Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merunut Asal-usul Halalbihalal, Tradisi Khas Lebaran di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/Fresh Stocks
Ilustrsi Halalbihalal
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Salah satu tradisi kala Idul Fitri atau Lebaran khas Indonesia adalah halalbihalal.

Halalbihalal biasanya diselenggarakan mulai dari lingkup keluarga besar, teman lama, atau tempat bekerja.

Karena momennya hanya sekali dalam setahun, halalbihalal kerap dijadikan sebagai ajang reuni atau temu kangen teman lama.

Acara halalbihalal sendiri dikemas secara beragam, tergantung kebiasaan atau tradisi masyarakat setempat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Sejarah Halalbihalal, Arti, dan Maknanya di Momen Idul Fitri

Namun, tahukah Anda jika istilah halalbihalal mulanya sarat akan kepentingan politik?

Perbedaan aliran politik pada era kabinet parlementer

Kala itu, situasi politik dalam negeri begitu memanas pada 1948. Pasalnya, para elite berseteru akibat perbedaan aliran politik pada era kabinet parlementer serta munculnya pemberontakan.

Di saat bersamaan, Belanda juga sedang bernafsu untuk menjajah kembali Indonesia, sehingga membuat Presiden Soekarno khawatir akan adanya disintergrasi bangsa.

Kondisi ini membuat Bung Karno memutar otak agar bisa menciptakan rekonsiliasi dan mencegah perpecahan.

Baca juga: [KLARIFIKASI] Foto Viral Praja IPDN Halalbihalal di Tengah Pandemi Virus Corona


Usulan nama halalbihalal

Harian Kompas, 16 Mei 2021, memberitakan, salah satu upaya yang dilakukan oleh Bung Karno adalah mengundang para elite politik untuk bertemu di Istana Kepresidenan yang saat itu bertempat di Gedung Agung, Yogyakarta.

Sayangnya, usaha ini gagal. Tak satu pun tokoh memenuhi undangan Bung Karno.

Ia pun kemudian mengundang Rais Am Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Wahab Hasbullah untuk berembuk mengenai situasi politik di Indonesia.

Kepada Bung Karno, KH Wahab mengusulkan adanya acara silaturahmi nasional untuk mempertemukan para elite bangsa. Kebetulan, saat itu mendekati Idul Fitri.

Baca juga: Lebaran Berpotensi Berbeda, Bolehkah Shalat Idul Fitri Dua Kali?

Bung Karno tak langsung menerima usulan itu karena menganggap diksi silaturahmi terlalu umum.

KH Wahab kemudian mengusulkan nama "halalbihalal" untuk pertemuan para elite bangsa itu.

Menurut KH Wahab, keengganan para elite politik untuk bersatu karena mereka masih saling menyalahkan satu sama lain.

Padahal, saling menyalahkan merupakan perbuatan dosa yang haram dilakukan.

Karenanya, untuk menghapus dosa yang tergolong haram, KH Wahab menyebutkan perlu dihalalkan dengan cara duduk bersama dan saling memaafkan atau menghalalkan.

Baca juga: Jika Lebaran Sabtu, Bolehkah Jumat Ikut Tidak Berpuasa?

Tradisi halalbihalal

Usulan penggunaan istilah "halalbihalal" itu pun langsung disetujui oleh Bung Karno.

Hasilnya, para elite bangsa berkumpul dan duduk satu meja dalam bingkai halalbihalal ketika Lebaran 1948.

Meskipun halalbihalal terus berlangsung pada setiap perayaan Idul Fitri, situasi politik dalam negeri saat itu tetap memanas hingga Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan dimulainya Demokrasi Terpimpin.

Saat tinggal di Istana Merdeka, Jakarta, Presiden Soekarno membuat tradisi halalbihalal setiap perayaan Idul Fitri.

Tradisi ini pun terus berlanjut hingga saat ini. Tidak hanya untuk elite politik, halalbihalal kini digelar oleh semua lapisan masyarakat.

Baca juga: Daftar Partai Politik di Indonesia untuk Pemilu 2024

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi