Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Kekeliruan Persepsional Mudik

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Pemudik kendaraan roda dua membawa anak mudik terlihat saat antre masuk ke kapal feri di Pelabuhan Ciwandan, Cilegon, Banten, Rabu (19/4/2023) dini hari. Sebanyak 12 kapal milik PT ASDP, satu kapal Pelni dan tiga kapal milik PT Antosim Lampung Pelayaran dikerahkan untuk mengangkut pemudik motor.
Editor: Sandro Gatra

BERKAT kerja sama kondusif konstruktif antarwarga yang melakukan mudik dengan Polri, Kementerian Perhubungan dan pihak lain, maka mudik pada 2023 terselenggara dengan baik.

Mudik merupakan unsur melekat pada Idul Fitri khas Indonesia. Pada hakikatnya tidak ada yang keliru pada tradisi mudik an sich.

Namun menurut hasil telaah Pusat Studi Kelirumologi terdapat minimal tiga kekeliruan persepsional yang kerap kali terkandung pada pengejawantahan tradisi mudik di persada Nusantara masa kini.

Kekeliruan persepsional pertama adalah kebiasaan warga kota Jabodetabek, bahkan wilayah lain di Jawa Barat yang melakukan mudik alias pulkam (pulang kampung) menyebut dirinya mudik ke Jawa.

Padahal secara geografis fakta membuktikan bahwa sebenarnya kawasan Jabodetabek dan Jawa Barat juga terletak di pulau Jawa.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahkan de facto warga Jakarta pulkam ke Pulau Madura juga menyatakan dirinya mudik ke Jawa.

Kekeliruan persepsional kedua adalah anggapan mudik merupakan tradisi menyambut Idul Fitri sebagai Hari Raya Islam, maka yang melakukan mudik terbatas hanya kaum Muslim saja.

Pada kenyataan fakta membuktikan bahwa pemudik bukan terbatas umat Islam saja, namun juga umat Nasrani, Buddha, dan Hindu maupun para penganut aliran kepercayaan.

Kekeliruan persepsional ke tiga adalah anggapan arah lalu lintas mudik hanya terbatas dari kota ke desa alias urban ke rural saja.

Fakta pada kenyataan membuktikan bahwa ternyata arah lalu lintas mudik juga terjadi sebaliknya dari desa ke kota sebagai akibat di Indonesia masa kini cukup banyak warga kota bahkan ibu kota yang mencari nafkah dan/atau bekerja atau bertugas di desa.

Mereka bahkan bekerja di pedalaman hutan belantara seperti, misalnya, warga kota yang ditugaskan di pedalaman hutan belantara untuk membangun IKN.

Pada masa menjelang Lebaran para warga urban yang berkarya di kawasan rural berduyun-duyun melakukan perjalanan mudik untuk pulko alias pulang kota bahkan puliko alias pulang ibu kota.

Segenap fakta peradaban terkait mudik khas Indonesia tersebut pada hakikatnya membuktikan secara tidak terbantahkan bahwa bangsa Indonesia memang hidup bersama sebagai masyarakat adil dan makmur dalam sebuah negeri gemah ripah loh jinawi, tata tenteram karta raharja. MERDEKA!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi