Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak Remaja dan Anak Jadi Pelaku Pembunuhan Sadis, Apa yang Terjadi?

Baca di App
Lihat Foto
dok. Facebook
Sebanyak 5 remaja perempuan dan seorang pemuda di Kota Bitung, Sulawesi Utara, diamankan Tim Resmob Polres Bitung, Kamis (16/3/2023) dini hari. Mereka diamankan karena berpose memegang senjata tajam jenis badik dan panah wayer. Foto itu viral di media sosial hingga menyita perhatian publik.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Awal tahun ini, publik dihebohkan dengan pembunuhan sadis yang dilakukan oleh dua orang remaja di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Dua pelaku AD (17) dan MF (14) tega membunuh MF (11) untuk menjual organ tubuhnya.

Korban ditemukan meninggal dalam kondisi mengenaskan di kolom jembatan pada 10 Januari 2023.

Pembunuhan sadis kembali terjadi pada awal bulan ini di Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Duduk Perkara Kasus Remaja Dirantai Orangtuanya di Bekasi

Korban yang berusia 8 tahun sebelumnya dilaporkan hilang oleh pihak keluarga. Namun, korban ditemukan meninggal tiga hari kemudian di aliran sungai sebuah kebun sawit.

Pelaku AC (17) berniat menculik korban dan meminta tebusan Rp 100 juta.

Kasus pembunuhan yang melibatkan remaja lainnya terjadi di Sukabumi, Jawa Barat pada 22 Maret 2023.

Bahkan, pembunuhan yang dilakukan dengan cara membacok korban itu disiarkan secara langsung di Instagram oleh salah satu pelaku. Tiga pelaku adalah DA (14), RA (14), dan AAB (14) dengan korban ARS (14).

Baca juga: Ramai soal Fase Quater Life Crisis dalam Kehidupan Remaja, Apa Itu?


Lantas, mengapa remaja kini kerap berbuat anarkis dan menjadi pelaku pembunuhan dengan cara sadis?

Patologi sosial

Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Ida Ruwaida mengatakan, sikap dan perilaku agresif hingga melakukan tindak kekerasan di kalangan remaja mengindikasikan adanya patologi sosial.

Patologi atau penyakit sosial merupakan perilaku yang bertentangan dengan norma kebaikan, moral, dan stabilitas lokal.

Menurutnya, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi adanya patologi sosial ini.

Pertama, tingginya paparan materi kekerasan melalui berbagai sarana, seperti game kekerasan dan film.

"Kedua, adanya rasa 'alienasi', juga tereksklusi, yaitu rasa terasing, tersisih, juag terabaikan dari lingkungan," kata Ida kepada Kompas.com, Minggu (26/3/2023).

Baca juga: Ramai soal Remaja Adang Truk demi Konten, Ini Analisis Sosiolog

Bahkan, Ida melihat para remaja ini tidak jarang menarik diri dari lingkungan karena dianggap mengganggu atau tidak merasa terekognisi oleh lingkungannya.

Ia menjelaskan, rasa terasing itu terkait dengan pembangunan yang belum menempatkan anak dan remaja sebagai subyek.

"Di rumah atau keluarga, di sekolah, juga di masyarakat lebih ditempatkan sebagai obyek dan dianggap masih anak-anak yang tidak banyak pengetahuan dan pengalaman," jelas dia.

Stigma anak nakal

Ketiga, pada kasus tertentu, beberapa remaja diberi stigma sebagai anak nakal atau susah diatur.

Ida menilai, stigma tersebut menjadi pemicu tindak kekerasan sebagai wujud perlawanan sosial mereka.

Baca juga: Melihat Kekerasan pada Perempuan dan Anak? Segera Lapor ke Sini!

Keempat, adanya kegagalan proses sosialisasi di keluarga dan sekolah dalam membangun karakter manusia yang positif.

"Hal ini diperparah oleh pengaruh faktor pertama (paparan materi kekerasan) yang justru lebih intens pengaruhnya pada anak," ujarnya.

Terakhir, Ida menyebut kecerdasan sosial yang dipengaruhi oleh teman sebaya juga berpengaruh pada perilaku agresif remaja.

Hal ini tercermin dalam ketrampilannya dalam menyeleksi atau memilih teman dan kelompok bergaul.

Baca juga: Saat Warganet Ungkap Dugaan Istri Pegawai Kemensetneg yang Hobi Pamer Kekayaan...

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi