Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ridwan Kamil "Pin" Kritik Warganet yang Memanggilnya Maneh, Pakar: Usaha Menggiring Pengikut

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/DENDI RAMDHANI
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat ditemui di Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (16/3/2023).
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Tindakan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang menyematkan atau memberikan "pin" pada komentar berisi kritikan dari seorang warganet di akun Instagram pribadinya menuai kontroversi.

Pasalnya, imbas dari tindakan tersebut, warganet yang berprofesi sebagai guru itu dipecat oleh pihak sekolah tempatnya bekerja.

Dilansir dari Kompas.com (15/3/2023), Ridwan Kamil mengunggah video saat ia menggelar panggilan lewat Zoom demi mengapresiasi siswa SMP di Tasikmalaya yang rela patungan membeli sepatu untuk teman sekelasnya pada Selasa (14/3/2023).

Selama Zoom, ia terlihat memakai jas warna kuning yang identik dengan warna partai.

Dalam unggahan tersebut, Kang Emil menyematkan komentar milik Muhammad Sabil Fadilah, seorang guru honorer di Cirebon.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Dalam zoom ini, maneh teh keur jadi gubernur jabar ato kader partai ato pribadi @ridwankamil???? (Dalam zoom ini, kamu lagi jadi gubernur atau kader partai atau pribadi)" tulis Sabil.

Komentar Sabil lalu dibalas Ridwan Kamil, "@sabilfadhillah ceuk maneh kumaha (menurut kamu gimana)?" jawabnya.

Baca juga: Duduk Perkara Guru Honorer Dipecat Usai Kritik Ridwan Kamil di Instagram


Cara membisukan kritik

Pakar komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Kunto Adi Wibowo menyatakan, tindakan Ridwan Kamil itu merupakan cara untuk membisukan kritik terhadap dirinya.

Tindakan ini biasanya dilakukan oleh sosok pemimpin yang punya banyak penggemar kepada orang yang tidak setuju dengan dirinya.

"Dia tidak mengajak untuk menyerang tapi dia cukup nge-pin saja. Itu seperti hal yang hanya bisa didengar pengikutnya di media sosial," jelasnya kepada Kompas.com, Jumat (17/3/2023).

Menurutnya, saat para penggemar melihat komentar tersebut, itu artinya mereka harus menyerang warganet yang mengunggahnya. Ia menyebut tindakan ini adalah cara intimidasi yang sangat efektif yang bisa dilakukan oleh seorang tokoh yang punya banyak pengikut.

Dalam unggahannya, Kang Emil mengaku sengaja menyematkan komentar itu sebagai bentuk edukasi atas cara memberikan komentar yang dianggap tidak sopan.

Sabil menyebut mantan wali kota Bandung itu dengan sebutan maneh atau kamu yang termasuk dalam bahasa Sunda kasar.

Terkait hal ini, Kunto mengungkapkan bahwa tindakan Ridwan Kamil justru lebih fokus memperhatikan cara orang itu memberikan kritikan, bukan pada isi kritikan itu sendiri.

Kalau politik Indonesia hanya menperdebatkan cara berkomunikasi yang baik, menurutnya, negara ini tidak akan ke mana-mana.

Kunto juga menyoroti fenomena penggemar Ridwan Kamil. Menurutnya, orang-orang ini akan membela idola mereka, terlepas dari benar atau salah tindakannya.

"Sayangnya, si pemimpin mengeksploitasi cara berpikir yang sangat tidak rasional ini," ujarnya.

Dosen jurusan ilmu komunikasi itu juga menyatakan, Ridwan Kamil gagal mendidik pengikutnya agar tidak memberikan perundungan secara daring terhadap orang yang mengkritiknya.

"Ini sudah ada pelanggaran Hak Asasi Manusia, bagaimana seseorang yang punya hak untuk hidup atau hak untuk bekerja akhirnya dirampas akibat mengkritik pemimpin. Itu menurut saya jadi preseden yang buruk bagi demokratisasi Indonesia," pungkasnya.

Baca juga: Ridwan Kamil Pin Komentar Instagram Guru Honorer yang Mengkritik Berujung Dipecat, Bagaimana Caranya?

Tidak antikritik tapi...

Sedangkan pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayat menilai, Ridwan Kamil pasti tahu ia memiliki pengikut yang banyak di media sosial. Ia juga punya tim sosial media yang bisa mengetahui kelompok pembencinya.

"Ketika ada orang yang benci dengan dia, bisa dipastikan akan diserang, di-cancel. RK mungkin ingin menunjukkan kepada Sabil dan publik kalau dia punya banyak followers yang siap berhadapan dengan orang yang kontra dengannya," jelas Cecep pada Kompas.com, Jumat (17/3/2023).

Ia menyatakan, meskipun Ridwan Kamil mengaku dia tidak antikritik, tindakannya ini menunjukkan kesan kalau ia tahu para pengikutnya akan balas menghakimi orang itu.

Cecep juga menyoroti tindakan Ridwan Kamil yang membalas komentar Sabil dengan ikut memanggilnya maneh. Padahal, sang gubernur menyebut perkataan itu tidak sopan.

"Ridwan Kamil sendiri juga membalas dengan maneh ya. Kalau bahasa ini dianggap tidak sopan, kenapa ia menggunakan bahasa yang sama?" tanyanya.

Terlepas dari tindakan Ridwan Kamil, Cecep juga memperhatikan Sabil yang mendapatkan sanksi pemecatan sebagai guru usai mendapatkan 2 SP dari sekolah. Mungkin, ditakutkan muridnya akan meniru komentar Sabil.

"Di media sosial harus lebih berhati-hati lagi, baik RK atau Sabil, karena nanti akan dihabisi," lanjutnya.

Baca juga: Arti Kata Maneh dalam Bahasa Sunda yang Buat Guru Honorer di Cirebon Dipecat

Cara menanggapi kritikan

Cecep menegaskan, setiap orang boleh memberikan kritik terhadap politikus. Namun, orang itu harus memberikan kritik berdasarkan data dan fakta.

"Yang kedua, jangan hate speech. Jangan nggak suka orang-orang dari karakter personalnya," tambahnya.

Selain itu, ia mengungkapkan, politikus dan masyarakat tidak perlu menggunakan politik identitas untuk memberikan kritik. Misalnya, penggunaan identitas dasar manusia, seperti kata maneh dalam kasus ini.

Bagi politikus, Cecep menegaskan mereka tidak boleh anti dengan kritikan dari masyarakat.

"Kalau apa yang dituduhkan itu tidak benar, balas saja dengan fakta yang memang sebenarnya. Faktanya seperti apa disampakan di media sosial atau situs resmi lembaganya,"

Ia juga melarang politikus menggiring para pengikut untuk membalas orang yang kontra dengannya. Biarkan mereka sendiri yang menilai suatu situasi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi