KOMPAS.com - Digunakan sebagai penyedap masakan, garam dilingkupi oleh banyak mitos. Beberapa mitos, ternyata adalah kekeliruan yang sayangnya, dipercaya masyarakat dari tahun ke tahun.
Garam sendiri adalah bahan penyedap yang sudah digunakan manusia ribuan tahun lamanya.
Tubuh manusia membutuhkan natrium di dalam garam untuk melakukan gerakan impuls saraf, kontraksi dan mengendurkan otot, serta menjaga keseimbangan air dan mineral. Diperkirakan, manusia membutuhkan sekitar 500 mg garam setiap hari.
Terlepas dari manfaatnya, ada banyak mitos beredar mengenai garam. Berikut mitos dan fakta di balik bumbu dapur yang membuat makanan terasa asin ini.
Baca juga: Mengurangi Garam dan Micin Bisa Bikin Awet Muda, Benarkah?
Mitos: garam hanya membuat makanan asin
Banyak orang mungkin berpikir garam hanyalah bumbu yang menimbulkan satu dari lima rasa pada makanan, yaitu asin. Faktanya, tidak demikian.
Dilansir dari The Washington Post, garam dapat mengurangi rasa pahit dan meningkatkan aroma masakan. Selain itu, garam juga menambah tekstur makanan.
Ketika garam dituangkan ke rebusan pasta, mi tersebut akan menjadi tidak lengket. Ini terjadi karena garam dapat mengurangi lapisan gelatin yang terbentuk di permukaan pasta saat dimasak.
Sedangkan di rebusan sayuran, garam yang dimasukkan ke dalam air mendidih bisa berguna mempertahankan nutrisi sayuran yang ada.
Garam juga akan mencegah telur goreng menjadi keras. Hal yang sama berlaku dengan daging yang jadi lebih lembab berkat garam. Sebaliknya, kulit kalkun atau ayam yang diasinkan akan menjadi renyah dan keemasan saat digoreng.
Baca juga: 9 Efek Mengonsumsi Garam Berlebih bagi Tubuh
Mitos: penggunaan garam tidak bisa ganti-ganti
Faktanya, penggunaan satu garam dapat digantikan jenis lainnya.
Namun perlu diingat, perhatikan ukuran setiap garam yang akan digunakan. Satu sendok teh dari satu jenis garam tertentu mungkin berbeda dari satu sendok garam lainnya.
Garam dapur dan garam meja memiliki butiran kecil sehingga volumenya hampir sama. Mereka juga memiliki kandungan natrium yang sama. Ini membuat keduanya bisa digunakan bergantian.
Di sisi lain, garam kosher memiliki butiran yang lebih besar. Satu sendok makan garam laut atau garam meja sama dengan 1 1/2 sampai 2 garam kosher.
Baca juga: 10 Kegunaan Garam Selain untuk Memasak
Mitos: natrium terbesar ada di makanan rumahan
Ada anggapan, olahan masakan paling tinggi natrium adalah olahan rumahan. Faktanya, dengan memasak di rumah, seseorang justru dapat mengatur jumlah garam yang akan digunakan di masakannya.
Seseorang dapat memiliki natrium yang tinggi akibat banyak mengonsumsi makanan olahan dan siap saji.
Dalam makanan olahan, kadar garam tidak bisa terkontrol. Di Amerika Serikat, 70 persen asupan garam sehari-hari bahkan berasal dari makanan kemasan.
Mitos: tidak butuh garam saat membuat kue
Di balik tepung, telur, mentega, dan susu, garam diperlukan untuk memberikan rasa yang seimbang ke dalam makanan manis tersebut. Garam dapat menonjolkan rasa utama dari kue atau roti, bahkan lebih baik dalam melawan rasa asam daripada gula.
Garam mengurangi kemampuan ragi menyerap air. Adonan tanpa garam akan mengembang terlalu cepat dan mudah hancur di dalam oven.
Garam juga memperlambat aktivitas ragi pada adonan roti. Ragi berkembang dalam adonan berkat adanya gula. Jika kandungan gula habis, roti yang dipanggang tidak akan matang berwarna kecoklatan dan terasa manis.
Baca juga: Studi: Banyak Tambahkan Garam ke Makanan Tingkatkan Risiko Kematian
Mitos: garam mempercepat air mendidih
Faktanya, menambahkan garam ke air tidak akan mempercepat air mendidih. Sebaliknya, garam justru meningkatkan titik didih air karena bersaing dengan molekul air untuk menyerap energi.
Secara teori, itu berarti air asin membutuhkan waktu lebih lama untuk mendidih.
Untuk menaikkan titik didih air, dibutuhkan 1 ons garam per liter air. Jumlah ini tidak realistis untuk memasak sehari-hari.
Garam yang ditambahkan ke air panas akan menimbulkan gelembung. Namun, ini bukan tanda air mendidih, melainkan karena terbentuknya gelembung uap di air.
Baca juga: Efek Jangka Pendek dan Panjang Mengonsumsi Garam Berlebih
Mitos: garam mahal membuat makanan lebih enak
Padahal faktanya, garam Himalaya mungkin akan kehilangan tekstur dan rasanya saat digunakan memasak.
Ada baiknya garam ini ditaburkan di akhir masakan jadi atau sebagai hiasan.
Baca juga: Berapa Batas Aman Konsumsi Garam Setiap Hari?
Mitos: garam tanpa yodium buruk untuk kesehatan
Yodium merupakan zat yang mengatur fungsi kelenjar tiroid dan mencegah kemunculan gondok. Zat ini umumnya banyak berada di tanah atau air dekat laut.
Untuk mengatasi kekurangan yodium di daerah yang jauh dari pantai, garam meja beryodium kemudian dibuat.
Sayangnya, orang-orang lantas beranggapan bahwa garam tanpa yodium tidak sehat.
Kenyataannya, seseorang hanya butuh 150 mikrogram yodium setiap hari. Zat itu juga bisa didapat dari ikan, susu, bahkan rumput laut.
Itulah mitos dan fakta yang menyelubungi garam selama ribuan tahun, yang sebaiknya Anda tahu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.