KOMPAS.com - Banyak warganet mengomentari unggahan yang menyebut sejumlah pejabat pemerintahan Indonesia rangkap jabatan sebagai pemimpin di perusahaan BUMN.
"Pejabat pajak yang juga komisaris di berbagai BUMN. Apa tidak terjadi conflict of interest?" tulis akun @ShamsiAli2, Sabtu (4/3/2023).
Hingga Senin sore, unggahan tersebut tayang 303.200 kali, disukai 3.513 pengguna, dan dibagikan kembali sebanyak 1.591 kali.
"Wah iya, ini tentu berpotensi conflict of interest, rangkap jabatan selalu begitu makanya biasanya duluuu @jokowi melarang, sekarang apakah ini dengan sengaja dilakukan atau "kelalaian" saja," begitu komentar akun ini.
"Padahal dulu pak presiden melarang rangkap jabatan, kok sekarang boleh?" tulis akun ini.
"Sah sah aja kalau komisaris, kecuali mereka menjabat dirut," tulis akun ini.
"Di BUMN itu sebagian ada saham pemerintah, mereka ditunjuk sebagai perwakilan pemerintah pak," tulis akun ini.
Lalu, benarkah pejabat kementerian boleh rangkap jabatan bekerja di perusahaan BUMN?
Baca juga: Rangkap Jabatan Wali Kota dan Menteri, Bagaimana Ketentuannya?
Pejabat rangkap jabatan
Dikutip dari situs Ombudsman RI, hasil pemeriksaan yang dilakukan lembaga tersebut pada 2019 membuktikan terdapat 397 pejabat pemerintahan yang rangkap jabatan sebagai komisaris BUMN dan 167 pejabat di anak perusahaan BUMN.
Pejabat tersebut juga terindikasi rangkap penghasilan atau merangkap jabatan di saat berstatus inaktif akibat pensiun atau berhenti dari posisinya.
Selain itu, Ombudsman juga menemukan ada beberapa Kementerian dan lembaga yang mendominasi dalam menempatan komisaris di BUMN.
Para pejabat itu masih merangkap sebagai komisaris di 2020 padahal bekerja di lembaga pemerintahan.
Baca juga: Saat Menteri Jokowi Rangkap Jabatan, Apa yang akan Terjadi?
Ombudsman buka suara
"Tidak boleh merangkap jabatan," ungkapnya kepada Kompas.com, Senin (6/3/2023).
Meski begitu, ia tidak menampik kalau praktik rangkap jabatan seperti ini banyak dilakukan pejabat dan bukan hal yang baru.
Saat ditanya mengenai alasan di balik banyaknya pejabat pemerintahan yang rangkap jabatan di BUMN, Yeka mengaku tidak bisa menjawab.
"Ombudsman tidak bisa jawab. Karena kalau dijawab, jawabannya nggak enak. Mereka tidak tahu aturan," ujarnya.
Praktik rangkap jabatan ini sesungguhnya berbenturan dengan regulasi terkait larangan rangkap jabatan.
Regulasi ini antara lain tercantum dalam UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 33 huruf b jo, Pasal 45 PP Nomor 45 Tahun 2005, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN Pasal 5 ayat (2), dan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 43 ayat (1).
Saat ditanya mengenai pejabat pemerintahan yang ditugaskan di BUMN sebagai pengawas, Yeka menyebut hal ini sebenarnya tidak perlu dilakukan karena setiap kementerian dan perusahaan BUMN sudah memiliki pengawas masing-masing.
Di internal, ada inspektorat atau pihak setara yang memberikan pengawasan. Di eksternal, ada pengawasan dari BPK, BPKP, KPK, serta Ombudsman. Pihak-pihak ini akan mengawasi sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing masing.
Jika budaya rangkap jabatan ingin dilakukan tanpa terkena konflik kepentingan, ia menyatakan, pejabat yang bersangkutan tidak boleh menerima gaji, tunjangan, dan fasilitas yang bersumber lebih dari satu jabatan.
Mengenai budaya rangkap jabatan yang saat ini sedang ramai diperbincangkan, Yeka menegaskan harus ada upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaikinya.
Perbaikan tersebut dimulai dari semua pimpinan lembaga yang harus memperhatikan regulasi terkait rangkap jabatan ini.
"Patuhi ini. Tarik semua ASN-nya agar tidak lagi rangkap jabatan," tegasnya.
Baca juga: Menteri-menteri Kabinet Jokowi yang Rangkap Jabatan Urus Parpol
Solusi rangkap jabatan
Yeka menjelaskan Ombudsman telah merilis 6 poin sarana perbaikan terkait permasalahan pejabat pemerintahan yang rangkap jabatan sebagai komisaris BUMN.
Saran perbaikan yang dianjurkan Ombudsman, antara lain:
1. Perlu diterbitkan Perpres yang mengatur dan memperjelas batasan dan kriteria penempatan pejabat struktural atau fungsional aktif sebagai komisaris BUMN dengan pertimbangan kompetensi dan bebas konflik kepentingan.
2. Perbaikan dari Kementerian BUMN melalui Permen-BUMN dengan memperjelas kriteria calon komisaris, sumber bakal calon, tata cara penilaian dan penetapan, mekanisme, hak dan kewajiban, serta akuntabilitas kinerja komisaris.
3. Evaluasi dan penghentian komisaris rangkap jabatan yang tidak sesuai prosedur pengangkatan.
4. Menyusun petunjuk teknis mengenai standar dan prosedur pengangkatan.
5. Membentuk sistem informasi yang akurat terkait tata pengelolaan administrasi pengangkatan, penetapan, pemberhentian, dan evaluasi kinerja Dewas/Dekom BUMN.
6. Melakukan evaluasi terhadap sistem kerja tim penilai, jajaran Sesmen, dan/atau jajaran Deputi Kementerian BUMN yang melakukan proses penjaringan hingga pengangkatan Dewas/Dekom BUMN yang tidak sesuai prosedur sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Yeka juga menyatakan ada potensi mal-administrasi saat rekrutmen komisaris BUMN sehingga menyebabkan muncul pejabat rangkap jabatan.
Kondisi ini sarat akan adanya konflik kepentingan, diskriminasi, serta tindakan yang tidak transparan dan tidak akuntabel.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.