Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Analis Data Ilmiah BRIN
Bergabung sejak: 7 Apr 2023

Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat ASEAN, Peraih medali emas CONSAL Award

Leluhur Bangsa Indonesia Berbudaya Lisan: Fakta atau Mitos? (Bagian II - Habis)

Baca di App
Lihat Foto
Wikimedia Commons
Naskah Babad Tanah Jawi.
Editor: Sandro Gatra

"BABAD Tanah Jawi" (Sejarah Tanah Jawa). Menurut para sejarawan, Babad Tanah Jawi punya banyak versi.

Menurut Hoesein Djajadiningrat, kalau mau disederhanakan, keragaman versi itu dapat dipilah menjadi dua kelompok.

Pertama, babad yang ditulis oleh Carik Braja atas perintah Sunan Paku Buwono III. Tulisan Braja ini yang kemudian diedarkan untuk umum pada 1788.

Baca juga: Leluhur Bangsa Indonesia Berbudaya Lisan: Fakta atau Mitos? (Bagian I)

Sementara kelompok kedua adalah babad yang diterbitkan oleh P. Adilangu II dengan naskah tertua bertarikh 1722.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Babad Tanah Jawi telah menyedot perhatian banyak ahli sejarah. Antara lain ahli sejarah H.J. de Graaf. Menurut dia, apa yang tertulis dalam Babad Tanah Jawi dapat dipercaya, khususnya cerita tentang peristiwa tahun 1600 sampai zaman Kartasura di abad 18.

Demikian juga dengan peristiwa sejak 1580 yang mengulas tentang kerajaan Pajang. Namun, untuk cerita selepas era itu, de Graaf tidak berani menyebutnya sebagai data sejarah: “terlalu sarat campuran mitologi, kosmologi, dan dongeng,” katanya.

Selain Graaf, Meinsma berada di daftar peminat Babad Tanah Jawi. Bahkan pada 1874, ia menerbitkan versi prosa yang dikerjakan oleh Kertapraja.

Meinsma mendasarkan karyanya pada babad yang ditulis Carik Braja. Karya Meinsma ini lah yang banyak beredar hingga kini.

Dan inilah buku yang paling populer terutama di pulau Jawa, Primbon (buku penuntun). Buku ini berisi ramalan, petung perjodohan, horoskop jawa, foto hantu dan fenomena supranatural lainnya. Tidak diketahui kapan buku ini muncul dan beredar di masyarakat.

Walapun gerakan purifikasi keagamaan sangat gencar dilakukan oleh berbagai organisasi keagamaan—terutama yang berhubungan dengan tahayul, bida’ah dan kurafat—tetap saja buku ini masih banyak dibaca sampai sekarang, malahan sampai dibuatkan situsnya di internet.

Pada 1595-1596, Jan Huygen van Lin-schoten menerbitkan bukunya "Iti-nerario near Oost ofte Portugaels Indinein" (Pedoman Perjalanan ke Timur atau Hindia Portugis) yang memuat peta-peta dan deskripsi-deksripsi terperinci mengenai penemuan-penemuan Portugis.

Di antara karya-karya besar pada abad ke-17 berbahasa Jawa yang sangat terkenal adalah Serat Rama (Ramayana), Serat Bratayuda (Bharatayuddha), Serat Mintaraga (Arjunawiwaha), dan Serat Sasrabahu atau Lokapala (Arjunawijaya) gubahan Yasadipura I (1729-1803) seorang satrawan besar yang aktif di istana Surakarta.

Pada abad ke-20, ada seorang penulis buku yang terkenal di nusantara namanya Alfred Russel Wallace.

Namanya berdampingan sejajar dengan Charles Darwin sebagai penemu Teori Evolusi. Namun kemudian orang hanya mengingat Darwin dan menafikan hipotesis Wallace.

Padahal adalah Wallace yang menguatkan hipotesis Darwin dengan sejumlah temuan dari Ternate pada 1858. Catatan perjalanannya dituangkan dalam buku yang diterbitkan pertama kali tahun 1869, "The Malay Archipelago."

Tepat 140 tahun kemudian, Komunitas Bambu menerjemahkan dan menerbitkannya dengan judul "Kepulauan Nusantara."

Dalam buku ini ditemukan nama-nama flora dan fauna Nusantara dalam nama ilmiahnya, lengkap dengan kedudukan spesies tersebut dalam taksonomi.

Persebarannya pun dijabarkan secara terperinci, lengkap dengan perkiraan perubahan lempeng bumi dan masa geologisnya. Wallace juga menggambarkan fenomena mimikri pada beberapa spesies serangga dan burung.

Manusia pun tak luput dari mata jeli Wallace. Ia mengamati suku-suku di Kepulauan Nusantara ini, khususnya dua suku besar: Melayu dan Papua.

Digambarkan karakter fisik dan mental manusianya. Ketika Wallace menginjak bumi Nusantara, ia menemui aneka bangsa hidup di dalamnya dengan kerajaan ataupun sistem sosial politik yang bisa disebut “kecenderungan bernegara”.

Sistem itulah yang saat Wallace datang tengah dihadapi oleh pemerintahan kolonial Belanda dalam usahanya meluaskan negara yang bernama Hindia-Belanda.

Ya, Belanda coba meluaskan kuasanya di sini. Dalam konteks itu, Wallace tak pernah sungkan untuk menilai kebijakan-kebijakan pemerintah Hindia-Belanda, seperti despotisme, tanam paksa, perbudakan, seraya membandingkannya dengan negaranya sendiri, Inggris, sebagai sebuah otokritik.

Itulah beberapa rangkaian fakta bahwa budaya tulis atau literasi tidak pernah terputus dari abad ke abad. Ternyata budaya lisan dan budaya literasi selalu berdampingan. Jadi sangat sulit diterima apabila dikatakan bahwa budaya masyarakat Indonesia adalah budaya lisan.

Pendapat saya di atas ternyata selaras dengan pendapat Amin Sweeney dalam bukunya "Puncak Gunung Es: Kelisanan dan Keberaksaran dalam Kebudayaan Melayu-Indonesia." (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2011).

Di halaman 41, dia menulis bahwa alam Melayu telah mengenal huruf sejak lebih dari serbu tahun lalu.

Ini berarti bahwa sejak ketika mula-mula masuknya huruf itu, masyarakat Melayu tidak lagi dapat disifatkan sebagai masyarakat lisan sejati, karena biarpun hanya satu orang dalam seribu yang mampu menulis, pengaruhnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, akan pasti terasa dalam masyarakat seluruhnya.

Amin juga mengatakan bahwa perkembangan tradisi tulisan tidak berlangsung secara massif dan simulatan di seluruh daerah alam Melayu sehingga masih tersisa anggapan bahwa masyarakat masih bergantung semata-mata pada sistem pengolahan ilmu secara lisan.

Di samping itu, banyak juga daerah yang mempertahankan tradisi lisan—biarpun sudah agak terhuyung-huyung di pinggiran masyarakat modern.

Di halaman yang lain, Amin malah mengaskan bahwa suatu usaha untuk mendalami kajian terhadap tradisi lisan akan berhasil hanya kalau kita berupaya meningkatkan keberaksaran, karena mengkaji tradisi lisan dapat dilaksanakan hanya oleh orang yang telah menghayati dengan benar keberaksaraannya.

Tradisi lisan bukan sesuatu yang jauh dari pengalaman kita. Kita semua menjadi pembawa tradisi lisan. Tetapi mungkin cerita yang kita bawa itu aslinya dikarang dengan tulisan. Mungkin kita hanya membacanya.

Sejak masuknya tulisan ke dalam alam Melayu, pengembangan tradisi tertulis maupun tradisi lisa tidak terlepas satu dari yang lain, bahkan tidak juga hanya hidup berdampingan secara sejajar.

Pada satu pihak, kemampuan menulis menyebabkan tersingkirnya bidang-bidang luas yang sebelumnya menjadi milik tradisi lisan dan mengubah hampir seluruh tradisi lisan yang masih bertahan.

Pada pihak lain, kebiasaan-kebiasaan lisan bertahan teguh dalam komposisi tertulis sepanjang zaman kebudayaan naskah tulisan tangan, bahkan dalam zaman percetakan dan keberaksaran umum yang terdapat sekarang ini, masih banyak bidang dalam masyarakat berbahasa Melayu yang memperlihatkan orientasi lisan yang kuat. (Hal. 87).

Itulah beberapa bukti sejarah tradisi literasi di Indonesia yang diakhiri dengan pendapat dari Amin Sweeney yang sekali lagi menjelaskan bahwa budaya nenek moyang kita adalah budaya lisan tidaklah mutlak kebenarannya.

Mungkin yang terjadi pada waktu itu adalah belum adanya demokratisasi informasi terutama informasi tertulis. Informasi hanya ada di lingkungan elite politik.

Hal ini terjadi untuk mencegah multitafsir terhadap informasi sehingga akan menimbulkan instabilitas di masyarakat. Akan tetapi juga bisa diartikan bahwa hal tersebut terjadi atas dasar skenario elite politik untuk melanggengkan kekuasaannya.

Lemahnya budaya baca bukanlah kutukan atau warisan dari leluhur, akan tetapi mismanajemen para pemimpin dan pengelola negara yang terkesan kurang serius.

Hal ini tergambar dari upaya-upaya lembaga teknis terkait yang sampai hari ini belum menemukan solusi yang inovatif, baru sekadar euporia dan seremonial, bahkan hanya menjadi lahan proyek para pejabat dan politisi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi