Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rahasia 32 Biksu Kuat Jalan Kaki dari Thailand ke Indonesia, Ternyata Mereka Biksu Hutan

Baca di App
Lihat Foto
Antara Foto/Fakhri Hermansyah
Sejumlah biksu jalan kaki saat mengikuti perjalanan ritual keagamaan (thudong) di Bekasi, Jawa Barat, Jumat (12/5/2023). Sebanyak 32 biksu dari sejumlah negara tersebut jalan kaki dari Thailand menuju Candi Borobudur dalam rangka menyambut Hari Raya Waisak pada 4 Juni 2023.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Aksi jalan kaki yang dilakukan 32 biksu dari Thailand menuju Indonesia masih menarik perhatian warganet.

Mereka berjalan kaki sejauh ribuan kilometer untuk menghadiri puncak perayaan hari raya Waisak di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah pada 4 Juni 2023 mendatang.

Dilansir dari Kompas.com, Ketua Yayasan Pancaran Tridharma Kota Bekasi Ronny Hermawan mengatakan aksi tersebut merupakan ritual Thudong.

Thudong merupakan perjalanan religi yang ditempuh dengan cara berjalan kaki sejauh ribuan kilometer.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebanyak 32 biksu yang berjalan kaki dari Thailand ke Indonesia hanya makan secukupnya dari pemberian warga dan tidur di rumah-rumah ibadah.

Baca juga: Sejarah Candi Borobudur, Lokasi Perayaan Hari Raya Waisak 2023

Baca juga: Harapan Menag, Candi Borobudur, dan Rumah Ibadah Buddha Dunia...

Lantas, apa rahasia 32 biksu tersebut kuat jalan kaki dari Thailand ke Indonesia?

Sudah terbiasa menempa diri

Diketahui, sebanyak 32 biksu yang jalan kaki menuju Candi Borobudur berasal dari berbagai negara, seperti Indonesia, Thailand, dan Malaysia.

Ketua Thudong Internasional Welly Widadi mengatakan, 32 biksu tersebut sanggup berjalan kaki lintas negara karena mereka sudah melakukan persiapan secara fisik.

Persiapan yang ia maksud adalah melakukan meditasi dan mengendalikan diri, seperti rasa lapar, rasa makanan, dan amarah.

"Karena mereka sudah terbiasa meditasi. Persiapan mereka seperti itu," ujar Welly kepada Kompas.com, Rabu (17/4/2023).

Baca juga: 7 Fakta Puluhan Biksu Jalan Kaki dari Thailand ke Borobudur

Persiapan secara mental

Welly juga mengatakan, 32 biksu tersebut begitu gigih berjalan kaki dari Thailand ke Indonesia karena mereka juga sudah siap secara mental.

Hal itu diperlukan karena 32 biksu harus berjalan kaki melewati medan, cuaca, dan kondisi lingkungan yang bisa berubah sewaktu-waktu.

Mereka berangkat sejak dua bulan lalu dan selama perjalanan menghadapi tantangan berupa gelombang panas yang melanda Thailand.

Sebanyak 32 biksu juga merasakan perubahan cuaca dari panas ke hujan ketika mereka tiba di Malaysia dan Indonesia.

"Rintangan seperti alam. Kita tahu bahwa di tahun ini terjadi pemanasan global di mana daerah Thailand itu (suhu) mencapai angka 41 derajat (Celsius)," papar Welly.

Baca juga: Cerita di Balik 32 Biksu yang Berjalan Kaki dari Thailand Menuju Candi Borobudur

Mereka adalah biksu hutan

Sementara itu, Richard Pekasa selaku pengurus Vihara Dewi Welas Asih, Cirebon menyampaikan, 32 biksu yang jalan kaki dari Thailand menuju Indonesia merupakan biksu hutan.

Meski begitu, mereka tidak benar-benar tinggal di tengah hutan melainkan di pinggir hutan yang masih dapat terhubung dengan kota atau desa.

"Supaya masih bisa pindapata atau mengambil makanan atau minuman yang didermakan umat atau masyarakat dari (tempat tinggal) hutan kemudian ke hutan lagi," jelasnya.

Baca juga: Thudong, Perjalanan Biksu Puluhan Ribu Kilometer untuk Mengikuti Jejak Buddha

Biksu hidup secukupnya

Richard menambahkan, seseorang yang telah menjadi biksu benar-benar mengurangi segala sesuatu yang sifatnya "kedagingan".

Dalam kehidupan sehari-hari, biksu benar-benar menjaga aturan makanan. Mereka tidak memakan makanan yang mengandung gula, minyak, madu, bahkan susu.

Tak hanya itu, mereka juga mengambil barang yang didermakan berdasarkan kebutuhan mereka.

Biksu hanya mengambil barang kebutuhan yang dianggap perlu, seperti odol dan pasta gigi.

Baca juga: Kemenag Tegaskan Hari Raya Waisak Jatuh 4 Juni dan Bukan 6 Mei 2023

Mereka juga hanya memiliki 2 jubah yang setiap hari dicuci secara bergiliran setelah beraktivitas.

Menariknya, mereka cuma menyimpan satu mangkok untuk makanan dan hidup dari satu vihara ke vihara yang lain.

"Jadi kalo transit di suatu tempat begitu, nyampe langsung cepet cuci (jubah), dikeringkan malam itu juga untuk digunakan pagi-pagi besoknya," papar Richard.

"Hidupnya bisa di mana saja. Misalnya ke suatu vihara ada guru mereka belajar ilmu tertentu, ya tinggal bawa peralatan (seperlunya)," pungkasnya.

Baca juga: Ramai di Medsos, Hari Raya Waisak 2023 Tanggal 6 Mei atau 4 Juni?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi