Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta Penyekapan WNI di Myanmar: Dijanjikan Gaji Rp 10 Juta Per Bulan, Dipaksa Kerja 17 Jam Sehari

Baca di App
Lihat Foto
Instagram
Video Warga Negara Indonesia di Myanmar merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) meminta dievakuasi oleh Pemerintah RI.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Video bernarasikan penyekapan 20 Warga Negara Indonesia (WNI) di Myanmar, viral di media sosial (2/5/2023). 

Kabar tersebut telah sampai ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Pemerintah Indonesia tengah mengupayakan evakuasi 20 WNI tersebut.

"Kita sedang berusaha membawa dan mengevakuasi agar mereka keluar. Kemenlu sudah dan sedang berusaha melakukan evakuasi," kata Jokowi dikutip dari Kompas.com (4/5/2023).

Sebanyak 20 WNI tersebut diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan kasus tersebut telah dilaporkan ke Bareskrim Polri.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam laporan tersebut terdapat dua terduga pelaku yang memiliki jaringan internaional terkait perdagangan dengan modus menawarkan pekerjaan.

Baca juga: Beredar Video Puluhan WNI di Myanmar Meminta Dipulangkan, Disebut Korban Perdagangan Orang

Berikut fakta kasus penyekapan 20 WNI di Myanmar:

1. Dijanjikan kerja di Thailand gaji Rp 8-10 juta per bulan

Kasus tersebut bermula saat puluhan WNI tersebut dijanjikan bekerja di salah satu perusahaan bursa saham di Thailand.

Jika tertarik, mereka akan diiming-imingi gaji Rp 8-10 juta per bulan.

Apabila mereka bersedia berangkat, biaya akomodasi ditanggung dengan ketentuan pinjaman yang diambil dari pemotongan gaji.

Dilansir dari Harian Kompas, para WNI tersebut diberangkatkan ke Myanmar melalui Bangkok, Thailand dengan kapal.

Baca juga: Kronologi 20 WNI Korban TPPO Disekap di Daerah Konflik Bersenjata di Myanmar

2. Proses administrasi yang singkat

Selain biaya keberangkatan yang diberi secara pinjaman, keluarga salah satu korban sempat curiga lantaran proses administrasi terbilang cepat.

Kecurigaan itu dialami oleh ayah Noviana Indah, Djoko. Indah merupakan salah satu WNI yang ikut disekap.

"Persyaratannya diurus relatif sangat singkat, saya berkesimpulan hati-hati ini ilegal. Begitu saya tanya agennya siapa dia tidak sebutkan," tuturnya, dikutip dari KompasTV.

Baca juga: Selidiki Kasus WNI Jadi Korban TPPO di Myanmar, Bareskrim: Tak Ada Kejahatan Sempurna

 

3. Diduga disiksa dan diancam tak bisa pulang

Setibanya di Myanmar, para WNI tersebut tidak mendapatkan apa yang dijanjikan.

Mereka justru disekap dan diminta untuk melakukan penipuan online selama 17 jam per hari.

Tak hanya itu, mereka juga disiksa psikis dan fisik. Bahkan tak jarang para korban mendapat pemukulan dan penyetruman.

Dilansir dari Kompas.com (2/5/2023), para korban mengaku mendapat ancaman dari perusahaan bahwa mereka tidak akan bisa pulang ke tanah air.

Ketua Umum (Ketum) Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno mengaku kesulitan mendapatkan kabar dan lokasi para korban sebab kehilangan kontak sejak bulan lalu.

Baca juga: WNI Diduga Korban TPPO Ada di Wilayah Konflik Myanmar, Kemenlu: Tantangan Memang Tinggi

4. Evakuasi yang sulit

Pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengaku kesulitan melakukan upaya evakuasi 20 WNI di Myanmar.

Hal itu karena mereka disekap di wilayah konflik bersenjata antara militer Myanmar dengan pemberontak Karen, tepatnya di wilayah Myawaddy.

Diberitakan Kompas.com (4/5/2023), Direktorat Perlindungan WNI Kemenlu telah meneruskan laporan kasus online scam ke KBRI Yangon.

Pihak KBRI Yangon juga sudah mengirim nota diplomatik ke Kementerian Luar Negeri Myanmar.

Tetapi hingga kini Pemerintah Myanmar belum bisa menindaklanjuti pengaduan lantaran wilayah tersebut sudah dikuasi pemberontak sehingga pihak berwenang Myanmar tidak bisa masuk.

(Sumber: Kompas.com/Dian Erika Nugraheny, Fika Nurul Ulya, Rahel Narda Chaterine | Editor: Dani Prabowo, Novianti Setuningsih).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi