganan dari dokter.
Penderita stroke akan menjalani serangkaian tes untuk mencapai dianosis tepat.
Tes yang dilakukan antara lain berupa tes darah, MRI dan CT scan untuk otak, EKG untuk mengukur jantung, dan USG karotis untuk memeriksa lemak di arteri.
Perawatan terhadap pasien stroke tergantung pada jenis penyakit dan bagian otak yang terserang.
Penderita stroke iskemik dan TIA akan mengonsumsi obat dan menjalani prosedur untuk memecah gumpalan yang menyumbat otak.
Sebaliknya, penderita stroke hemoragik akan menjalani prosedur untuk mengurangi pendarahan dan tekanan darah di otak.
Pasien yang sembuh dari stroke selanjutnya akan menjalani program pemulihan dan rehabilitasi dari rumah sakit.
Mereka akan menjalani terapi bicara, kognitif, fisik, serta okupasi untuk melatih keterampilan sensorik.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.