Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkes Peringatkan soal Virus Marburg, Apa Itu?

Baca di App
Lihat Foto
instagram.com/kemenkes_ri
Tangkapan layar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI memperingatkan kepada masyarakat Indonesia untuk mewaspadai virus Marburg
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI memperingatkan masyarakat untuk mewaspadai virus Marburg.

Peringatan itu disampaikan melalui akun instagram resmi pada Rabu (29/3/2023).

Pada unggahan tersebut, virus Marburg (filovirus) merupakan salah satu virus yang paling mematikan dengan tingkat fatalitas (kematian) hingga 88 persen.

Hingga peringatan itu diunggah, Kemenkes mengatakan belum ada laporan kasus penyakit dari virus Marburg di Indonesia.

“Potensi masuk bisa saja terjadi karena mobilitas (penerbangan),” ucap Kepala Biro Komunikasi Kemenkes, Siti Nadia kepada Kompas.com, Kamis (30/3/2023).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, ia menjelaskan bahwa memang tidak ada penerbangan langsung dari Afrika ke Indonesia yang merupakan asal dari virus tersebut.

“Tetapi kita tetap waspada melalui kantor kesehatan yang ada di bandara dan pelabuhan,” tuturnya.

Lantas, apa itu virus Marburg?

Baca juga: Wabah Virus Marburg Muncul di Afrika, 200 Orang Dikarantina, Kematian Capai 88 Persen

Virus Marburg

Dikutip dari keterangan unggahan yang sama milik Kemenkes, virus Marburg merupakan penyebab terjadinya demam berdarah di beberapa negara di Afrika.

Virus Marburg saat ini mengalami peningkatan penularan di Guinea Khatulistiwa yang tercatat sebanyak 29 kasus dengan 27 kematian.

Selain itu, juga terjadi di Tanzania dengan lima kematian dari delapan kasus yang tercatat.

Dikutip dari Centers of Disease Control and Prevention (CDC), penyakit virus Marburg adalah demam berdarah yang jarang, namun parah dengan menyerang manusia dan primata.

Virus Marburg tergolong ke dalam virus RNA zoonosis atau bawaan hewan yang masih satu famili dengan virus Ebola.

Virus ini memiliki masa inkubasi atau selang waktu ketika pertama kali tertular hingga muncul gejala sekitar dua hingga 21 hari.

Baca juga: WHO Lakukan Rapat Terkait Virus Marburg, Apa Itu?

Diketahui bahwa virus Marburg berasal dari inang kelelawar rousettur aegyptiacus atau kelelawar buah rousette Mesir yang berasal dari Afrika.

Kelelawar tersebut merupakan kelelawar penghuni yang mudah ditemukan di seluruh Afrika.

“Di Indonesia sendiri, kelelawar itu tidak ada,” ungkap Nadia.

Dikutip dari BBC, virus ini diidentifikasi pertama kali pada 1967 setelah 31 orang terinfeksi dan tujuh orang meninggal dalam wabah serentak di Marburg dan Frankfurt di Jerman serta Beograd di Serbia.

Wabah besar lainnya termasuk:

  • 1998-2000, RD Kongo: 154 kasus, 128 kematian.
  • 2005, Angola: 374 kasus, 329 kematian.
  • 2012, Uganda: 15 kasus, empat kematian.
  • 2017, Uganda: tiga kasus, tiga kematian.
  • 2022, Ghana: tiga kasus, dua kematian.

Baca juga: Mengenal Virus Corona Kraken yang Sudah Terdeteksi Masuk Indonesia

Penularan virus Marburg

Virus Marburg dapat ditularkan melalui kontak langsung dan penularannya pun sangat cepat.

Selain itu, berikut penyebab virus Marburg menular dengan cepat:

  • Darah atau cairan tubuh seperti urin, ludah, keringat, feses, muntahan, ASI, cairan ketuban, dan air mani.
  • Barang-barang yang sudah terkontaminasi yang sebelumnya disentuh oleh penderita seperti perkakas, selimut, atau pakaian.
  • Menggunakan ruang umum seperti ruang ganti atau ruang mandi kolam renang.

Gejala virus Marburg

Kemenkes pada unggahannya menyebut bahwa gejala virus Marburg mirip dengan penyakit lain, seperti malaria, tifus, dan demam berdarah.

Nadia mengungkapkan gejala seseorang yang terkena virus Marburg yakni demam, sakit kepala, malaise (merasa tidak enak badan), nyeri otot, dan diare.

“Gejala ini bisa memberat (semakin parah) terutama demam tinggi yang kemudian terjadi pendarahan dan syok,” ujar Nadia.

Kemudian jika sudah terjadi pendarahan dan tidak segera ditangani, akan mengakibatkan kematian.

Baca juga: Virus Mirip Penyebab Covid-19 Ditemukan di China, Kemungkinan Bisa Menginfeksi Manusia

Pengobatan virus Marburg

Saat ini belum ada vaksin yang tersedia di dunia untuk perlindungan virus Marburg, menurut Kemenkes.

Begitu pula dengan obat khusus, sehingga pengobatan yang bisa dilakukan bersifat simtomatik atau suportif, yakni mengobati komplikasi dan menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit.

Sejalan dengan itu, CDC juga mengungkapkan bahwa tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit virus Marburg.

Menjaga status oksigen dan tekanan darah menjadi pengobatan suportif kepada penderita penyakit virus Marburg.

Baca juga: Muncul Virus Langya di China, Virus Apa Itu? Ini Gejala dan Penularannya

Kemenkes pun sudah menyiagakan Laboratorium Rujukan Nasional di Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan, Jakarta yang bertujuan untuk pemeriksaan seseorang yang terkena virus Marburg.

Nadia mengimbau masyarakat yang ingin melakukan perjalanan ke negara di Afrika, untuk tidak kontak langsung dengan hewan liar, konsumsi makanan mentah, dan kontak dengan orang yang sakit.

“Termasuk menjaga kesehatan dan cuci tangan secara rutin juga penting,” pungkasnya.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Virus SARS Pertama Kali Terdeteksi di China

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi