Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Ungkap, Semakin Lama Menguap Semakin Besar Otak yang Dimiliki

Baca di App
Lihat Foto
Unsplash/Steffi Pereira
Kucing juga bisa bau mulut jika ada infeksi di gigi dan gusinya.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Menguap kerap dianggap sebagai tanda seseorang bosan. Bukan hanya manusia, perilaku ini juga ditunjukkan oleh hewan.

Namun ternyata, ada korelasi "tak masuk akal" antara ukuran otak dengan seberapa lama bisa menguap.

Penemuan ini berasal dari studi hewan skala besar pada 2021, seperti dikutip Science Alert.

Studi tersebut mengungkapkan, hewan bertulang belakang atau vertebrata dengan otak lebih besar dan neuron lebih banyak, cenderung lebih lama saat menguap.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Viral, Foto Hewan Hasil Kawin Silang Kucing dan Ular Disebut Serpens Catus, Ini Faktanya!


Melibatkan video hewan dari kebun binatang dan online

Penelitian melibatkan 1.291 data menguap terpisah yang berasal dari kebun binatang dan video online.

"Kami pergi ke beberapa kebun binatang dengan kamera dan menungu di dekat kandang sampai hewan itu menguap," ujar etologis Utrecht University Belanda, Jorg Massen.

"Ini perjalanan yang cukup lama. Kami juga mempelajari video hewan yang menguap di platform seperti YouTube dan Facebook," lanjutnya.

Adapun dilansir dari laman Utrecht University, data yang terkumpul meliputi 55 spesies mamalia dan 46 spesies burung.

Dari sana, para peneliti kemudian menemukan hubungan positif antara berapa lama hewan menguap dan ukuran otaknya.

Studi ini pun mengisi beberapa celah ilmu pengetahuan tentang menguap, termasuk mengapa hewan seperti jerapah tidak menguap sama sekali.

“Meskipun pola menguap tetap, durasinya berevolusi seiring dengan ukuran otak dan jumlah neuron," tulis para peneliti dalam studi yang terbit di Jurnal Ilmiah Communications Biology.

Baca juga: Kucing Ternyata Tahu Namanya Sendiri, Nama Kucing Lain, dan Nama Pemiliknya

Menguap cara untuk mendinginkan otak

Analisis terkait hubungan menguap dan otak ini sendiri bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan para peneliti yang sama pada 2007 silam.

Hipotesis atau dugaan tersebut berupa menguap adalah cara penting untuk mendinginkan otak.

Oleh karena itu, semakin besar ukuran otak, sepatutnya akan semakin lama pula waktu yang dibutuhkan untuk mendinginkannya.

Hipotesis tersebut turut didukung oleh data yang menunjukkan bahwa mamalia lebih lama menguap daripada burung.

Burung diketahui memiliki suhu inti yang lebih tinggi daripada mamalia. Hal ini menandakan ada perbedaan suhu yang lebih besar dengan udara di sekitarnya.

Dengan demikian, menguap lebih singkat bagi burung cukup untuk menarik udara yang lebih dingin.

Kesimpulan serupa juga dicapai dalam studi 2016 yang melibatkan manusia. Meski dalam penelitian ini, hanya melibatkan 205 data menguap dan 24 spesies yang diukur.

Menurut studi, menguap dengan durasi terpendek yakni 0,8 detik berasal dari tikus, dengan menguap terpanjang sekitar 6,5 detik datang dari manusia.

"Melalui penghirupan udara dingin secara bersamaan dan peregangan otot di sekitar rongga mulut, menguap meningkatkan aliran darah yang lebih dingin ke otak, dan dengan demikian memiliki fungsi termoregulasi," jelas etologis State University of New York, Andrew Gallup.

Baca juga: Apakah Orangtua dengan IQ Biasa Saja Bisa Memiliki Anak yang Cerdas?

Tidak menghubungkan kecerdasan

Namun demikian, para peneliti tidak menghubungkan menguap dengan kecerdasan. Penelitian mereka hanya sebatas pada ukuran otak dan jumlah neuron yang ada di dalamnya.

Penelitian juga tidak merujuk pada seberapa banyak atau frekuensi menguap yang dilakukan, seperti 5-10 kali sehari pada manusia.

Meski masih banyak penelitian yang harus dilakukan untuk mencari tahu alasan mengapa manusia dan hewan menguap, setidaknya penelitian ini memberikan jawaban lebih dari hipotesis mendinginkan otak.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi