Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Hujan Es di Toraja Utara, Ini Penjelasan BMKG

Baca di App
Lihat Foto
Instagram
Fenomena hujan es di Toraja utara.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Unggahan video yang memperlihatkan adanya hujan es di Tondon, Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan ramai di media sosial.

Unggahan tersebut bermula dari akun Instagram ini yang didapatkan dari salah seorang warganet dengan akun Instagram @zx.crell.

"Silahkan kak yang butuh es batu buat tambahan minuman berbuka nya. Fenomena hujan es di sekitaran Tondon, Toraja Utara. Video kiriman @zx.crell #infotoraja #toraja," tulis pengunggah.

Baca juga: Fenomena Hujan Es di Sejumlah Wilayah, Apa Penyebabnya?

Saat dikonfirmasi, pemilik akun @zx.crell yang bernama Sirel tersebut mengatakan bahwa benar yang mengambil video tersebut adalah dirinya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ia menyampaikan bahwa hujan es tersebut terjadi pada Senin (3/4/2023) pukul 15.50 Wita.

"Iya, itu benar saya yang mengambil video kemarin sore, hujan esnya berlangsung sekitar 30 menit," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (4/4/2023)

Pengunggah mengatakan bahwa lokasi hujan es tersebut berada di sekitar Kecamatan Tondon dan Kecamatan Tallunglipu di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan.

Hingga Selasa (4/4/2023) siang, unggahan video tersebut sudah disukai sebanyak 2.561 kali dan mendapatkan 26 komentar dari warganet.

Baca juga: Siklon Tropis Herman Picu Cuaca Ekstrem di Indonesia, sampai Kapan Terjadi?

Lantas, apa yang sebenarnya terjadi?

Penjelasan BMKG

Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Miming Saepudin mengungkapkan, fenomena hujan es merupakan salah satu fenomena cuaca ekstrem yang dapat terjadi dalam skala lokal.

Fenomena hujan es ditandai dengan jatuhan butiran es dari awan serta dapat terjadi dalam periode beberapa menit.

"Fenomena hujan es dapat terjadi karena adanya pola konvektifitas (mekanisme yang menyebabkan terjadinya pembentukan awan) di atmosfer yang signifikan dalam skala lokal-regional," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (4/4/2023).

Baca juga: Selain Indah, Embun Es di Dieng Juga Bermanfaat bagi Petani, Simak Penjelasannya...

Miming menjelaskan, hujan es terbentuk dari sistem awan konvektif jenis Cumulonimbus (Cb) yang umumnya memiliki dimensi yang menjulang tinggi.

Ini bisa menandakan adanya kondisi labilitas udara signifikan dalam sistem awan tersebut. Sehingga hal itu dapat membentuk butiran es di awan dengan ukuran yang cukup besar.

"Besarnya dimensi butiran es dan kuatnya aliran udara turun dalam sistem awan Cb atau yang dikenal dengan istilah downdraft," katanya.

Downdraft dapat menyebabkan butiran es dengan ukuran yang cukup besar yang terbentuk di puncak awan Cb tersebut turun ke dasar awan. Selanjutnya, butiran es akan keluar dari awan dalam keadaan masih dalam bentuk butiran dan dikenal dengan fenomena hujan es.

"Kecepatan downdraft dari awan Cb yang cepat dapat mengakibatkan butiran es yang keluar dari awan tidak mencair secara cepat di udara," jelasnya.

"Bahkan, ketika sampai jatuh ke permukaan bumi pun masih dalam bentuk butiran es yang dikenal dengan fenomena hujan es," tambahnya.

Baca juga: Ramai soal Hujan Sporadis, Ini Penjelasan BMKG

Potensi cuaca ekstrem

Miming menyampaikan, pada April ini sebagian besar wilayah Indonesia masih memasuki periode peralihan musim (pancaroba) yang memiliki potensi akan cuaca ekstrem.

"BMKG mengimbau kepada masyarakat untuk tetap waspada akan potensi cuaca ekstrem berupa puting beliung, hujan es, hujan lebat disertai kilat/petir, dan angin kencang yang masih dapat terjadi pada musim peralihan ini," ungkapnya.

Selain itu, Miming juga mengatakan bahwa masyarakat diharapkan untuk tetap waspada terhadap potensi dampak yang dapat ditimbulkan berupa bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, banjir bandang, genangan, jalan licin, pohon tumbang, dan lainnya.

Baca juga: Banjir Semarang, Apa Penyebabnya? Ini Analisis Ahli Hidrologi UGM...

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi