KOMPAS.com - Kasus penyebaran video syur atau konten porno bukan menjadi hal baru di Indonesia.
Terbaru, sebuah video syur yang mirip dengan AD karyawati korban ajakan "staycation" di Cikarang sempat beredar di Twitter.
Diberitakan Kompas.com, Jumat (19/5/2023), video berdurasi 10 detik tersebut diunggah pada Rabu (17/5/2023). Identitas wanita dalam video tersebut belum diketahui.
Selain itu, pernah juga ada kasus serupa yang melibatkan sosok kebaya merah, Dea OnlyFans, dan sederet selebriti Indonesia.
Baca juga: Mengapa Ada Orang Menyebarkan Video Syur? Ini Penjelasan Psikolog
Lalu, mengapa ada orang yang merekam video syur miliknya sendiri?
Baca juga: Apa Dampak dari Sering Nonton Film Porno pada Kesehatan?
Kepuasan diri
Psikolog di Fakultas Psikologi Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta Ratna Yunita Setiyani Subardjo menyampaikan bahwa tindakan merekam video porno dilakukan untuk mendapatkan kepuasan pribadi.
"Ada tendensi untuk memuaskan dirinya, dalam artian dia terbiasa melakukan itu ketika tidak merekam maka tidak mendatangkan kepuasan," katanya kepada Kompas.com, Selasa (23/5/2023).
Salah satu kepuasan yang didapatkan berupa rangsangan seksualitas bagi diri sendiri maupun pasangannya.
Menurutnya, terkadang ada orang perlu mendapatkan stimulasi. Namun, ketika melihat punya orang lain ia merasa tidak etis jadi lebih baik menonton videonya sendiri.
Ratna tidak mengelak kalau tindakan tersebut bisa menunjukkan suatu kelainan, terutama saat sering dilakukan dan menjadi kebiasaan.
Baca juga: Heboh Twit Dirut TVRI Iman Brotoseno soal Film Porno, Ini Klarifikasinya...
Kelainan seksual
Sementara itu, psikolog klinis dari Personal Growth, Shierlen Octavia menjelaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk kelainan seksual yang dimiliki pelakunya.
"Keinginan untuk merekam video porno saat melakukan hubungan seksual adalah salah satu bentuk fetishism," jelasnya kepada Kompas.com, Selasa (23/5/2023).
Ia mengatakan, fetishism merupakan perilaku seksual di mana kepuasan pelakunya timbul melalui obyek atau aktivitas tertentu. Contohnya, memakai pakaian atau memegang obyek tertentu.
"Bagi perekam, mengambil foto, merekam, dan kemudian menonton video erotis diri mereka sendiri dapat meningkatkan pengalaman kehidupan seks dan merangsang hasrat seksual," kata dia.
Baca juga: Mengenal Apa Itu Fetish dan Bagaimana Bisa Muncul?
Shierlen menyebutkan, sebuah penelitian juga menjelaskan bahwa pengalaman mendokumentasikan diri secara erotis menjadi cara membuat mereka merasa seksi dan percaya diri.
Menurutnya, merekam video pribadi saat berhubungan seksual juga menjadi tanda gangguan jika perekam tidak bisa berhenti melakukan, ketagihan, dan mengganggu fungsi sehari-harinya.
"Bagaimanapun juga, merekam hubungan seksual harus diikuti dengan persetujuan pasangan karena bisa menimbulkan tekanan dan ketidaknyamanan pada pasangan," tambahnya.
Shierlen menekankan, tindakan merekam video pribadi berisiko tersebar ke publik dan meninggalkan jejak digital yang tidak bisa dihapus.
Baca juga: Jangan Asal Unggah, Ada Ancaman Pidana bagi Penyebar Konten Porno
Eksibisionisme dan narsitik
Dihubungi terpisah, psikolog Danti Wulan Manunggal mengungkapkan bahwa merekam video syur milik pribadi tersebut bisa juga menunjukkan sifat eksibisionisme atau voyeurisme.
"Voyeurisme didefinisikan sebagai ketertarikan untuk mengamati orang yang tidak risih saat mereka membuka pakaian, telanjang, atau melakukan aktivitas seksual," jelasnya, Selasa (23/5/2023).
Menurutnya, video semacam itu dibuat untuk memenuhi orang yang berminat menonton tindakan tersebut.
Di sisi lain, Danti menyebut orang yang mengambil video pribadi memiliki sifat narsistik.
"Rasa bangga dengan tubuh dan keinginan melihatnya kembali adalah alasan kenapa orang bisa membuat video seks dirinya sendiri," lanjut dia.
Menurut Danti, orang tersebut akan disebut mengalami gangguan kepribadian narsistik saat merasa dirinya paling penting, sangat butuh perhatian, dan memiliki kekaguman berlebihan pada diri sendiri.
Baca juga: Kenapa Akun Catut Kemkominfo Bisa Terverifikasi Centang Biru di Situs Porno?
Butuh terapi
Terlepas dari gangguan kesehatan mental yang mungkin dimiliki pelaku, Danti tidak memungkiri apabila orang tersebut bisa jadi dalam kondisi sehat.
"Selama ada kesepakatan bersama antara kedunya dan tidak untuk disebarluaskan hal ini bukan merupakan gangguan seksual," katanya.
Ia menyatakan video tersebut mungkin saja diambil untuk kebutuhan saat berhubungan seksual.
Namun, akan menjadi masalah saat video tersebut kemudian disebarkan terutama tanpa kesepakatan kedua belah pihak.
"Apabila salah satu pihak terobsesi untuk selalu mendokumentasikan aktivitas seksualnya, besar kemungkinan jika ia memang mengalami gangguan psikologis sehingga memerlukan terapi," pungkasnya.
Baca juga: Viral Utas soal Predator Fetish Kain Jarik, Ini Tanggapan Unair
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.