Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilarang sejak 2007, Jokowi Kini Terbitkan Aturan Ekspor Pasir Laut

Baca di App
Lihat Foto
dok. Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo saat membuka acara welcoming dinner KTT ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Rabu (10/5/2023) malam. Jokowi singgung masalah krisis pangan.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Aturan yang diundangkan pada 15 Mei 2023 ini memuat sejumlah kebijakan. Salah satunya adalah keran ekspor pasir laut yang kini dibuka kembali setelah dilarang selama 20 tahun.

Dalam Pasal 9 PP Nomor 26 Tahun 2023 disebutkan bahwa pasir laut dan/atau material sedimen lain berupa lumpur merupakan hasil sedimentasi di laut yang dapat dimanfaatkan.

Pasir laut untuk reklamasi

Khusus untuk pasir laut, dapat digunakan untuk tujuan reklamasi dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, dan pembangunan prasarana oleh pelaku usaha.

Tak hanya itu, pasir laut juga dapat diekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, bunyi ayat (2).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Pertahankan Capres Pilihannya, Jokowi Dinilai Lebih Bernyali daripada SBY

Namun, ekspor pasir laut baru bisa dilakukan setelah mendapatkan izin usaha pertambangan untuk pernjualan.

Dalam Pasal 10 ayat (4), izin usaha pertambangan untuk penjualan pasir laut dijamin penerbitannya oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang mineral atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.

Namun, penerbitan itu baru bisa dilakukan setelah melalui kajian dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Pelaku usaha yang mengajukan permohonan izin pemanfaatan pasir laut juga harus memenuhi beberapa kriteria berikut:

Baca juga: Menilik Naik Turunnya Kepuasan Publik atas Kinerja Jokowi 3 Tahun Terakhir Versi SMRC

 

Pasir laut dilarang diekspor sejak 2007

Larangan ekspor pasir laut sebelumnya tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI No 02/M-Dag/Per/1/2007.

Beberapa entitas yang dilarang dalam aturan tersebut adalah ekspor pasir laut, tanah dan top soil, termasuk tanah pucuk dan humus.

Dikutip dari laman ESDM, larangan ekspor pasir saat itu berkaitan dengan kedaulatan negara. Sebab pasir yang banyak diekspor ke Singapura digunakan untuk memperluas wilayahnya.

Bahkan dari pasir laut Indonesia, Singapura berhasil memperpanjang bibir pantainya sejauh 12 kilometer. Tak hanya itu, banyak pulau di Kepulauan Riau yang tenggelam karena pasirnya telah diambil.

Menurut data yang dikeluarkan Singapura, luas tanah negara itu pada 2017 mencapai 724,2 kilometer persegi, jauh meningkat dibandingkan luas pada 1959 yang hanya 581,5 kilometer persegi.

Sejumlah negara di Asia Tenggara juga telah melarang ekspor pasir ke Singapura ini, seperti Kamboja dan Malaysia pada 2018.

Baca juga: Pengamat: Jabatan Firli Diperpanjang MK, Capim KPK Selanjutnya Tetap Dipilih Jokowi

Bisnis tambang berkedok sedimentasi laut

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Parid Ridwanuddin menilai, aturan ini lebih banyak berisi terkait bisnis tambang pasir laut.

"Dalam PP itu ada politik bahasa, seolah-olah orang itu tidak sadar kalau dikasih nama sedimentasi laut, padahal kalau dibaca isinya kan sebenarnya bisnis tambang laut," kata Parid kepada Kompas.com, Senin (29/5/2023).

Hal ini tercermin dalam sejumlah banyak pasal-pasal di dalamnya.

Dia menyebutan, dalam Pasal 10 misalnya, disebutkan secara rinci mengenai syarat bagi pengusaha yang akan melakukan ekspor pasir.

Parid menuturkan, aturan ini juga bertentangan dengan pidato Jokowi di berbagai forum internasional yang kerap mengutarakan komitmennya untuk memulihkan laut.

"Retorikanya di internasional kan seolah-olah bagus, tapi itu hanya di atas podium saja. Jadi kebijakannya bertentangan dengan apa yang selama ini disampaikan," jelas dia.

Parid mengatakan, dampak ekspor pasir laut pun tak main-main. Dia mengatakan, banyak pulau-pulau kecil yang terancam akan tenggelam, khususnya di Kepulauan Riau.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi