Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: 18 Mei 1998 Mahasiswa Duduki Gedung DPR/MPR, Minta Soeharto Mundur

Baca di App
Lihat Foto
Kompas/Eddy Hasby (ED) *** Local Caption *** http://kom.ps/AB2H32 (KOMPAS/EDDY HASBY)
Mahasiswa se-Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi mendatangi Gedung MPR/DPR, Mei 1998, menuntut reformasi dan pengunduran diri Presiden Soeharto. Sebagian mahasiswa melakukan aksi duduk di atap Gedung MPR/DPR.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com – Hari ini 25 tahun lalu, tepatnya pada 18 Mei 1998 ribuan mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR di Jakarta. 

Tidak hanya menduduki gedung DPR/MPR, namun merangsek masuk ke lorong atau pun ruangan lobi.

Dikutip dari Kompas.com (18/5/2022), aksi itu menjadi demonstrasi terbesar yang pernah dilakukan mahasiswa dalam 30 tahun terakhir di gedung DPR/MPR.

Aksi itu dimulai sejak pagi hari, di mana mahasiswa berdatangan secara bergelombang untuk memasuki DPR dengan bus carteran atau pun bus milik kampus masing-masing.

Mereka dapat leluasa masuk dan mendaki hingga menduduki kubah hijau gedung DPR dikarenakan saat itu penjagaan cukup longgar.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Apa Isi UU Cipta Kerja yang Didemo Jefri Nichol dan Mahasiswa?

Minta Soeharto mundur dari presiden

Aksi demontrasi sekaligus pendudukan gedung DPR oleh mahasiswa dilakukan untuk meminta Presiden Soeharto segera mundur dari jabatannya.

Para mahasiswa memasang spanduk panjang yang berisi tuntutan agar Soeharto turun dari kursi kepresidenan.

Awalnya, aksi damai ribuan mahasiswa tersebut berjalan lancar tanpa adanya ketegangan.

Namun pada pukul 10.30 WIB datang sekitar 300 orang yang sempat memicu ketegangan di antara mereka dan mahasiswa.

Sebanyak 300 orang tersebut berasal dari organisasi Pemuda Pancasila, Forum Putra-putri Purnawirawan dan ABRI (FKPPI), Panca Marga, Ikatan Pencak Silat Indonesia, ulama Madura, dan Pendekar Banten.

Bertentangan dengan para mahasiswa, mereka justru membawa spanduk berisi dukungan terhadap Presiden Soeharto dan menolak Sidang Istimewa MPR.

Kelompok dipimpin oleh Ketua Pemuda Pancasila saat itu Yapto Suryosumarno dan Yorrys Raweyai yang juga merupakan anggota MPR.

Melihat situasi saat itu sempat tegang, mobil komando yang dikendarai Komandan Kodim (Dandim) Jakarta Pusat Letkol Inf S Widodo melaju dan kemudian berhenti membelah kedua kelompok tersebut.

Baca juga: Cerita Mahasiswa STMIK Tasikmalaya, Nasib Tidak Jelas Setelah Kampus Mendadak Tutup

 

Negosiasi dengan parlemen

Melansir dari Kompas.com (17/5/2023), kelompok pertama yang berhasil masuk ke dalam gedung DPR pada saat itu berasal dari Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ).

FKSMJ diwakilkan oleh 50 orang yang terdiri dari berbagai kampus itu masuk sekitar pukul 11.30 WIB. Mereka menuntut segera dilaksanakannya Sidang Istimewa MPR untuk mengganti Soeharto sebagai presiden.

Keberhasilan perwakilan FKSMJ untuk masuk ke dalam gedung DPR tersebut membuat kelompok mahasiswa lainnya juga ikut bernegosiasi untuk bisa masuk ke dalam. Hasilnya sejumlah mahasiswa diperbolehkan masuk pada pukul 13.00 WIB.

Pada hari yang sama, perwakilan Institut Pertanian Bogor yang dipimpin langsung oleh rektor Soleh Salahuddin datang di gedung DPR.

Mereka menemui Fraksi Karya Pembangunan atau F-KP (Golkar) dan Fraksi Persatuan Pembangunan untuk menyampaikan tuntutan reformasi di segala bidang.

Baca juga: Mahasiswa UI Dapat Dosen Pembimbing Dian Sastrowardoyo, Ini Kisahnya

Tak hanya mahasiswa yang datang

Pada hari itu, tak hanya mahasiswa yang bergerak menuju kompleks parlemen tersebut. Sejumlah tokoh ikut melebur dalam Gerakan Reformasi Nasional.

Mereka juga sempat berorasi di dalam gedung DPR, salah satunya yakni Dimyati Hartono.

Kelompok itu menuntut reformasi bidang politik, ekonomi, dan hukum, serta menutut mundurnya Soeharto dari posisi presiden.

Ketua PP Muhammadiyah Amien Rais juga sedang mengadakan pertemuan dengan Komisi II DPR di hari yang sama.

Dalam pertemuan itu, ia mengatakan bahwa Sultan Hamengkubuwono X siap memimpin long march pada 20 Mei 1998 di Yogyakarta untuk menuntut digelarnya Sidang Istimewa MPR.

Harmoko minta Soeharto mundur

Salah satu momentum krusial dalam gerakan itu adalah saat Harmoko selaku pimpinan MPR/DPR menyatakan dukungannya terhadap tuntutan mahasiswa.

Harmoko membuat konferensi pers untuk menyikapi tuntutan reformasi dari pendemo. Ia meminta Soeharto agar segera mundur dari jabatannya sebagai presiden.

“Dalam menanggapi situasi seperti tersebut di atas, pimpinan Dewan, baik ketua maupun wakil-wakil ketua, mengharapakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri,” ucap Harmoko dikutip dari arsip Kompas yang terbit pada 19 Mei 1998.

“Pimpinan Dewan menyerukan kepada seluruh masyarakat agar tetap tenang, menahan diri, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mewujudkan keamanan ketertiban supaya segala sesuatunya dapat berjalan secara konstitusional,” tuturnya.

Pernyataan Harmoko itu pun cukup mengejutkan berbagai pihak, mengingat posisi dan latar belakangnya sebagai salah satu orang dekat Soeharto.

Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto pun menanggapi pernyataan tersebut. Menurutnya, pernyataan itu hanyalah pendapat pribadi Harmoko.

Selain itu, pimpinan Fraksi Karya Pembangunan (Golkar) menanggapi hal senada dengan Wiranto.

Pimpinan fraksi yang diwakilkan oleh Sekjen DPP Golongan Karya Arry Mardjono mengatakan, pernyataan Harmoko bukan pendapat F-KP ataupun DPP Golkar.

“Sikap DPP Golkar kita serahkan pada rapat besok (hari ini) bersama-sama fraksi lain. Itu jangan diartikan DPP Golkar belum memiliki sikap,” kata Arry.

Baca juga: Mahasiswa UGM Kuliah Pakai Seragam SMA Bikin Dosen Kaget, Ini Ceritanya

Soeharto mundur

Esok harinya pada 19 Mei 1998, aksi demo semakin besar dengan jumlah mahasiswa dan aktivias semakin banyak untuk menuntut Soeharo lengser.

Kondisi politik yang tidak menguntungkan bagi Soeharto pun memaksanya untuk mundur dari kursi presiden Republik Indonesia.

Hingga kemudian pada 21 Mei 1998 Soeharto menyatakan mundur dari presiden. 

Baca juga: Mahasiswa UMY Bisa KKN Sekaligus Umrah di Mekkah, Ini Kegiatannya

(Sumber: Kompas.com/Nur Fitriatus Shalihah, Jawahir Gustav Rizal I Editor: Sari Hardiyanto, Bayu Galih)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi