KOMPAS.com - Sekitar 200 mil di selatan Tokyo, Jepang, hidup sekelompok masyarakat di dalam pulau bernama Aogashima.
Tak biasa, penduduk Aogashima harus senantiasa siap sedia menghadapi bencana yang bisa terjadi kapan saja.
Betapa tidak, pulau eksotik dengan hamparan daratan dan tanaman hijau itu masihlah gunung berapi aktif yang suatu waktu dapat menunjukkan taringnya.
Dikutip dari laman Badan Meteorologi Jepang, Aogashima adalah pulau vulkanik seluas 8,75 kilometer persegi.
Dengan kata lain, pulau ini merupakan sebuah gunung yang masih aktif dan diawasi langsung oleh Japan Meteorological Agency alias Badan Meteorologi Jepang.
Sebagai sebuah gunung aktif, Aogashima memiliki empat buah kaldera atau kawah gunung yang saling tumpang tindih.
Di dalam kawah inilah, sebanyak 170 penduduk tak hanya berdampingan dengan sesama, melainkan juga gundukan yang masih "hidup".
Cerita turun-temurun letusan hebat
Meski tampak nekat, penduduk Aogashima pada masa lalu pernah merasakan peristiwa tak terlupakan.
Tepatnya pada 18 Mei 1785, seperti dilansir Smithsonian Magazine (5/7/2016), gunung mulai memuntahkan sejumlah isi perutnya.
Peristiwa kelam lebih dari 230 tahun lalu ini diawali dengan guncangan hebat di seluruh pulau.
Tak lama, gumpalan gas dan asap raksasa mengepul keluar dari mulut gunung. Bukan hanya asap, material lain termasuk batu, lumpur, dan puing-puing lain ikut terlontar ke arah langit.
Imbasnya, pada 4 Juni 1785, sebanyak 327 penduduk tak lagi punya pilihan selain mengungsi.
Namun, hanya setengah dari mereka yang berhasil mengungsi, sementara sisanya tewas ditelan muntahan gunung.
Penduduk yang masih sekarang ini tak menjadi saksi langsung peristiwa paling mematikan dalam sejarah Aogashima itu. Mereka mengetahuinya dari cerita turun-temurun.
Meski begitu, cerita kelam itu tak lantas membuat mereka ketakutan dan hengkang dari dataran Aogashima.
Mereka tetap hidup di sana, mengambil risiko bahwa kapan saja, sejarah kelam bisa saja terulang.
Baca juga: Kisah Wanita dengan Kumis dan Janggut: Depresi, Dicerai Suami, hingga Masuk Majalah Vogue
Tak pusing memikirkan letusan
Salah satu penduduk yang siap mengambil risiko adalah Masanubu Yoshida, seorang pegawai pemerintah yang telah menetap selama 15 tahun.
Berdampingan dengan gunung berapi aktif, Yoshida mengaku mencoba untuk tidak membuang waktu dengan mengkhawatirkan letusan.
Lagi pula, menurutnya, sudah lebih dari 230 tahun sejak letusan dahsyat terakhir kali terjadi.
"Tidak ada yang bisa menang atas alam," katanya.
Alih-alih memikirkan skenario terburuk, pria berusia 40 tahun ini memilih fokus pada beragam manfaat yang dapat dipetik di atas tanah subur Aogashima.
Sama seperti sebagian besar penduduk, Yoshida turut menyalurkan hobi memancing lantaran Aogashima berada di tengah Laut Filipina.
Tak hanya itu, mereka juga kerap mendaki tebing pulau, berkemah, dan berenang di sekitar pulau.
"Kami juga diberkati dengan mata air panas dan energi panas bumi karena gunung berapi tersebut," ungkap Yoshida.
Bahkan, sauna alami di dalam pulau itu bisa mematangkan makanan seperti telur, hanya dengan meletakannya di atas salah satu lubang uap.
Baca juga: Pertama dalam Sejarah, Merapi Punya Dua Kubah Lava Aktif pada Satu Periode Erupsi
Di sisi lain, meski kawasannya relatif kecil, sebagian besar penduduk Aogashima memilih bepergian menggunakan mobil daripada bersepeda atau berjalan kaki.
"Orang-orang enggan bepergian dengan sepeda karena angin kencang dan iklim hujan," ungkapnya.
Suatu keberuntungan, gunung berapi tempat mereka tinggal masihlah belum menunjukkan aktivitas vulkanik.
Terakhir, Badan Meteorologi Jepang mengeluarkan peringatan pada 2007. Namun hingga kini, penduduk masih bisa menikmati hamparan panorama cantik Aogashima tanpa perlu mengkhawatirkan apa pun.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.