Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hong Kong Krisis Populasi, Warga Adopsi Kucing daripada Punya Bayi

Baca di App
Lihat Foto
Freepik/TravelScape
Ilustrasi Hong Kong
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com – Hong Kong mengalami krisis populasi setelah warganya kebanyakan tidak ingin mempunyai anak.

Melansir dari Hong Kong Free Press (HKFP), wilayah tersebut mempunyai jumlah kelahiran yang menurun drastis.

Sekretaris Pendidikan Kota Christine Choi mengatakan, ada lima sekolah dasar yang tidak akan menerima dana untuk kelas tahun pertama lantaran terlalu sedikit murid yang mendaftar.

Lambat laun, sekolah tersebut akan “terbunuh” seiring menurunnya jumlah murid yang mendaftar. 

Pada 2029, populasi usia sekolah berusia 12 tahun diperkirakan turun 16 persen dari 71.600 tahun ini menjadi 60.100.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pada saat yang sama, menurut Departemen Sensus dan Statistik Hong Kong mengungkapkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan dalam usia rata-rata pernikahan pertama.

Pada 1991, usia rata-rata menikah yaitu 26,2 tahun untuk perempuan dan 29,1 tahu laki-laki. Kini usianya meningkat menjadi 30,4 tahun untuk perempuan dan dan 31,9 tahun untuk laki-laki saat ini.

Baca juga: Dua Minggu Bertahan Hidup di Amazon, 4 Anak Korban Jatuhnya Pesawat Cessna 206 Akhirnya Ditemukan

Mayoritas tidak memiliki rencana melahirkan

Sebuah survei tahun 2023 yang dilakukan oleh Hong Kong Women Development Asscoation (HKWDA) menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen responden berusia 18 tahun ke atas mengatakan bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk melahirkan.

Asosiasi Keluarga Berencana Hong Kong melakukan survei kepada lebih dari 8.000 siswa sekolah menengah pada tahun 2022. Hasilnya terjadi penurunan keinginan untuk memiliki anak di masa depan.

Pada 2011, sebanyak 84 persen anak laki-laki dan 70 persen perempuan ingin memiliki anak. Namun pada 2021 jumlahnya menurun menjadi 70 persen dan 55 persen. Hal itu menandakan terjadinya perubahan sikap untuk melahirkan anak.

“Sungguh aneh bahwa siswa sekolah menengah kehilangan kepercayaan pada pernikahan dan melahirkan pada tahap awal seperti itu,” kata ketua komite penelitian, Paul Yip.

Yip menambahkan, faktor yang berdampak mereka tidak ingin melahirkan mungkin karena protes pada 2019 terhadap RUU ekstradisi, pandemi Covid-19, dan eksodus dari Hong Kong.

Ia pun menyimpulkan, pemerintah dan individu sama-sama berkontribusi pada fenomena ini.

“(Kita) perlu membangun masyarakat yang membuat kaum muda merasa penuh harapan, sehingga mereka akan tetap tinggal dan memiliki anak,” tuturnya.

Baca juga: Kisah Adhara Perez Sanchez, Anak Istimewa dengan IQ Lebih Tinggi dari Albert Einstein dan Stephen Hawking

 

Bukan tempat terbaik untuk membesarkan anak

Seorang pelatih fisik berusia 26 tahun yang sekarang tinggal di Kanada, Jinn mengatakan menurutnya anak yang tumbuh di Hong Kong tidak akan merasa begitu bahagia.

Setelah protes dan kerusuhan besar pada 2019, Inggris dan Kanada membuka jalur cepat tempat tinggal bagi warga Hong Kong.

Jinn dan kekasih SMA-nya, Roy, termasuk warga yang akhirnya pindah ke Kanada dan memulai hidupnya di sana.

“Saya tidak menginginkan anak, bukan karena saya tidak menyukai mereka, tetapi saya merasa mereka akan sengsara atau setidaknya tidak begitu bahagia tumbuh di Hong Kong,” katanya.

Mulanya, Roy yang belajar di Amerika Serikat tidak mempunyai semangat untuk emigrasi. Namun setelah berbicara dengan Jinn mengenai masa depan mereka, ia pun berubah pikiran.

“Dia bukan yang mengharapkan pernikahan dan anak sejak kami mulai berkencan. Namun, setelah Kanada mengumumkan ‘skema sekoci’, dia mengatakan kepada satya suatu hari bahwa dia berpikir memulai sebuah keluarga mungkin bukan ide yang buruk dan saya sangat terkejut,” ucap Roy.

Jinn menganggap Hong Kong sebagai tempat yang memprioritaskan kesuksesan finansial daripada kualitas lainnya.

“Rasanya tidak ada jalan lain untuk sukses selain masuk universitas dan menjadi seorang profesional,” tutur Jinn.

Baca juga: Kisah Ngeri Perkawinan Sedarah Keluarga Whitaker, Alami Kelainan Mental dan Fisik

Doktrin pernikahan

Warga Hong Kong lainnya, Stephanie mengatakan, tidak ada niatan untuk melahirkan bahkan percaya pada pernikahan.

“Untuk waktu yang lama, saya tahu saya tidak ingin punya anak. Tapi setelah 2019, saya menjadi sangat yakin saya tidak menginginkan anak,” kata Stephanie. 

Ia mengatakan, ia tidak ingin membuat kesalahan yang sama seperti orang tuanya yang menurutnya gagal melakukan tugas pengasuhan mereka.

Perempuan berusia 24 tahun yang bekerja di bidang pemasaran juga mengungkapkan tentang kurangnya kepercayaan dirinya terhadap masa depan dan system pendidikan Hong Kong.

Ia pun menganggap secara finansial bagi diri dan pacarnya untuk melakukan emigrasi keluar Hong Kong saat ini.

“Yang paling penting, saya tidak melihat bagaimana memiliki bayi akan bermanfaat bagi hidup saya,” tuturnya.

Baginya, tingkat kesuburan yang meningkat hanyalah tentang mempertahankan angkatan kerja dan menjaga agar masyarakat tetap berjalan yang tidak ada hubungannya dengan kesejahteraan.

Baca juga: Ucapan dan Kata-kata Selamat Hari Valentine 14 Februari untuk Pasangan, Teman, dan Keluarga

Tidak butuh bayi, pilih adopsi kucing

Seorang manajer pemasaran berusia 34 tahun bernama Ah Ying mengatakan bahwa ia tidak ingin mempunyai anak, meskipun sang suami terbuka untuk memiliki anak.

Dilansir dari Channel News Asia (CNA), dia mengurungkan niatan untuk memiliki anak sepenuhnya setelah kerusuhan sosial pada 2019. 

Kondisi itu terjadi ketika China memperketat pengaruhnya melalui undang-undang keamanan nasional nda perombakan sistem pemilu untuk memastikan bahwa hanya “patriot” yang memerintah.

Dengan sekolah yang menekankan patriotisme, ia khawatir anak-anaknya kelak akan “dicuci otak”.

Selain itu, ia juga terhambat oleh biaya membesarkan anak dengan budaya yang “kompetitif” yang dimulai dari tingkat balita.

“Ini bukan hanya tentang tekanan emosional, tetapi juga beban keuangan. Jika saya tidak bisa memberikan yang terbaik untuk anak saya, mungkin saya tidak boleh melahirkan sama sekali,” katanya.

Dia dan suaminya pun mengadopsi seekor kucing tahun lalu dan menganggapnya sebagai anggota keluarga.

Mereka pun tidak membicarakan terkait keinginan punya anak karena sudah tergantikan oleh kucing.

Baca juga: Kisah Keluarga Palestina, Melarikan Diri dari Perang di Gaza, Tewas dalam Gempa Turkiye

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi