Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dosen Filsafat Universitas Pelita Harapan
Bergabung sejak: 12 Apr 2023

Pengajar filsafat pada Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Banten.

Gerakan Relasi Ekologis dan Hak Anak atas Kualitas Hidup

Baca di App
Lihat Foto
DOK.Save the Children Indonesia
Ilustrasi anak-anak Indonesia yang kini sedang menghadapi darurat krisis iklim.
Editor: Egidius Patnistik

UNICEF (United Nations International Children's Emergency Fund) dalam laporan berjudul “The climate crisis is a child rights crisis” tahun 2021 menyatakan bahwa di seluruh dunia ada sekitar 820 juta anak menghadapi resiko gelombang panas dan 400 juta anak hidup di wilayah rawan badai siklon.

Selain itu, sekitar 330 juta anak rentan terhadap dampak bajir ekstrem. Sebanyak 240 juta anak terancam banjir rob. Sejumlah 920 juta anak tidak terpenuhi kebutuhan air bersih. Sebanyak 600 juta anak berpotensi tertular berbagai jenis penyakit (Kompas, 2 Maret 2023).

Untuk konteks Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia, anak-anak pun berada dalam ancaman tidak memperoleh udara bersih. Sebanyak 10.000 anak meninggal dunia dan 5.000 anak rawat inap karena sakit saluran pernafasan. Sakit yang disebabkan oleh polusi udara (Kompas, 31 Maret 2023).

Baca juga: Kiamat Ekologis, Krisis yang Tidak Terasa

Data tersebut melahirkan pertanyaan berikut: apa ancaman ekologis yang menyebabkan anak-anak tidak terpenuhi hak atas kualitas hidup? Pertanyaan ini penting untuk direfleksikan karena data tersebut menunjukkan secara terang-benderang bahwa anak-anak di berbagai negara, termasuk Indonesia, berada dalam ancaman kehilangan hak atas kualitas hidup.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kualitas hidup adalah proses pertumbuhan dan perkembangan secara maksimal baik dimensi biologis, dimensi psikologis, dimensi kognisi, maupun dimensi spiritual secara seimbang dan sesuai dengan pertambahan usia setiap tahun.

Ancaman kehilangan hak anak atas kualitas hidup berakar pada kualitas lingkungan yang buruk. Relasi ekologis yang timpang antara manusia dan lingkungan menyebabkan lingkungan yang tidak berkualitas dan tidak mendukung pertumbuhan serta perkembangan semua dimensi dalam diri anak.

Jadi, hak anak atas kualitas hidup ditentukan oleh relasi ekologis yang seimbang antara manusia dan alam.

Konflik Ekologis

Kualitas lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak bertumpu pada konflik ekologis. Data ancaman terhadap kualitas hidup anak di seluruh dunia pada awal tulisan ini menunjukkan bahwa konflik ekologis merupakan persoalan serius dewasa ini dan di masa depan.

Bila tidak diatasi mulai dari sekarang, kualitas hidup anak yang terancam akan menjadi bom waktu bagi kualitas manusia di masa depan. Dampak lebih lanjut adalah indeks kualitas warga negara pun akan mengalami penurunan signifikan.

Pusat konflik ekologis adalah relasi tidak seimbang antara manusia dan alam. Bagi ahli biologi Ernst Häckel, ekologi merupakan teropong ilmiah terhadap interaksi aneka bentuk kehidupan dengan lingkungannya (Kristina Grossmann, 2022).

Dalam teropong ini interaksi manusia dengan lingkungan alam merupakan salah satu hal yang penting diperhatikan semua pihak karena terkait langsung dengan pemenuhan hak anak-anak atas kualitas hidup.

Salah satu bentuk interaksi manusia dengan lingkungan alam adalah menjadikan alam sebagai komoditas ekonomi. Ekspansi ekonomi pasar bebas yang meluas di seluruh dunia sejak tahun 1980-an telah menggerakkan berbagai pihak untuk menjadikan lingkungan alam sebagai komoditas ekonomi.

Bisnis bahan bakar fosil, alih fungsi hutan hujan tropis untuk industri perkebunan monokultur dan pertambangan mineral, merupakan tindakan-tindakan manusia paling menonjol dalam menjadikan lingkungan alam sebagai komoditas ekonomi. Bahkan tindakan-tindakan tersebut dijadikan sebagai andalan utama pertumbuhan ekonomi sebuah negara.

Menjadikan alam seperti itu merupakan bentuk relasi ekologis yang tidak seimbang antara manusia dan alam. Inilah konflik ekologis yang berdampak buruk dan langsung bagi anak-anak.

Dengan demikian, hak anak-anak atas kualitas hidup tidak terpenuhi baik pada masa sekarang maupun di masa depan.

Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta melakukan aksi memperingati Hari Bumi di depan Balai Kota Jakarta, Senin (22/4/2019). Dalam aksinya aktivis Walhi mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan upaya pemulihan ekologis lingkungan serta melakukan penegakan hukum kepada seluruh industri yang berpotensi mencemari dan merusak lingkungan.
Gerakan Relasi Ekologis

Memastikan pemenuhan hak anak-anak atas kualitas hidup merupakan hal yang niscaya. Keniscayaan itu bukan saja demi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak, tetapi juga demi kualitas warga negara Indonesia pada masa depan.

Untuk itu, menggerakan relasi ekologis yang seimbang antara manusia dan alam merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan oleh semua pihak. Beberapa hal mesti diupayakan secara serius sebagai perwujudan gerakan relasi ekologis yang seimbang.

Pertama, jalan demokrasi lingkungan. Jalan ini merupakan ruang bagi seluruh warga negara untuk berpartisipasi dalam mengonstruksi kebijakan publik yang mengedepankan keadilan lingkungan.

Jalan itu juga merupakan kewenangan demokratis masyarakat untuk mengoreksi berbagai kebijakan publik dalam bidang lingkungan, yang bertentangan dengan keadilan lingkungan dan keseimbangan relasi ekologis.

Fondasi demokrasi lingkungan adalah integrasi spasial manusia dengan lingkungan. Setiap orang terikat secara ekologis dengan lingkungan. Dalam ikatan itu, manusia dan alam menjalankan hidup yang berkualitas dalam ruang ekologis yang sama yakni Bumi.

Dalam ruang ekologis setiap bentuk kehidupan dan entitas hidup saling menunjang. Manusia dan alam bersama-sama hidup dan berkembang. Dengan demikian, demokrasi lingkungan memiliki watak eksistensial karena modus operandinya adalah memastikan relasi ekologis yang seimbang dan menjamin lingkungan yang adil bagi terwujudnya hidup yang berkualitas, khususnya bagi anak-anak.

Kedua, jalan kebudayaan. Dalam kebudayaan tradisional yang dimiliki berbagai masyarakat adat di Indonesia, terkandung nilai-nilai dan aturan-aturan hidup, yang mengedepankan hubungan harmonis manusia dan alam.

Aturan adat mengenai hutan atau laut adat dalam kebudayaan tradisional merupakan jalan ekologis masyarakat adat untuk memastikan relasi ekologis manusia dan alam. Dengan metode refleksi mitologi, masyarakat adat menempuh jalan kebudayaan yang berwatak ekologis, agar hidup yang berkualitas tetap terjaga dan berlangsung.

Hidup yang berkualitas bagi masyarakat adat adalah manusia sebagai bagian dari alam dan hidup bersama alam.

Ketiga, jalan koreksi terhadap ilmu pengetahuan modern. Ilmu pengetahuan modern menempatkan alam sebagai obyek pengetahuan dan manusia sebagai subyek yang menguasai alam.

Ilmu pengetahuan alam telah menyingkirkan dimensi mitis-religius dari alam, yang dianut oleh masyarakat tradisional, melalui penelitian ilmiah yang membuka seluk-beluk alam. Demikian pula ilmu sosial, menempatkan manusia sebagai subyek, yang mengetahui seluk-beluk alam untuk dikuasai atau dimanipulasi.

Superioritas manusia sebagai subyek telah menempatkan manusia memanipulasi sedemikian rupa alam untuk memenuhi hasrat dan keinginan. Padahal, hasrat dan keinginan tidak pernah terpenuhi secara final.

Watak ilmu pengetahuan modern tersebut mesti dikoreksi dengan mengonstruksi ilmu pengetahuan baru, yang mengedepankan etika hak hidup dalam entitas alam non-manusia. Ilmu pengetahuan yang mengedepankan nilai-nilai etis dalam penelitian ilmiah, memampukan manusia untuk tahu diri dan tahu batas di hadapan alam.

Baca juga: 10 Negara dengan Kualitas Hidup Terbaik di Dunia

Dengan demikian, ilmu pengetahuan berfungsi sebagai jalan etis bagi manusia untuk memastikan relasi ekologis yang seimbang demi pemenuhan hak anak-anak atas kualitas hidup.

Dalam kerangka etis ilmu pengetahuan tersebut, manusia juga secara sadar bertanggungjawab mengontrol hasrat dan keinginannya serta memastikan hak hidup entitas non-manusia dengan cara membiarkannya tetap hidup dan berkembang.

Sejumlah jalan tersebut merupakan upaya berkesinambungan dan memerlukan komitmen semua pihak untuk memastikan pemenuhan hak anak-anak atas kualitas hidup. Pemenuhan hak itu terungkap melalui perkembangan dan pertumbuhan semua dimensi dalam diri anak secara seimbang dan maksinal, yakni biologis, psikologis, kognisi, dan spiritual.

Perkembangan semua dimensi dan pemenuhan hak atas kualitas hidup juga merupakan garansi bagi keberadaan warga Indonesia yang berkualitas di masa depan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi