Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gunung Everest Mengeluarkan Suara Misterius Setiap Malam, Ahli Ungkap Asal-usulnya

Baca di App
Lihat Foto
canva.com
Gunung Everest. Misteri di balik suara misterius di Gunung Everest saat malam hari.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Titik tertinggi Bumi, Gunung Everest, menyimpan sebuah misteri yang akhirnya berhasil dipecahkan oleh para ahli.

Selama bertahun-tahun, gunung dengan tinggi 8.848 meter di atas permukaan laut ini telah merenggut lebih dari 300 nyawa pendaki.

Mayat bertebaran di sepanjang jalur pendakian pun menjadi hal biasa, meski tetap saja memunculkan kesan seram dari Everest.

Belum lagi, saat malam tiba, rintihan mengerikan sekaligus menakutkan sering terdengar di wilayah ini.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas, suara misterius apa itu sebenarnya?

Baca juga: Mungkinkah Gunung Everest Bisa Tumbuh Lebih Tinggi Lagi?


Berbagai suara misterius

Sebuah dokumentasi eksklusif Netflix bertajuk Aftershock: Everest and the Nepal Earthquake, merinci akibat gempa Nepal pada 2015 yang merenggut nyawa hampir 9.000 orang.

Pembicara dalam serial ini, Dave Hahn, seperti dilansir IFL Science (4/5/2023), adalah seorang pemimpin ekspedisi berpengalaman yang telah mencapai puncak Everest sebanyak 15 kali.

Saat Matahari terbenam di gunung, Hanh berbagi cerita tentang suara-suara misterius yang dikeluarkan gunung ini.

"Anda dapat mendengarnya meletus, Anda dapat mendengar es dan batu jatuh di berbagai tempat di sekitar lembah," kata dia.

Sebelumnya, tidak ada yang tahu mengapa puncak tertinggi di Pegunungan Himalaya ini terdengar "hidup" saat malam hari.

Masyarakat juga tidak mengetahui penyebab pasti suara tiba-tiba dan memekakkan telinga yang terdengar dari jarak ratusan kilometer itu.

Hingga pada 2018, sebuah studi dari tim peneliti Nepal dan Jepang yang mempelajari aktivitas seismik glasial Himalaya menguak penyebab di balik suara misterius tersebut.

Baca juga: Ilmuwan Temukan Susunan 19.000 Gunung Berapi Bawah Laut

Efek perubahan suhu di malam hari

Selama perjalanan lebih dari satu minggu pada 2017, tim peneliti membuat kemah di sebuah bongkahan besar es atau gletser terbuka Everest yang bebas dari puing-puing.

Dari sana, mereka kemudian memperhatikan suara-suara aneh yang selalu dimulai saat malam tiba.

"Kami mendengar ledakan keras ini," ujar ahli glasiologi atau ilmu tentang gletser dan es, sekaligus penulis utama studi, Evgeny Podolskiy.

"Kami memperhatikan bahwa gletser kami meledak, atau meledak dengan (suara) retakan di malam hari," lanjutnya.

Tim pun menyimpulkan bahwa suara-suara tersebut disebabkan oleh rekahan termal nokturnal.

Kondisi ini merupakan efek dari perubahan suhu yang menciptakan sebuah pergerakan di gunung dan pegunungan.

Pasalnya, seperti diberitakan Daily Mail (2/5/2023), saat Matahari terbenam, suhu di wilayah Everest mulai turun hingga mencapai minus 15 derajat Celsius.

Padahal, Podolskiy menjelaskan, para peneliti hanya menggunakan kaos saat siang hari. Artinya, saat siang, suhu Everest cukup bersahabat bagi peneliti yang bekerja.

Gletser yang bebas puing-puing atau reruntuhan, seperti yang ditempati tim peneliti, lebih terpapar unsur-unsur daripada gletser yang tertutup puing-puing.

Gletser yang tertutup akan menyebabkan kontraksi termal yang luas saat permukaannya mendingin.

Kondisi tersebut, pada akhirnya, menyebabkan terjadinya rekahan dekat permukaan gletser yang terbuka. Hal ini, memicu suara retakan keras yang menggema di pegunungan.

Di sisi lain, gletser yang tipis juga tampak memiliki risiko kontraksi termal yang lebih besar. Sebaliknya, gletser yang lebih tebal akan mengalami lebih sedikit tekanan termal.

Baca juga: Mengintip El Diablo, Restoran Spanyol yang Memasak Sajian di Atas Lava Gunung Berapi

Masih belum jelas mengapa hanya terjadi di Himalaya

Pegunungan Himalaya menjadi salah satu penyimpan es terbesar di Bumi.

Namun, gletser tertutup puing-puing atau sekitar 70 persen dari wilayah Himalaya yang bergletser, adalah jenis yang paling tidak terwakili dalam studi seismologi gletser.

Oleh karena itu, masih belum jelas mengapa perubahan suhu tampaknya lebih memengaruhi gletser Himalaya daripada gletser di belahan dunia lain.

Kendati demikian, setidaknya penelitian di Himalaya ini telah membantu ilmuwan untuk lebih memahami bagaimana cara memantau perilaku gletser dan menilai kerusakan es.

Dengan cara itu, para peneliti dan masyarakat pun dapat melacak efek perubahan iklim pada bongkasan es yang sangat besar ini.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi