Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Hermafrodit alias Kelamin Ganda, Apa Penyebabnya?

Baca di App
Lihat Foto
Twitter/@tanyakanrl
Tangkapan layar twit soal hermaphroditism atau kelamin ganda
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Lini masa Twitter ramai dengan warganet yang memperbincangkan hermafrodit alias kelamin ganda.

Perbincangan tersebut bermula dari twit akun ini, pada Selasa (14/3/2023).

Melalui unggahan gambar, dijelaskan bahwa hermafrodit adalah fenomena biologis saat seorang individu memiliki dua organ kelamin, baik pria maupun wanita.

Tampak dalam gambar, seorang bayi berkelamin ganda, yakni memiliki vagina dan penis. Terlihat pula ilustrasi alat kelamin menyerupai "gabungan" dari vagina dan penis.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengunggah pun menanyakan apakah hermafrodit atau kelamin ganda ini benar-benar terjadi pada manusia.

"Guys ini beneran ada di dunia nyata kah? atau cuma teori aja?" tulis pengunggah.

Unggahan ini pun menarik perhatian hingga menuai lebih dari 1,7 juta tayangan dan 15.000 suka dari warganet pada Rabu (15/3/2023).

Lantas, benarkah kasus hermafrodit benar-benar ada? Apa penyebabnya?

Baca juga: Menyusul Transgender dan Transracial, Kini Muncul Fenomena Transable, Apa Itu?


Penjelasan dokter

Spesialis andrologi dan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, dr Achmad Zulfa Juniarto menjelaskan, hermafrodit pada manusia saat ini disebut dengan Disorder of Sex Development.

"Hermafrodit pada manusia sekarang namanya Disorder of Sex Development atau DSD. Kalau dulu disebut kelamin ganda," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/3/2023).

Zulfa pun membenarkan, orang-orang juga kerap menyebut kelamin ganda dengan istilah ambiguous genitalia.

"Iya, kelamin ganda orang sering menyebutnya dengan ambiguous genitalia," kata dia.

Berbeda dengan hermafrodit pada hewan yang kedua alat kelaminnya berfungsi, pada manusia justru tidak berfungsi secara normal.

Bahkan, lanjut Zulfa, biasanya penderita akan berisiko lebih tinggi mengalami infertil atau kemandulan.

"Baik dia dominan laki-laki atau dominan perempuan, sama-sama berisiko besar terjadi infertil," kata dia.

Baca juga: Ramai soal Neovagina Transgender Berbau Feses, Apa Itu? Ini Penjelasan Dokter

Sementara itu, dokter sekaligus dosen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, dr Ismiralda Oke Putranti mengatakan bahwa istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi seperti dalam unggahan adalah ambiguous genitalia dan bukan hermafrodit.

"Kalau hermafrodit dia memiliki dua alat kelamin jantan dan betina yang berfungsi penuh, sehingga mereka dapat memperbanyak diri," jelasnya kepada Kompas.com, Rabu.

Adapun hingga saat ini, dia mengatakan bahwa belum ada kasus hermafrodit pada manusia.

"Sampai hari ini belum pernah ada kasus hermaprodit pada manusia," ujarnya.

Di sisi lain, ambiguous genitalia hanya memiliki alat kelamin luar yang meragukan dan mirip dengan kelamin laki-laki serta perempuan, sehingga terlihat seperti berkelamin ganda.

Dokter yang akrab disapa Oke ini melanjutkan, ambiguous genitalia juga disertai dengan ketidaksesuaian organ seksual internal.

"Umumnya kelainan langka ini dapat terlihat sejak lahir," ungkapnya.

Baca juga: Benarkah Wanita Transgender Bisa Hamil Lewat Tranplantasi Rahim?

Penyebab ambiguous genitalia

Oke menerangkan, ambiguous genitalia dapat diakibatkan ketidakseimbangan hormonal pada saat kehamilan.

Ketidakseimbangan ini berakibat pada terganggunya pertumbuhan dan perkembangan janin, terutama pada saat perkembangan seksual janin.

"Bila terjadi gangguan pada tahap tersebut, akan menyebabkan ketidaksesuaian antara organ seksual internal dengan penampakan genitalia (alat kelamin) eksternal,"

Ketidaksesuaian juga bisa terjadi pada status seksual secara genetik, yakni XX (perempuan) atau XY (laki-laki).

Baca juga: Ramai Soal Bolehkah Bertanya Jenis Kelamin Bayi Baru Lahir? Ini Kata Psikolog

Penanganan ambiguous genitalia

Sebelum melakukan tindakan, menurut Oke, harus dipastikan terlebih dahulu status seksual secara genetik dari anak atau individu yang mengalami ambiguous genitalia.

Kemudian, melakukan analisis hormon, serta memastikan struktur anatomi alat reproduksi internal dengan USG maupun kontras.

"Setelah dipastikan alat reproduksi mana yang terdeteksi, orangtua dan dokter akan memutuskan jenis kelamin bayi tersebut," terang Oke.

Dia menambahkan, selanjutnya anak akan memulai langkah-langkah terapi yang bertujuan memfasilitasi fungsi seksual dan kesuburan seksual pada saat dewasa nanti.

Selain itu, terapi juga berguna untuk menjaga interaksi sosial anak di masyarakat, serta menjaga kondisi psikologinya.

"Terapi hormonal pada kasus-kasus ambiguous genitalia yang disebabkan karena ketidakseimbangan hormonal. Konsultasi psikologi anak juga sangat diperlukan," kata dia.

Upaya lain, bisa juga dilakukan tindakan operatif (operasi) untuk membentuk organ genitalia eksternal agar tampak lebih normal.

Spesialis kulit dan kelamin ini pun menegaskan, orangtua tidak dianjurkan untuk mengarahkan anak kepada identitas gender tertentu.

"Apabila belum diketahui dengan pasti status seksual secara genetik (pemeriksaan kromosom)," tambahnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi