Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Stabilisasi Kawasan Timur Tengah Usai Rujuk Arab Saudi-Iran

Baca di App
Lihat Foto
Unsplash/Palden Gyamtso
Ilustrasi perdamaian Iran-Arab Saudi
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Belum lama ini, hubungan Arab Saudi dan Iran secara mengejutkan berangsur-angsur membaik.

Membaiknya hubungan Arab Saudi-Iran ini terjadi setelah adanya kesepakatan diplomatik antara kedua belah pihak yang ditengahi oleh China di Beijing.

Dengan adanya kesepakatan ini, Arab Saudi dan Iran akan membuka kembali kedutaan masing-masing negara setelah tujuh tahun tak ada hubungan diplomatik.

Pemutusan hubungan diplomatik kedua negara ini terjadi pada 2016, ketika Arab Saudi mengeksekusi ulama yang dihormati Iran, Nimr al-Nimr.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sebagai hasil dari pembicaraan tersebut, Iran dan Arab Saudi setuju melanjutkan hubungan diplomatik dan membuka kembali kedutaan dalam waktu dua bulan," lapor kantor berita negara Iran, IRNA, mengutip pernyataan bersama pada 10 Maret 2023.

Baca juga: Raja Salman Undang Presiden Iran Kunjungi Arab Saudi, Disambut dengan Baik


Potensi perdamaian di kawasan

Menanggapi hal itu, Guru Besar Kajian Timur Tengah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Ibnu Burdah mengatakan, tercapainya hubungan Arab Saudi-Iran cukup mengejutkan.

Menurutnya, langkah serupa juga akan diikuti oleh kekuatan-kekuatan yang tengah berkonflik di belakang kedua negara itu.

"Tren perdamaian antara kelompok-kelompok di bawah Saudi dan Iran (kebanyakan adalah Arab) ini saya kira masih akan terus menguat dalam beberapa waktu ke depan," kata Burdah kepada Kompas.com, Selasa (28/3/2023).

"Lihat saja betapa garangnya Hizbullah selama ini, saya saksikan narasinya usai perjanjian itu jadi berubah," sambungnya.

Burdah menjelaskan, Arab Saudi dan Iran selama ini sebenarnya tidak terlibat dalam konflik bersenjata secara langsung, melainkan perang dingin hingga memperbesar api konflik di Timur Tengah.

Tak heran, konflik di banyak negara Arab sering dikategorikan sebagai perang proxy antara Arab Saudi dan Iran.

"Iran memang bukan negara Arab, tapi pengaruh Iran di negara-negara Arab sangat kuat dan semakin kuat setelah pergolakan Arab Spring. Di Irak, Lebanon, Suriah, Yaman dan Bahrain, pengaruh Negeri Persia ini begitu menonjol," jelas dia.

Baca juga: Setelah Rujuk dengan Arab Saudi, Iran Ingin Pulihkan Hubungan dengan Bahrain

Netralitas China sebagai mediator

Ia menilai, kesuksesan China sebagai mediator kedua negara ini tak lepas dari kejujuran dan netralitas Negeri Tirai Bambu, dibandingkan Amerika Serikat.

Selama ini, Burdah menyebut AS sebagai peace maker justru kerap menggunakan ancaman, karena kepentingan mereka yang sangat besar.

Karena itu, tak heran apabila AS sulit menunjukkan netralitasnya di Timur Tengah.

"Dengan kepentingan geopolitiknya yang luas dan rumit, serta sepak terjangnya yang panjang, sulit bagi AS mengambil posisi netral dalam kapasitas sebagai mediator di Timur Tengah, apalagi dalam hubungan Saudi-Iran," ujarnya.

Sebaliknya, China yang selama ini terkesan hanya berfokus dalam perdagangan dan enggan terlibat isu-isu besar kawasan, justru lebih dipercaya netralitasnya oleh pihak-pihak yang berseteru.

Selain pengaruhnya yang semakin luas, Burdah melihat China kini berkepentingan untuk mengubah citranya sebagai negara yang aktif dan peduli di Timur Tengah, bukan hanya berdagang.

Menurutnya, modal-modal tersebut membuat China lebih berhasil daripada AS.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi