Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Panen Raya dan Impor, Mengapa Harga Beras Tetap Melambung?

Baca di App
Lihat Foto
MUH. AMRAN AMIR
Harga beras di Pasar Andi Tadda Kota Palopo, Sulawesi Selatan selama sepekan terakhir mengalami kenaikan harga hingga Rp 3.000 perkilogram, Rabu (8/3/2023)
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku bingung soal harga beras yang tak kunjung turun, meski sejumlah daerah sudah panen raya.

"Kita lihat masih panen raya. Logikanya panen raya suplainya banyak, mestinya harga turun. Nah, ini kok endak," ujar Jokowi di Istora GBK, Jakarta, Rabu (15/3/2023).

"Ini yang baru kita cari. Ini yang senang petaninya senang, tetapi konsumennya pasti akan berteriak. Saya kira keseimbangan itu yang ingin kita jaga," lanjutnya.

Dikutip dari data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga beras kualitas bawah II saat ini menunjukkan stagnan Rp 11.650 per kilogram, dan beras kulitas bawah I Rp 12.000 per kilogram.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemudian beras kualitas medium I Rp 13.200 per kilogram, beras kualitas medium II Rp 13.050 per kilogram, beras kualitas super I Rp 14.600, dan beras kualitas super II Rp 14.100.

Baca juga: Saat Panen Raya Disambut dengan Impor Beras...


Lantas, mengapa harga beras tak kunjung turun meski sudah panen raya dan impor?

Intervensi yang telat

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, persoalan harga beras ini merupakan akibat dari intervensi pemerintah yang terlambat.

Hal ini diperburuk dengan biaya input produksi, khususnya pupuk dan biaya logistik BBM yang mengalami kenaikan.

"Jadi petani pun harus jual dengan harga yang lebih tinggi meski ada panen raya," kata Bhima kepada Kompas.com, Kamis (16/3/2023).

"Apa pemerintah tambah subsidi pupuk dan turunkan harga BBM? Kan tidak," sambungnya.

Baca juga: Harga Beras Masih Tinggi, Apa yang Terjadi?

Perlunya intervensi pemerintah

Selain itu, ia menyebut beras yang beredar di pasaran saat ini juga merupakan beras hasil panen tahun lalu yang harganya lebih tinggi.

Karenanya, Bhima berharap agar pemerintah langsung mengintervensi kondisi ini dengan menurunkan harga BBM subsidi untuk membantu biaya distribusi beras.

"Kemudian pastikan beras hasil panen raya bisa segera terdistribusi ke daerah yang alami kenaikan harga tertinggi," jelas dia.

Dalam hal ini, pemerintah daerah juga perlu berkoordinasi secara aktif dengan sesama pemda untuk kepentingan stok beras di masing-masing daerah.

"Jadi saling melengkapi, kalau menyerahkan ke mekanisme pasar konyol namanya," ujarnya.

Baca juga: Viral Video Bikin Lulur dari Kunyit, Kopi, dan Beras, Amankah?

Persoalan klasik

Sementara itu, ekonom Universitas Gadjah Mada Eddy Junarsin menilai, tingginya harga beras kali ini merupakan masalah klasik, yakni supply and demand.

Menurutnya, rantai pasokan beras saat ini tidak dikelola dengan baik, khususnya beras lokal.

"Waktu panen kan tidak semua daerah merata, ada daerah yang supply berlebihan, tapi ada yang kurang. Secara nyata dan logis berarti supply chain tidak optimal," kata Eddy, saat dihubungi secara terpisah, Kamis.

Untuk itu, Bulog dalam hal ini perlu memperbaiki supply chain dengan menyerap beras petani secara maksimal dan menyebarkannya ke daerah yang lebih membutuhkan.

Persoalan lainnya adalah makelar di balik perdagangan beras.

"Jadi pihak-pihak perantara itu membuat harga naik. Jadi tidak langsung disalurkan melalui Bulog, tapi perantara perdagangan," katanya lagi.

Baca juga: Jangan Dibuang, Air Cucian Beras Bisa untuk Suburkan Tanaman

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Polemik Beras Impor

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi